Perspektif

Maaf ke Buya Syafii: Pasca Tsunami Politik Menerpa Muhammadiyah

2 Mins read

Jika kemarin kami khilaf maafkan kami. Tapi jangan hukum Persyarikatan ini karena kesalahan kami

Sebenarnya hari ini saya telah menyelesaikan tulisan yang saya beri judul ’Tsunami Politik Menimpa Muhammadiyah’ yang menurut saya sangat bagus. Tulisan itu berbicara tentang prilaku dan ghirah politik warga Muhammadiyah pada saat Pilpres 2019–dan implikasi nya pasca Pilpres

Hampir semua tahu bahwa sebagian besar warga Muhammadiyah mendukung Prabowo-Sandi,  pilihan yang didasar atas iman dan Islam, sebagai wujud nahi munkar. Siapapun yang berbeda,  dianggap munafik dan kafir, Hizbullah dan Hizbus Syaithan. Ketika yang didukung berbalik mendukung lawan, gelombang politik pun berbalik arah meski saya tidak mengatakannya. Tapi karena saya menjaga suasana kebatinan warga Muhammadiyah, maka tulisan itu tidak jadi saya upload.

Sengaja pula saya memilih tema Buya Syafii Maarif. Sebab beliau adalah orang yang paling ‘menderita’ saat Pilpres karena kebetulan dianggap beda pilihan. Buya di-bully, direndahkan, dan berbagai sangkaan buruk lainnya di timpakan padanya oleh kader-kadernya sendiri. Tak sedikit fitnah bahkan perkataan tak patut beliau terima dengan lapang hati. Pilpres yang sangat melelahkan, mengubur keadaban, dan kesantunan terhadap orang tua.

Siang itu, usai Jumatan di masjid Nogotirto,  terasa istimewa sekali bagi saya. Dua ulama besar di negeri ini bertemu, saling memeluk melepas rindu. Dua ulama sepuh Kiai Musthafa Bisri dari Rembang yang lebih dikenal Gus Mus berkunjung ke kediaman Prof. Dr. Syafii Maarif yang akrab dipanggil Buya Syafi’i. Datang tanpa pengawalan, ber-acara tanpa protokoler.

Tiada yang istimewa kecuali silaturahmi, adab, dan kerendahhatiannya. Saling mengunjungi di tengah kesibukkan yang padat. Gus Mus, usai takziah karibnya di Jogja, menyempatkan rawuh dan saalat Jumat di tempat di mana Buya Syafii tinggal.

Baca Juga  Meraih Kemerdekaan dengan Tiga Kecerdasan

Hikmah Yang Dapat Dipetik

Berbagai hikmah bisa kita ambil dari dua ulama bersahaja itu. Di tengah kelimun politik yang melahirkan disparitas di kalangan umat, keduanya tetap teguh ditengah. Meski berbagai caci dan maki harus beliau terima. Kedua ulama sepuh itu Ingin menempatkan agama pada posisi mulia. Tidak menjadikannya alat pemanis para jurkam untuk mendulang suara atau kemuliaan seseorang atau sekelompok yang mengaku paling membela agama dengan menafikkan yang lain.

Ini ujian terberatnya. Resiko ‘dilawan’ teman sendiri, diragukan imannya dan tuduhan-tuduhan lain yang keji karena beda pilihan dalam politik. Politik telah membuat sebagian kita gelap mata. Menganggap siapapun yang berbeda pilihan politik sebagai lawan yang harus enyah.

Buya hanya ingin memposisikan Muhammadiyah sebagai guru bangsa dan tenda besar yang merawat puluhan manhaj dan idelogi yang berserak, agar tidak bertengkar karena urusan kekuasaan. Politik hanyalah washilah bukan tujuan. Tapi ini jalan terjal dan butuh banyak martir. Buya salah satunya.

Tak ada salah dengan jihad politik. Tiada keliru tegakkan syariat Islam. Tak ada cela melawan ketidakadilan dan kemunkaran lainnya. Tapi akhlak karimah tiada duanya. Tak patut berkata kasar lagi keras. Apalagi dengan saudara sesama iman.

Di usia tuanya, Buya masih aktif menulis dan memastikan majalah dua mingguan Suara Muhammadiyah tetap terbit. Ia juga sebagai pengurus takmir masjid nogotirto samping rumahnya,  ketua renovasi gedung Mu’allimin yang dia cintai, dan mengelola Maarif Institut, tempat para cendekiawan muda asuhannya mengasah ilmu. Inilah pesan moral dari orang tua di tengah kelimun para hedon dan uportunis. Buya seperti hendak mengatakan bahwa ber-Muhammadiyah itu bersahaja, tidak gumunan, dan tetap bisa beramal untuk Persarikatan tanpa mengenal usia. Tak tau mengapa saya ingin memeluknya erat dan menumpahkan semua keluh.

Baca Juga  Dakwah Virtual dan Peran Milenial dalam Masa New Normal

Salam ta’dzim. .. guru .. ..???

 

@nurbaniyusuf

Komunitas Padhang Makhsyar

Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds