Perspektif

Kurikulum Kebencanaan Untuk Perguruan Tinggi (PTM/PTA)

4 Mins read

Negeri Seribu Bencana

Bencana merupakan peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu pola kehidupan normal masyarakat yang dapat menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa, harta, maupun struktur sosial masyarkat. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada tiga lempeng tektonik yang saling bertabrakan, terletak pada the ring of fire, terletak di daerah iklim tropika basah, dihuni oleh berbagai ras dan suku bangsa dengan karakter-karakter yang berbeda. Indonesia dapat dikatakan sebagai negeri “seribu bencana”. Pada tahun 2015, UNESCO menempatkan Indonesia pada urutan ke tujuh negara yang paling rawan di dunia.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan ada 1.586 kejadian bencana selama Januari hingga April 2019. Dari jumlah bencana tersebut, mengakibatkan 325 orang meninggal dunia, 113 orang hilang, 1.439 orang luka-luka dan 996.143 orang mengungsi dan menderita.

Kejadian bencana per provinsi paling banyak terjadi di Jawa Tengah (472 kejadian), Jawa Barat (367), Jawa Timur (245), Sulawesi Selatan (70), dan Aceh (51) sedangkan bencana per kabupaten/kota, bencana paling banyak terjadi di Kabupaten Sukabumi (50), Semarang (43), Bogor (42), Majalengka (38), dan Temanggung (37).

Menurut Indeks Risiko Bencana tahun 2013 (BNPB), ada 250 juta penduduk Indonesia terpapar risiko tinggi bencana. Warga sejumlah itu tinggal di 388 Kabupaten/Kota atau 80% dari keseluruhan jumlah kabupaten. Sedangkan 109 kabupaten/kota yang mempunyai kelas risiko sedang. Sebaran daerah risiko tersebut di atas bertampalan dengan sebaran jaringan dan sistem pelayanan publik yang dibentuk Muhammadiyah di seluruh wilayah Indonesia.

Amal Usaha Muhammadiyah di Indonesia

Pada tahun 2012 tercatat Muhammadiyah memiliki pengurus di 429 Kabupaten dari 476 Kabupaten yang ada di Indonesia. Atau setara dengan 90 persen kabupaten di Indonesia. Terdapat 3.979 buah Taman Kanak-Kanak, 940 buah Sekolah Dasar, 1.332 MI/MD, 2.134 SMP/MTs, 979 SMA/MA, 36 Universitas, 72 Sekolah Tinggi, 54 Akademi, 30 buah Rumah Sakit Umum, 13 RS Bersalin dan puluhan klinik.

Baca Juga  Atasi Kekerasan Seksual di PTM, PSIPP ITB AD Gelar Webinar Daring

Dampak bencana sangat besar bagi Muhammadiyah dalam targer pencapaian visi jangka panjang dakwah Muhammadiyah. Kerusakan bencana juga akan sangat dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat Amal Usaha.

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang memiliki aset amal usaha terbesar di Indonesia seperti perguruan tinggi, sekolah, panti asuhan, masjid, dan rumah sakit. Amal usaha tersebut dibangun sedikit demi sedikit oleh iuran jamaah dapat rusak/runtuh dalam sesaat karena bencana.

Perguruan tinggi memiliki sumber daya yang yang cukup relevan dan mendukung dalam pendidikan maupun penanggulangan bencana. Perguruan tinggi memiliki kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sebuah negara. Kurikulum kebencanaan dapat ditambahkan pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah sebagai solusi dalam mendukung kebijakan Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana periode 2015-2020.

Dengan adanya pendidikan kebencanaan, cita-cita bersama untuk menikmati hidup lebih aman, tenteram, dan sejahtera dapat terwujud. Tulisan berikut ini  mencoba membahas tentang kurikulum kebencanaan untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah.

Undang-Undang Nomor 24 tentang Penanggulangan Bencana dan berbagai peraturan turunannya termasuk tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, telah menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan bencana secara menyeluruh, mulai dari tahapan pra bencana, tanggap darurat sampai pemulihan dan pembangunan pasca bencana.

Selain kekuatan payung hukum, pengurangan risiko bencana di Indonesia juga harus didukung oleh pemerintah, organisasi, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Pendidikan Kebencanaan

Pendidikan kebencanaan merupakan suatu upaya menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan bencana, dalam rangka mengembangkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan kepedulian di wilayah rawan bencana dengan sebaik-baiknya. Perguruan tinggi memenuhi empat aspek dalam rencana aksi nasional pengurangan bencana melalui pemanfaatan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan, yaitu:

Pertama, manajemen informasi dan pertukaran informasi, yaitu berupa kerjasama antara para ilmuwan dan praktisi di bidang pengurangan risiko bencana, meningkatkan pemanfaatan dan penerapan informasi terkini, komunikasi dan teknolog, dan memperbaharui dan menyebarluaskan terminologi standar internasional tentang pengurangan risiko bencana. Kedua, pendidikan dan pelatihan. Pada kegiatan pengabdian masyarakat tridarma perguruan tinggi, dapat mempelopori inisiatif pelatihan berbasis masyarakat.

Baca Juga  Kiat Menulis Skripsi (3): Teliti Mengedit dan Baik pada Pembimbing

Ketiga, penelitian dengan memperkuat kapasitas teknis dan ilmiah untuk mengembangkan dan menerapkan metodologi, kajian, dan model dari pengkajian kerentaan, serta dampak bencana geologis, cuaca, kalimat, dan air. Keempat, kepedulian publik dengan memperkuat peran media untuk merangsang budaya kesiapsiagaan. Perguruan tinggi memiliki askes yang cukup kuat untuk keempat hal tersebut.

Perguruan tinggi merupakan sebuah pihak yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam penentuan kebijakan dan kepercayaan dari masyarakat. Perguruan tinggi memiliki para professional yang memiliki kajian dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Selain itu, perguruan tinggi merupakan tempat menghasilkannya output yang berkualitas sehingga dapat berperan lebih banyak ke masyarakat. 

Perguruan tinggi memiliki kedudukan dan peran strategis dalam mencerdaskan sumber daya bangsa, serta memajukan dan menata peradaban manusia. Pendidikan tinggi yang dapat dipercaya dan berkewenangan mengolah sumber daya manusia menjadi unggul secara formil berkualifikasi akademik berjenang. Diharapkan dengan memasukkannya kurikulum kebencanaan perguruan tinggi dapat meningkatkan kesadaran dan meminimalisir bencana yang diakibatkan oleh perilaku manusia seperti banjir dan lingkungan kotor.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 19 dinyatakan, pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Dengan demikian, pendidikan tinggi pada satu sisi memiliki kewenangan strategis dalam menentukan masa depan bangsa, dan sisi lainnya pendidikan tinggi memiliki tanggungjawab mengelola sumber daya manusia yang kompetensinya kompetitif. Pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan daya saing bangsa dalam segala bidang dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuan, dan/atau professional untuk kepentingan bangsa.

Baca Juga  Ramadhan: Momentum Eratkan Kembali Persaudaraan di Tengah Pandemi

Rumusan kurikulum yang berkualitas memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan memiliki pengaruh terhadap output yang dihasilkan. Output tersebut dapat berupa SDM, program, dan kebermanfaatan. Pendidikan dan kurikulum merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat manusia, kurikulum merupakan “jantung” dari pendidikan.

Kurikulum pendidikan tinggi dapat dipastikan juga akan mengalami atau melalui proses perubahan, sebagai konsekwensi atau tuntutan dinamika zaman. Perubahan ini merupakan bagian dari suatu ikhtiar untuk membangun dan memajukan bangsa dan negara. Proses penyusunan isi dan bahan pelajaran, bukan hal yang sederhana, karena tidak hanya mengorganisir sistematisasi bahan, mengukur kedalaman dan keluasan bahan yang akan dikembangkan, tetapi hal mendasar adalah merujuk darimana bahan pelajaran yang akan disusun itu.

Kurikulum Kebencanaan

Muhammadiyah memiliki 174 PTM/PTA yang tersebar di seluruh Indonesia. Kurikulum kebencanaan dapat dimasukkan pada mata kuliah wajib dengan satu SKS. Materi kebencanaan dapat diambil dari buku Fikih Kebencanaan dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu konsepsi tentang bencana, paradigma mengenai peristiwa bencana, memenuhi hak korban bencana, masalah ibadah pada saat bencana. Materi pendukung dapat diambil literatur lain.

Implementasi pengembangan kurikulum pendidikan tinggi tidak sebatas menjawab persoalan-persoalan yang sementara dihadapi, namun sekaligus mampu menjawab persoalan-persoalan yang akan muncul masa akan datang. Penambahan kurikulum kebencanaan diharapkan dapat mendukung kebijakan Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana.

Letak geografis Indonesia yang strategis telah menjadikannya sebagai pusat peradaban, tetapi juga mengandung potensi alamiah membahayakan dan menghancurkan seperti gempa bumi, tsunami, badai, gunung merapi, banjir, dan tanah longsor.  

Rehabilitasi dan rekonstruksi seluruh bangunan Muhammadiyah membutuhkan dana yang sangat besar akibat bencana. Muhammadiyah memiliki aset amal usaha seperti perguruan tinggi, sekolah, panti asuhan, masjid, dan rumah sakit yang harus dijaga. Muhammadiyah memiliki perguruan tinggi yang sangat banyak tersebar di seluruh Indonesia.

Atas dasar pemikiran tersebut, pengembangan kurikulum kebencanaan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya penanggulangan dan pengurangan risiko bencana yang berdampak pada dakwah Muhammadiyah.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, PDNA Kabupaten Pekalongan, Apoteker Erla Skin Klinik, PC IAI Kabupaten Pekalongan, IYPG Jateng
Articles
Related posts
Perspektif

Menjalankan Ibadah Puasa yang Ramah Lingkungan

2 Mins read
Bulan Ramadan merupakan bulan penuh berkah bagi umat Islam. Karena di bulan ini segala rahmat akan diturunkan bagi mereka yang menjalankan ibadah…
Perspektif

Muhammadiyah: Semangat Pembaharuan untuk Kebangsaan dan Kemanusiaan

7 Mins read
Pertama, di bawah langit Jogja yang membiru, di jantung pergerakan Kauman yang bersejarah, terbitlah semangat baru yang memadukan cahaya Sang Surya Islam…
Perspektif

Ka'bah dan Wajah Dunia Arab Modern

4 Mins read
Tulisan ini sebagai pertanyaan lanjutan dari tulisan Buya Syafi’i Maarif di Suara Muhammadiyah pada tahun 1992 dan dimuat juga dalam buku (Islam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *