Fatwa

Lima Waktu yang Dilarang untuk Shalat!

3 Mins read

Shalat adalah ibadah yang sangat fundamental dalam Islam. Melaksanakan shalat adalah kewajiban bagi setiap umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Diantara keutamaan ibadah shalat, salah satunya adalah mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar. Di akhirat kelak, ibadah yang pertama kali untuk dihisap pahalanya adalah shalat.

Dalam Islam, waktu melaksanakan shalat telah ditentukan. Sebagaimana firman Allah berikut ini.

 اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”  (QS. An-Nisa’: 103)

Namun, pernahkah Anda mendengar bahwa ada sebagian waktu tertentu yang tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah shalat?. Mungkin kita bertanya, kenapa dilarang ya? Supaya kita tidak kebingungan mencari jawabannya, mari coba simak penjelasan berikut ini.

Lima Waktu yang Dilarang Shalat

Dalam Islam, terdapat lima waktu yang dilarang kepada umat Islam untuk melaksanakan shalat. Adapun waktu-waktu tersebut adalah: Pertama, Waktu shalat Subuh sampai terbit matahari. Kedua, waktu terbit matahari sampai naik sekitar satu anak panah. Ketiga, waktu matahari tepat di atas kepala sampai waktu Dzuhur. Keempat, waktu matahari berwarna kekuningan hingga terbenam matahari. Kelima, waktu setelah shalat Ashar sampai terbenam matahari.

Adapun dalil yang menjelaskan waktu di poin 1 dan 5. Ini didasarkan pada sebuah lafadz hadits dari Bukhari:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَالْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ [رواه البخاري ومسلم  واللفظ للبخاري].

Dari Abu Said al-Khudri [diriwayatkan] ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidak boleh shalat setelah subuh sampai matahari naik (sedikit), dan tidak boleh shalat setelah Ashar sampai matahari menghilang (tidak tampak/terbenam) [HR. al-Bukhari dan Muslim).

Baca Juga  Ajarkan Kepada Anak-anak, Masjid Tak Sekedar Tempat Ibadah

Sedangkan untuk waktu di poin no 2, 3, dan 4 berdasarkan pada hadits di bawah ini:

عن عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِىَّ يَقُولُ: ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ [رواه مسلم].

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani [diriwayatkan] ia berkata: Tiga waktu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami untuk shalat dan menguburkan orang yang mati di kalangan kami pada waktu-waktu tersebut: Ketika matahari terbit sampai naik (sedikit), ketika matahari berada di kulminasi (titik tertinggi) sampai tergelincir, dan ketika matahari condong untuk terbenam sampai terbenam [HR. Muslim].

Jika kemudian lebih dicermati, di dalam lima waktu dilarang shalat terdapat tiga waktu saja. Diantaranya; 1). Waktu setelah shalat Subuh sampai naik matahari sekitar satu anak panah (kisaran 2,5 meter, sekitar 15 menit dari terbitnya matahari). 2). Waktu matahari tepat di atas kepala sampai waktu shalat Dzuhur. 3). Waktu setelah shalat Ashar sampai terbenam matahari. Itu lah waktu-waktu yang dilarang untuk shalat.

Shalah Apakah yang Dilarang?

Setelah memahami waktu-waktu yang dilarang shalat, timbul pertanyaan; apakah semua shalat dilarang utntuk dikerjakan di waktu itu? Lalu, bagaimana dengan shalat fardhu lima waktu yang tertinggal, apakah juga dilarang untuk dikerjakan?.

Adapun shalat yang dilarang di waktu itu adalah shalat rawatib setelah Subuh dan Ashar serta shalat sunnah yang dilakukan tanpa sebab. Adapun tentang shalat sunnah tanpa sebab disebut sebagai shalat sunnah mutlak, yaitu shalat yang ditunaikan tanpa sebab apapun selain dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.

Baca Juga  Menggunakan Tabungan Haji untuk Keperluan Lain, Bolehkah?

Kemudian untuk shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnah yang tertinggal, maka boleh dikerjakan di waktu-waktu terlarang yang telah disebutkan. Contoh; seseorang yang telah melaksanakan shalat Ashar, namun dia telat mengerjakan shalat Dzuhur, baik karena lupa ataupun tertidur, maka dia harus segera melaksanakan shalat Dzuhur saat ia mengingatnya. Walaupun di waktu itu termasuk waktu yang dilarang.

Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits dari Muslim:

(عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ نَبِىُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا [رواه البخاري ومسلم واللفظ لمسلم

Dari Anas bin Malik [diriwayatkan] ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa lupa shalat atau tertidur darinya, maka kaffaratnya (tebusannya) ialah hendaknya ia mendirikan shalat tersebut apabila ia mengingatnya [HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadist yang lain:

Dari Qais kakek Sa’ad [diriwayatkan] bahwa ia shalat Subuh bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia bangun lagi shalat dua rakaat, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah dua rakaat ini? Ia menjawab: Wahai Rasulullah, itu adalah shalat sunnah fajar dua rakaat yang tadi belum sempat aku mendirikannya, maka dua rakaat itu yaitu tadi. Ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendiamkannya [HR. Ibnu Khuzaimah].

Adapun untuk shalah sunnah yang ada sebabnya, maka ia boleh dikerjakan di waktu yang terlarang. Seperti shalat sunnah tahiyyatul mesjid, shalat sunnah istisqa’, shalat sunnah qusuf, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah safar, shalat sunnah tawaf, bahkan shalat jenazah yang hukumnya fardhu kifayah.

***

Rasulullah Saw juga pernah melaksanakan shalat sunnah di waktu terlarang, disebabkan karena beliau saat itu sedang sibuk melayani umatnya. Sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan:

Baca Juga  Bolehkah Menikah Beda Agama?

Dari Ummu Salamah [diriwayatkan]: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua rakaat setelah Ashar, dan beliau bersabda: Orang-orang dari (kabilah) Abdul Qais telah menyibukkanku dari shalat dua rakaat tersebut setelah Zhuhur [HR. al-Bukhari].

Adapun shalat sunnah tawaf, boleh dikerjakan kapan saja, bahkan di waktu terlarang. Disebutkan dalam hadits berikut ini:

Dari Jubair bin Muth’im [diriwayatkan] bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Hai Bani Abdu Manaf, janganlah kalian melarang seseorang tawaf di Ka’bah ini dan shalat waktu kapanpun ia berkehendak, baik malam atau siang [HR. para pengarang Sunan dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan at-Tirmidzi).

Sedangkan dalil untuk shalat sunnah wudhu, sebagaimana dalil di bawah ini:

Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] ia berkata: Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bilal tatkala shalat Subuh: Hai Bilal ceritakan kepadaku amalan yang telah kamu kerjakan yang paling kamu harapkan manfaatnya di dalam Islam, karena sungguh aku mendengar suara kedua sandalmu malam ini di hadapanku di dalam surga. Bilal menjawab: Wahai Rasulullah, saya tidak mengetahui amalan di dalam Islam yang lebih saya harapkan lebih dari bahwa saya tidak bersuci dengan sempurna baik pada waktu malam maupun siang melainkan saya shalat karenanya untuk Tuhanku seberapa banyak yang telah ditentukan untukku bershalat [HR. Ibnu Khuzaimah].

Kesimpulan

Dapat kita simpulkan, bahwa tidak ada larangan untuk mendirikan shalat fardhu dan shalat sunnah yang ada sebabnya pada lima waktu yang dilarang mendirikan shalat di dalamnya. Namun, yang dilarang adalah melaksanakan shalat sunnah tanpa adanya kendala maupun sebab.

Sumber: Fatwa Tarjih & Majalah Suara Muhammadiyah, No. 15, 2018

Editor: Saleh

Avatar
1333 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang HTI

2 Mins read
Pemerintah Indonesia resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 19 Juli 2017. Dengan pencabutan status tersebut, HTI resmi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *