Perspektif

Korupsi Biang Keladi Kerusakan Lingkungan

3 Mins read

Korupsi dan kerusakan lingkungan bagai bara dan asap. Kasus korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam tahun 2018 dan Bupati Kotawaringin Supian Hadi tahun 2019 menjadi momentum penguatan agenda pemberantasan korupsi. Kerugian total negara dari kedua kasus diperkirakan mencapai Rp 9 triliun. Sementara itu, sepanjang sejarah KPK, kerugian dari kasus suap Supian Hadi menjadi kerugian terbesar kedua bagi negara. Sehingga dapat disebut bahwa korupsi biang keladi kerusakan lingkungan.

Pilkada dan Obral Izin

Korupsi lingkungan hidup diawali oleh pemberian izin tambang yang tidak terkontrol dan rentan ditilep. Setelah era otonomi daerah, setiap provinsi punya kewenangan mengatur urusan dapurnya sendiri. Kegiatan pertambangan adalah sektor yang paling cepat meraup untung. Pada sisi lain, tidak sedikit kepala daerah yang tergoda mengambil untung pribadi dari kewenangan menerbitkan persetujuan dan penerbitan izin usaha (IUP).

Nur Alam dan Supian Hadi adalah pucuk bara korupsi yang  memanggang habis ketahanan ekologi Indonesia. Pangkal kerusakan lingkungan bersumber dari ketidakbecusan kepala daerah menopang anggaran dari sektor alternatif. Belum lagi, selalu ada celah dalam lobi-lobi khusus investor memperoleh izin eksplorasi. Bukan rahasia lagi, sejumlah cara ditempuh demi memperlancar urusan izin.

Izin tambang minerba dan migas cenderung meningkat pada masa-masa politik. Banyak jaringan advokasi, pegiat lingkungan hidup, dan pengamat politik sejak lama melihat pola yang saling terkait antara penerbitan izin tambang dan proses pemilihan kepala daerah. Bercermin pada situasi politik tahun 2018, banyak pemerintah daerah mengobral izin tambang dan tidak menutup perusahaan yang sudah habis masa izin eksplorasi.

Kepala Daerah Tak Paham Isu Ekologi

Korupsi mempercepat kerusakan lingkungan. Selain eksplorasi tambang, kasus deforestasi hutan di Indonesia yang tak kunjung kelar menguak masalah besar penyelewengan kekuasaan. Menjelang pemilihan kepala daerah, laju deforestasi di hutan konversi meningkat 40 hingga 57 persen. Indonesia harusnya sudah bebas dari bencana asap di Sumatera dan Kalimantan yang saban tahun terjadi. Sudah banyak kasus yang membuktikan korupsi berada di balik bencana ekologi. Kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu tahun 2013 yang melibatkan pengusaha Hartati Murdaya jadi bukti tak terbantahkan.

Baca Juga  Krisis Iklim dan Kemanusiaan

Kepala daerah idealnya paham betapa besar ekses kerusakan ekologi terhadap manusia dan ekosistem secara keseluruhan. Kebanyakan kepala daerah sama sekali tidak peduli dengan ketahanan ekosistem lingkungan. Mengobral izin eksplorasi tambang dan izin guna lahan membuktikan kepala daerah tak peka dengan masa depan cadangan sumber daya mineral, habitat hewan, dan kesehatan lingkungan.

Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor sebagai contoh. Alih-alih segera menganggarkan biaya perbaikan lingkungan akibat eksplorasi tambang, ia malah menyalahkan masyarakat yang jadi korban tercebur meninggal dalam lubang galian. Sampai hari ini lubang tambang di Kaltim sudah merenggut 36 nyawa. Kepala daerah tidak sepatutnya abai isu-isu lingkungan dan melempar masalah pada masyarakat. Apalagi jika terbukti bahwa mereka meraup keuntungan pribadi dari obral penerbitan izin eksplorasi.

Ancaman Era Ekonomi Pariwisata

Sumber daya alam harus dikelola dengan kesadaran pelestarian lingkungan yang tinggi. Sudah saatnya pendekatan politik digunakan untuk menundukkan proses korupsi lingkungan. Dimulai dari memilih dan mendorong calon kepala daerah yang peka dengan isu lingkungan. Setidaknya masyarakat harus memastikan bahwa wacana pelestarian lingkungan menjadi kriteria prioritas bakal calon kepala daerah. Tentu langkah itu masih panjang untuk ditempuh. Tapi harus ada upaya bersama agar kerusakan lingkungan dapat diredam sampai batas tertentu.

Peran masyarakat begitu sentral dalam mengawasi kinerja kepala daerah dalam isu-isu lingkungan. Era ekonomi pariwisata juga bisa berubah menjadi ancaman serius tata kelola ekonomi daerah. Kepala daerah yang tidak kebagian kesempatan menggarap sektor tambang cenderung membuka investasi lain seperti perhotelan dan proyek-proyek infrastruktur yang juga mengancam lingkungan.

Di Yogyakarta, penerbitan izin hotel dikritik karena melanggar prinsip dasar pelestarian lingkungan yang memadai. Hotel yang berdekatan dengan pemukiman warga berpotensi jadi sebab kekeringan sumur air warga,  menyebar limbah udara, cair dan jadi penyebab kemacetan. Kasus Fave Hotel tahun 2014 yang menyebabkan sumur warga Miliran kering. Memicu perdebatan baru tentang kebijakan investasi yang mengabaikan prinsip dasar relasi antara kesejahteraan warga dan akses sumber daya alam.

Baca Juga  Cara Membedakan antara Nabi dan Setan dalam Mimpi

Korupsi lingkungan hidup diperkirakan akan jadi momok mencemaskan Indonesia. Pelemahan KPK dengan terbitnya undang-undang yang baru justru akan memperparah pemberantasan korupsi lingkungan. Di bawah pimpinan seorang polisi, KPK dinilai akan terseok.

Korupsi Biang Keladi Kerusakan Lingkungan

Korupsi biang keladi kerusakan lingkungan. Keadaan ini menjadi tantangan besar. Indonesia punya sumber daya alam yang besar. Kepala daerah yang melakukan korupsi lingkungan adalah musuh masa kini dan masa depan. Mereka mempercepat penurunan kualitas hidup manusia dan daya tahan lingkungan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7/2014 mengatur dengan jelas kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. Kebijakan ini yang digunakan KPK untuk menjerat Nur Alam dan Supian Hadi. Kerugian negara akibat korupsi lingkungan tidak saja soal kegagalan manajerial. Tapi biaya besar perbaikan aspek ekonomi lingkungan dan pemulihan kerusakan.

Masalah korupsi lingkungan dapat ditangani melalui transparansi tender izin tambang, pengawasan ketat Kementerian Lingkungan Hidup, dan pelibatan aktif warga mengontrol aktivitas pro-investasi yang membahayakan daya tahan lingkungan. Solusi-solusi selalu tersedia dengan kasus-kasus yang berbeda-beda. Tetapi pendekatan politik jadi yang paling efektif.

Kepala daerah harus punya visi masa depan. Meraup untung dari korupsi sumberdaya alam harus dipahami sebagai ancaman berskala global dan meninggalkan beban pemulihan berusia ratusan ribu tahun. Mengobral sumber daya alam demi keuntungan pribadi sungguh perbuatan licik.

50 posts

About author
Penggiat Rumah Baca Komunitas (RBK), Yogyakarta. Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds