Riset

Konstruksi Sosial ala Peter L. Berger dan Thomas Luckmann

3 Mins read

Peter Ludwig Berger merupakan seorang tokoh sosiologi yang lahir di Vienna, Austria pada 17 Maret 1929. Ia hidup selama 88 tahun. Berger dikenal karena keberhasilannya di bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi, dan kontribusi teoretisnya pada teori kemasyarakatan.

Sedangkan, Thomas Luckmann teman dari Peter L. Berger ini, juga merupakan tokoh sosiologi dari Slovania yang lahir pada 14 Oktober 1927. Thomas Luckmann tertarik dalam mempelajari sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, sosiologi komunikasi, dan filsafat. Kedua tokoh tersebut mempunyai kesamaan, yaitu pemikir yang tertarik pada sosiologi pengetahuan dan sosiologi agama.

Pendekatan Konstruksi Sosial

Pendekatan konstruksi sosial berkembang pada abad 20. Pendekatan ini kemudian berkembang pesat pada tahun 1970-an yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Foucault yang kemudian disebut konstruksionisme sosial, sosial-konstruksionisme, atau non-esensialisme.

Berbicara mengenai teori konstruksi sosial (social construction), teori ini tidak terlepas dari bangunan teoritik yang digagas oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Mereka berdua merupakan tokoh sosiologi kontemporer, di mana penelitiannya cenderung pada sosiologi pengetahuan.

Di dalam sosiologi pengetahuan ini, terkandung pemahaman sebuah kenyataan yang dibangun secara sosial yang disebut realitas. Realitas inilah yang kemudian menjadi asumsi dasar dari teori konstruksi sosial.

Awal mula pemikiran teori konstruksi sosial ini dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif dari filsafat konstruktivisme. Dan menjadi terkenal sejak Berger dan Luckmann menerbitkan sebuah buku dengan judul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge.

Konstruksi sosial dapat diartikan sebagai pemahaman mengenai sebuah konsep yang terbentuk dalam tatanan masyarakat. Oleh karena itu, pemikiran Berger dan Luckmann didasarkan pada pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sebagai kenyataan yang diartikan oleh manusia.

Baca Juga  Berpikir Kritis ala Imam Ghazali

Apa yang menurut manusia suatu hal tersebut nyata ditemukan dalam kehidupannya, maka suatu kenyataan tersebut memang benar adanya.

Berger dan Luckmann menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman realitas dan pengetahuan. Menurut mereka, realitas yaitu suatu kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui keberadaannya (being) dan tidak bergantung pada diri sendiri.

Sedangkan pengetahuan yaitu kepastian bahwa realitas itu nyata dan memiliki karakteristik khusus.

Objek Pokok Realitas

Terdapat dua objek pokok realitas yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu realitas subjektif (pengetahuan individu) dan realitas objektif (fakta sosial). Realitas subjektif yang dimiliki setiap individu merupakan basis yang melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses interaksi sosial manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan realitas objektif yaitu suatu rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah terpola dan dihayati oleh tiap individu secara umum sebagai fakta.

Adapun asumsi-asumsi dasar dari teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann. Pertama, realitas yaitu hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.

Kedua, pemikiran manusia dan konteks sosial saling berhubungan yang memiliki sifat berkembang dan dilembagakan. Ketiga, kehidupan masyarakat dikonstruksi terus-menerus. Keempat, membedakan antara realitas dan pengetahuan.

Berger dan Luckmann mengatakan bahwa melalui tindakan dan interaksi manusia, sebuah institusi masyarakat dapat tercipta, dipertahankan, atau bahkan diubah. Meskipun masyarakat dan institusi sosial secara objektif terlihat nyata, tetapi pada kenyataannya hal tersebut dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi.

Berger dan Luckmann menemukan konsep dialektika yang digunakan untuk menghubungkan antara yang subjektif dan objektif.

Konsep Dialektika Berger dan Luckmann

Konsep dialektika ini berasal dari sentuhan pemikiran dialektika Hegel, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Sama halnya dengan Hegel, Berger dan Luckmann juga memiliki tiga konsep dialektika, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Baca Juga  Kasyfi dan Ladunni: Klasifikasi Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Pertama, eksternalisasi, yakni tahap di mana manusia melakukan adaptasi atau menyesuaikan diri dengan dunia atau faktor luar (sosio-kultural).

Manusia sebagai makhluk sosial yang berarti manusia tidak akan tetap tinggal dalam dirinya sendiri, melainkan harus mengekspresikan dirinya dalam aktivitas di tengah kehidupan bermasyarakat. Aktivitas inilah yang kemudian disebut eksternalisasi.

Kedua, objektivasi, yakni tahap di mana manusia mulai melakukan interaksi sosial dengan masyarakat. Masyarakat akan tercipta karena adanya individu yang melakukan eksternalisasi diri (tahap pertama), atau melakukan pengungkapan subjektivitasnya melalui aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus.

Jadi, masyarakat adalah produk dari manusia. Dunia yang diproduksi manusia yang berada di luar sana memiliki sifat realitas yang objektif, dan dapat juga dikatakan bahwa masyarakat merupakan aktivitas manusia yang diobjektivasikan.

Ketiga, internalisasi, yakni tahap penyerapan kembali realitas sosial oleh manusia dan mentransformasikannya lagi dari struktur dunia objektif ke dalam struktur kesadaran subjektif. Tahap ini akan menjadikan individu sebagai bagian dari masyarakat.

Untuk mecapai internalisasi, individu akan dihadapkan dengan proses sosialisasi. Sosialisasi sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, sosialisasi primer, yaitu sosialisasi yang dilakukan pertama kali pada masa anak-anak, dari sinilah individu menjadi anggota masyarakat.

Kedua, sosialisasi sekunder, yaitu proses lanjutan yang memberikan imbas kepada individu yang sudah tersosialisasi ke dalam sektor baru dunia objektif masyarakat.

Setelah tahap internalisasi tersebut berhasil dilakukan oleh individu, maka akan terjadi proses interaksi sosial yang lebih jauh dari sekadar sosialisasi. Kemudian, individu akan berhadapan dengan intersubjektivitas komunikasi dalam lembaga sosialnya.

Dengan demikian, individu hendaknya dapat menggunakan bahasa atau simbol yang objektif untuk mencapai pemahaman yang sama antarsubjektivitas.

Jadi, jika teori-teori sosial tidak memperhatikan atau menganggap tidak penting tiga tahap dialektika kostruksi sosial tersebut, maka akan menyebabkan adanya stagnasi teoretis.

Baca Juga  Bukan "Jazirah Arab", tapi "Syibhu Jazirah Arab"

Karena dialektika ini berjalan secara bersamaan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi), sehingga seakan-akan hal tersebut berada di luar (objektivasi), dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi), sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan subjektif.

Editor: Lely N

Zainal Abidin
3 posts

About author
Alumni Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…
Riset

Pengorbanan Ismail, Kelahiran Ishaq, dan Kisah Kaum Sodom-Gomoroh

4 Mins read
Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *