Perspektif

Kiat Menulis Skripsi (1) : Agar Selesai Cepat dan Bagus

4 Mins read

Judul ini bombastis. Tapi tentu tidak menjanjikan hal yang serba instan. Menyusun skripsi tidak boleh menganut mazhab instanisme akademik. Di samping tidak sehat, juga tidak menjadikan kita lebih terdidik sebagai seorang sarjana.

Secara umum, skripsi merupakan tugas akhir bagi mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1. Untuk magister disebut tesis dan di tingkat studi doktoral disebut disertasi.

Skripsi ini seperti momok bagi para mahasiswa. Terlebih mahasiswa semester tua (duduk di tahun ke 5 dan seterusnya) yang juga memiliki berderet-deret masalah non-akademik. Misalnya, soal jodoh, pekerjaan, dan lainnya. Bahkan ada ungkapan bahwa, “Menunda sehari skripsi, berarti menunda sehari menuju ke kursi pelaminan.”

Akhirnya, di tengah situasi skripsi inilah, mahasiswa merasa harus berjuang sungguh-sungguh. Dalam konteks ini, mahasiswa harus berdarah-darah melakukan penelitian (membaca-menulis-berpikir, mencari data, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, dan seterusnya).

Ada yang cepat, ada pula yang lambat. Ada yang mendapatkan pembimbing mudah, ada pula yang tertatih-tatih karena dibimbing oleh dosen yang menerapkan standar akademik tinggi.

Intinya, mengerjakan skripsi adalah memproduksi karya akademik. Semuanya dimulai dari mengidentifikasi masalah. Masalah adalah pertanyaan, alias sesuatu yang secara akademik ingin kita ketahui. Artinya, kita penasaran dengan hal itu dan benar-benar terdorong untuk mengungkap hal-ihwal mengenai hal tersebut.

Tentu masalah atau pertanyaan yang dimaksud adalah hal-hal yang berkaitan dengan berbagai topik atau wacana dalam disiplin ilmu yang kita tekuni. Misalnya, kita adalah mahasiswa pendidikan biologi, maka tentu kita akan mengerjakan skripsi tentang biologi.

Demikian juga dengan mahasiswa fakultas hukum, atau fakultas ilmu pendidikan, atau fakultas ilmu sosial dan politik, serta yang lainnya. Topik skripsi yang dikerjakan adalah bagian yang melekat dengan hal-hal yang kita diskusikan di fakultas kita masing-masing.

Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan trend kajian multidisipliner, interdisipliner dan transdisipliner juga berlaku pada proses penulisan skripsi. Dengan demikian, topik yang diteliti dalam tugas akhir kita berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan di berbagai fakultas yang ada.

Baca Juga  Kiat Menulis Skripsi (3): Teliti Mengedit dan Baik pada Pembimbing

Identifikasi Masalah

Langkah pertama yang disinggung tadi adalah mengidentifikasi masalah. Dalam mengidentifikasi masalah, kita bisa membaca berbagai buku, jurnal, laporan-laporan penelitian dan bahan lainnya, untuk membangkitkan rasa ingin tahu yang ada di dalam diri kita (curiosity).

Membuat Abstrak dan Menjawab Pertanyaan Penelitian

Setelah masalah tersebut sudah kita dapatkan, maka kita perlu membuat abstrak atau rangkuman singkat mengenai apa yang kita ingin ketahui atau tentang apa yang diteliti, berkaitan dengan disiplin ilmu apa, mengapa hal ini penting, dan secara umum bagaimana para sarjana menghadapi hal tersebut (isu, topik, atau masalah yang diangkat).

Lalu, kita juga perlu mengidentifikasi “bagaimana kita menjawab” masalah atau pertanyaan penelitian yang kita ajukan secara singkat dan mungkin menjelaskan pula apa yang sudah diketahui, apa yang belum dan memungkinkan untuk diketahui melalui program penelitian ini.

Membuat Outline

Dari abstrak tersebut, kemudian diturunkan dan diperinci (di-breakdown) menjadi garis-garis besar topik yang akan dibicarakan (outline). Memang di dalam penelitian ilmiah, selalu didahului dengan misalnya pendahuluan (yang mencakup latar belakang, pertanyaan penelitian, metodologi, kajian terdahulu, gaps of study dan novelty, serta rancangan sistematika keseluruhan bagian secara utuh), kajian pustaka, kajian teoretik, pembahasan, kesimpulan, bibliografi, dan seterusnya.

Dari outline umum tersebut, lalu perlu dijelaskan lagi secara lebih detil mengenai masing-masing bagian yang ada. Bahkan juga mengenai “berapa kata” yang kita alokasikan pada masing-masing bagian.

Misalnya di dalam pendahuluan, kita harus menjelaskan latar belakang penelitian yang mencakup (1) skripsi tersebut tentang apa, (2) berkaitan dengan disiplin ilmu apa, (3) merupakan kajian teoretik, lapangan, ataukah kombinasi, (4) bagaimana secara umum para sarjana memosisikan diri ketika berhadapan dengan isu atau topik yang kita bahas, (5) apa yang sudah dikerjakan, dibahas, dan ditemukan oleh para sarjana tersebut, apa yang belum dan memungkinkan untuk ditelusuri secara lebih jauh (gaps of study), (6) mengapa penelitian yang kita kerjakan penting, menarik, dan belum tersentuh oleh kerja kesarjanaan sebelumnya. Keenam poin inilah yang biasanya harus ada di dalam pendahuluan.  

Baca Juga  Pentingnya Seseorang Punya Cara Pikir Ilmiah

Masing-masing bagian dari latar belakang tersebut, jika memang diperlukan, bisa diperinci lagi secara lebih detil. Bahkan rincian tersebut bisa merupakan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya kita jawab satu demi satu.

Dengan menggunakan metode ini, di samping proses penelitian kita jauh lebih mudah, tulisan kita akan terukur dan lebih sistematis.

***

Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan (rincian outline), kita perlu memfokuskan diri pada pertanyaan secara berurutan. Kita juga boleh menyertakan “kutipan” ketika harus membaca literatur tertentu.

Ketika berhadapan dengan “referensi” yang sifatnya alat analisis atau bahkan bahan yang dianalisis, kita tidak bisa “asal mengutip” dan kemudian mendeskripsikan sesuai dengan ekspresi kebahasaan kita sendiri.

Kita harus menganalisisnya terlebih dahulu secara lebih kritis, mempertimbangkan kekuatan argumentasinya, validitas bukti ilmiah yang digunakan, metodologinya, apakah ada bias, juga menentukan kelemahan, kelebihan, dan relevansinya dengan penelitian kita.

Melalui outline tersebut, kita “bukan hendak mengarang bebas” sehingga narasi-narasi argumentatif yang kita tulis lebih merupakan “opini” yang kita ajukan. Tidak jarang, tulisan para mahasiswa “meliuk-liuk” tidak jelas arah dan tujuannya. Bahkan untuk menemukan kohesi antar kalimat, juga sulit sekali dilakukan. Kalimat yang satu, tidak nyambung dengan kalimat yang lainnya.

Membuat Timeline

Nah, outline yang kita tulis secara rinci dan bahkan diperinci lagi secara lebih detil sampai ke tahapan analisis terhadap data dan pengayaan konsep atau teori (enrichment), perlu disertai dengan Timeline.

Artinya, kita punya target waktu yang harus dipenuhi, berapa lama kita mengerjakan bagian dari outline tertentu. Timeline dan outline mirip seperti menyelesaikan misi tertentu yang tidak boleh gagal.

Timeline tersebut juga berkaitan dengan berapa lama harus mengumpulkan data (biasanya bagian ini yang paling krusial dan sulit), sampai pada tahap analisis, interpretasi dan “menemukan sesuatu” (jawaban atas pertanyaan penelitian yang kita ajukan).

Baca Juga  Kenapa Ilmu Sosial Jarang Disertakan dalam Lomba Karya Ilmiah?

Proses Editing

Setelah sampai pada kesimpulan, kita perlu melakukan editing, sebelum kita menyerahkannya kepada dosen pembimbing. Hal ini mencakup apakah struktur dari skripsi yang kita kerjakan (pertanyaan-jawaban atau thesis statement, arguments, evidence, conclusion, implication/reflection) sudah masuk akal dan meyakinkan?

Apakah masing-masing kalimatnya ditulis dengan bahasa yang baik dan benar (dengan kalimat sempurna, soal huruf kapital, soal kata yang harus dimiringkan, tanda kutip, kata kerja yang disambung atau kata keterangan yang dipisah dan lain sebagainya)?

Apakah masing-masing kalimatnya kohesif (satu sama lain berkaitan dan membentuk paragraf yang harmonis)? Apakah berbagai paragrafnya koheren (berkaitan sehingga membentuk berbagai bab/bagian/chapter/section yang masuk akal)? Apakah ekspresi kebahasaannya sudah benar-benar tepat, terukur, akurat, persuasif dan mengesankan? Apakah teknik pengutipan (referencing), transliterasi dan penulisan daftar Pustaka (bibliography) sudah akurat dan konsisten? Dan seterusnya.

Setelah mendapatkan feedback dari pembimbing, ketika ada yang perlu direvisi, kita mesti menyegerakan.

Memang musuh utama ketika berhadapan dengan “revisi” terkadang adalah sifat suka menunda-nunda (procrastination). Sifat tersebut harus dihilangkan. Kita perlu mendorong diri kita untuk bersemangat dan berjuang dengan segala kegigihan.

Editor: Yahya FR

Avatar
89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *