Tarikh

Kota Kudus, Monumen Kerinduan Baitul Maqdis

3 Mins read

Beberapa hari yang lalu, salah satu media massa memberitakan kabar bahwa banyak dari orang-orang Israel yang mendirikan pemukiman di daerah Palestina yang memicu demonstrasi penolakan dari warga Palestina, namun yang terjadi justru luncuran tembakan bertubi hingga 15 orang terluka. Berita yang menyedihakan dan mengiris hati, bukan?

Namun yang jauh lebih miris kutemukan sebuah fakta dalam sebuah buku yang ditulis oleh Dr. Nawwaf Takruri, bahwa banyak orang-orang Yahudi yang tinggal baik di negara-negara Arab, Eropa, dan Amerika rela bermigrasi ke Palestina untuk mendukung pergerakan Zionis agar tetap eksis.

Buku berjudul Keajaiban Jihad Harta tersebut ditulis pada tahun 2014 silam. Yang berarti tindakan migrasi orang-orang Yahudi untuk mendirikan pemukiman di tanah Palestina sebenarnya adalah berita lama yang mirisnya tak banyak media mainstream yang mengangkatnya.

Prof. Abdul Fatta El-Awaisi dalam salah satu seminarnya mengatakan, bahwa problem umat muslim saat ini adalah mereka hanya bisa bereaksi terhadap apa yang terjadi namun tak banyak menghasilkan tindakan pasti. Hal ini terjadi sebab minimnya pengetahuan dan keterkenalan kita tentang Baitul Maqdis dan Al-Aqsha itu sendiri dan apa pentingnya bagi kita.

Terkhusus kita sebagai orang Indonesia selain ikatan kita sebagai sesama muslim, ada pula sebuah ikatan penting yang menghubungkan kita dengan Palestina atau lebih tepatnya Baitul Maqdis. Yakni pada masa ketika para Walisongo hidup, ada seorang utusan kerajaan Turki Utsmani yang berasal dari Palestina.

Ia bernama Maulana Utsman Haji, yang atas rekomendasi dari Sunan Ampel, ia diutus untuk menjadi pelatih militer bagi Kerajaan Majapahit. Saat itu, ia datang bersama anaknya yang bernama Ja’far As-Shadiq yang kelak akan kita kenal dengan nama Sunan Kudus yang mendakwahkan Islam di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa.

Baca Juga  Kisah Wujil dan Sunan Wahdat (1): Menghadap

Kemudian, ada pula di masa perjuangan kemerdekaan bangsa ini, ialah ketika seorang Ulama Palestina bernama Amin Al-Husaini mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia di Radio Arab sehingga negara-negara Arab pun mengetahui bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.

***

Ada pula salah satu orang kaya dari Palestina yang memberikan donasi bagi delegasi Indonesia di Mesir untuk menemui Perdana Menteri dan Raja Mesir yang berkuasa saat itu hingga Mesir pun menjadi negara pertama yang secara formal mengakui kemerdekaan Indonesia yang kemudian akan diikuti oleh negara-negara Arab lainnya.

Ya, Palestina dan Indonesia sudah memiliki hubungan erat bahkan sejak sebelum nama Indonesia tersemat. Kita punya hutang besar karena kemerdekaan yang kita dapat saat ini tidak akan pernah hadir tanpa peran serta Palestina. Pun juga nikmat iman dan Islam yang sampai saat ini kita rasakan.

Mungkin, banyak dari kita yang tidak paham fakta sejarah ini karena minimnya pengetahuan atau bahkan ketidaktertarikan terhadap sejarah baik tentang sejarah Baitul Maqdis dan sejarah Islam maupun tentang sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Mungkin alasan itu agak ‘sedikit’ bisa dimaklumi.

Namun tetap saja, sejarah suatu bangsa adalah identitas, maka jika suatu bangsa telah melupakan sejarahnya, maka di saat yang sama, ia telah meninggalkan identitasnya. Terlepas dari pengetahuan terhadap sejarah yang memang menuntut usaha untuk meraihnya, mari kita menengok sejenak ke sebuah kota kecil dan biarkan saksi bisu sejarah yang berbicara.

Kota Kudus: Monumen Kerinduan tentang Al-Aqsha

Tepatnya di Pesisir Pantai Pulau Jawa tempat Sayyid Ja’far Shadiq berdakwah. Sebuah kota dengan nama yang sama dengan tempat asal Sang Pendakwah. Bahkan satu-satunya nama tempat yang namanya berasal dari bahasa Arab di antara seluruh tanah Jawa ini.

Baca Juga  Mush'ab bin Umair: Duta Islam untuk Kota Madinah

Tempat itu bernama Kudus, diambil dari nama tempat asal Sunan Kudus yang pada masa itu memang popular di sapa Al-Quds. Maka dalam lisan masyarakat jawa pada masa itu, disebutlah dengan nama Kudus karena lebih mudah diucapkan. Yang menarik bukan sekedar nama kotanya.

Namun dari segi nama bangunan dan tempat pun dibuat layaknya miniatur di Baitul Maqdis sana sebagaimana yang dapat kita lihat dalam buku Solichin Salam (1977) yang berjudul Kudus Purbakala dalam Perjuangan Islam. Seperti nama Al-Aqsha pada masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus yang senama dengan masjid Al-Aqsha di Baitul Maqdis.

Kemudian, nama gunung yang ada di sebelah utara Kota Kudus yang bernama Muria. Jika kita menengok lokasi atau peta di Palestina, ada sebuah bukit karang dengan nama serupa, yakni Moriah yang kelak akan dijadikan sebagai Masjid Umar. Menurut Solichin Salam, penamaan Muria berasal dari nama bukit di Palestina tersebut.

Menariknya adalah, bahwa di atas Gunung Muria tersebut juga didirikan masjid yang pendiri masjid tersebut juga bernama Umar atau lebih tepatnya Umar Said (Sunan Muria) sebagaimana bukit Moriah dengan Masjid Umar yang didirikan Umar ibn Khattab ketika datang ke Baitul Maqdis.

Dari deretan fakta ini, tidak aneh rasanya jika kita sebut Kota Kudus sebagai miniatur Baitul Maqdis. Mulai dari nama kota, masjid, hingga gunungnya pun nampaknya memang sengaja disesuaikan dengan kondisi tempat di Baitul Maqdis. Kota Kudus, layaknya sebuah monumen kerinduan tentang Al-Aqsha.

Bukan hanya monumen kerinduan Sayyid Ja’far As-Shadiq dengan tanah kelahirannya, namun boleh jadi di masa dewasa ini, juga adalah kerinduan kita sebagai umat muslim terhadap pembebasan Al-Aqsha dari tangan para penjajah Zionis tersebut.

Baca Juga  Dinasti Ottoman (2): Sultan Osman I, Pelopor Dinasti
***

Jika ketidaktahuan ilmu yang membuat Al-Aqsha begitu asing bagi kita, maka marilah lihat tempat kecil di Pesisir Pantai Utara Pulau Jawa tersebut. Mungkin akan ada sedikit rasa penasaran bahkan sadar, mengapa diberi nama yang sama dengan nama sebuah tempat yang sangat jauh dari pandangan kita.

Mungkin saja sedikit dari rasa penasaran itu akan memantik keingintahuan bahkan semangat untuk turut serta berperan dalam pembebasan Baitul Maqdis. Atau setidaknya memanggil kita untuk berkenal akrab dengan Baitul Maqdis lebih jauh, mengapa itu penting bagi umat Muslim? Mengapa harus mempertahankannya sampai rela berkorban harta bahkan nyawa?

Biarkan saksi bisu sejarah berbicara tentang betapa Baitul Maqdis adalah bagian dari identitas kita, bukan hanya sebagai Umat Islam, namun juga sebagai Bangsa Indonesia yang memiliki hutang sejarah yang akan diemban sampai anak cucu kelak. Inilah Kota Kudus, sang Monumen Kerinduan Baitul Maqdis kita.

Editor: Yahya FR

Dwi Wahyuningsih
3 posts

About author
IAIN Kudus
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *