Inspiring

Malik Ahmad: Kader Muhammadiyah di Masa PDRI

3 Mins read

Ketika menyebut nama Malik Ahmad, warga Muhammadiyah yang telah berumur 50 tahun ke atas, akan teringat pada sosok pemberi kuliah tauhid, penolak asas tunggal Pancasila, dan setia mendampingi K.H AR Fachruddin selaku Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Namun, tidak banyak warga Muhammadiyah yang mengetahui sisi lain laki-laki kelahiran Nagari Sumanik Afdeling Tanah Datar tahun 1912 itu. Malik Ahmad merupakan kader Muhammadiyah dengan peran penting di masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Sejak tahun 1936 sampai awal kemerdekaan, Malik Ahmad merupakan staf pengajar di Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang. Pada tanggal 25 Desember 1945 Malik Ahmad dan Duski Samad (adik dari Buya Sutan Mansur) membentuk barisan pemuda yang dikenal dengan nama Hizbullah.

Anggota laskar umumnya berasal dari murid-murid Kauman Padang Panjang. Sedangkan perwiranya adalah seluruh staf pengajar. Komandan Hizbullah yang diangkat masa itu ada-lah Syamsudin Ahmad. Untuk barisan wanita dinamakan Sabil Muslimat yang dipimpin Syamsiah Syam dan wakilnya Asyura.

Malik Ahmad: Kader Muhammadiyah di Masa PDRI

Sebagai bentuk penghargaan atas partisipasi tokoh-tokoh Muhammadiyah, mereka diamanahi jabatan strategis baik di pemerintahan maupun militer. Marzuki Yatim terpilih sebagai Wakil Ketua KNI Sumatera Barat. Sementara itu Saalah Yusuf Sutan Mangkuto diangkat jadi Bupati Solok, Oedin sebagai Bupati Rengat, termasuk Malik Ahmad (Panji Masyarakat November 1993).

Pada tahun 1947 Malik Ahmad dilantik sebagai Wakil Kepala Jawatan Sosial Sumatera Barat, mendampingi Bagindo Moh. Thahar asal Pariaman. Sejak masuk dalam birokrasi pe-merintahan, jenjang karirnya makin cemerlang. Menjelang Agresi Militer II, Malik Ahmad dilantik sebagai Wakil Bupati Militer 50 Kota, mendampingi Saalah Yusuf Sutan Mangkuto (Sufyan, 2014). Kondisi darurat pada masa PDRI, mendorong Malik Ahmad mengungsikan isteri dan anak-anaknya ke Talago VII Koto, Kabupaten Limapuluh Kota.

Baca Juga  Djamiaat Dalhar, Bintang Sepakbola HW yang Mampu Bobol Gawang Timnas Yugoslavia

Ketika pusat PDRI  pindah ke Koto Tinggi, berdasarkan Instruksi No.1 Gubernur Militer Sumatra Tengah Mr. Sutan Moh. Rasjid tanggal 13 Januari 1949, Malik Ahmad diserahi tugas memimpin bagian perburuhan dan sosial. Selain itu, Malik Ahmad mengurus ke-perluan pengungsi selama masa darurat. Juga mengurus pejabat PDRI di Koto Tinggi (Kementerian Penerangan, 1953).  Tugas yang  diserahkan pada Malik Ahmad, tampaknya berdasarkan job yang pernah ia geluti, semasa menjabat Wakil Kepala Jawatan Sosial Sumatera Tengah.

Di tengah situasi darurat di Koto Tinggi, Malik Ahmad tergabung dalam rombongan Gubernur Militer Sumatra Tengah. Bahkan, sewaktu rombongan PDRI masuk ke hutan belantara hingga ke Bidar Alam, Malik Ahmad ikut mendampingi Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Setahun setelah PDRI, tahun 1950 Malik Ahmad dilantik sebagai Kepala Jawatan Sosial Sumatra Tengah.

Setelah pemulihan kedaulatan Republik Indonesia, pada 1951 Malik Ahmad beserta staf Kantor Jawatan Sosial Sumatera Tengah berkantor di Padang. Dalam usahanya merekrut pegawai di lingkungan Jawatan Sosial Sumatera Tengah, Malik Ahmad lebih mengutamakan kader Muhammadiyah yang kompeten, salah satunya Hasan Byk Datuk Maradjo.

“Sebagai realisasi pembentukan Sumatera Tengah, Saya yang sebelumnya bekerja  di PDK Sumatera Barat, kemudian dilebur ke dalam PDK Sumatera Tengah. Tapi kemudian ditarik oleh Buya Malik masuk ke Jawatan Sosial Sumatera Tengah.” (Sufyan, 2014).

Kiprah Malik Ahmad di Jawatan Sosial

Dalam tugas hariannya, Malik Ahmad dibantu beberapa staf utama. Pertama, Sidi Muhammad (Kepala Bagian Perbaikan Masyarakat) berasal dari Partai Sosialis Indonesia. Dalam pekerjaan sehari-harinya didampingi oleh Hasan Byk Datuk Maradjo (Masyumi). Tugas bagian ini adalah meningkatkan mutu dari sumber daya manusia.

Kedua, Abdullah (Kepala bagian asistensi sosial) berasal dari Partai Komunis Indonesia. Dalam pekerjaan sehari-hari dibantu Oman Zakaria (Masyumi). Tugasnya untuk memberikan bantuan serta mengurus korban perang dan fakir miskin.

Baca Juga  Von Goethe, Sastrawan Jerman Pengagum Nabi Muhammad

Ketiga, M. Louth Hasan (Kepala Bagian Bimbingan Sosial) berasal dari Partai Masyumi. Dalam pekerjaan sehari-harinya dibantu AK. Datuk Gunung Hijau (Masyumi). Tugasnya untuk memberikan penerangan kepada masyarakat melalui media massa, Majalah Mesra.

Dari organisasi kerja Jawatan Sosial Sumatera Tengah, cenderung berbau politis. Suasana ini tidak lepas dari kondisi masa demokrasi liberal di mana kantor-kantor pemerintahan diisi kader dari partai politik. Demikian halnya dengan Kantor Jawatan Sosial Sumatera Tengah yang dipimpin Malik Ahmad. Hal ini tampak dari kontrol kinerja terhadap bawahan yang berbeda ideologinya.

Secara umum tugas Jawatan Sosial pada masa itu antara lain: membina masyarakat, mengurus fakir miskin, mengurus orang terlantar, dan mengurus perlengkapan perang, dan membiayai korban perang. Malik Ahmad pada masa kepemimpinannya aktif turun ke daerah-daerah untuk mendengar masalah-masalah sosial yang dialami masyarakat.

Pada masa kepemimpinan Malik Ahmad inilah Muhammadiyah Daerah Sumatra Tengah diuntungkan. Seluruh bantuan sosial yang dibutuhkan amal usaha sosial Muhammadiyah seperti panti asuhan dan PKO cepat diresponnya.

Sepak Terjang Membangun Amal Usaha Muhammadiyah

Mas’oed Abidin dalam sebuah manuskripnya berjudul Muhammadiyah Gerakan Aqidah dan Dakwah menuturkan bagaimana respon dan tanggapan Malik Ahmad saat berkunjung ke Panti Asuhan Muhammadiyah Garegeh.

Pada tahun 1950an, menurut Mas’oed, Malik Ahmad sidak ke Panti Asuhan Garegeh dan bertanya tentang keadaan anak-anak di sana. Mendengar pertanyaan Malik Ahmad, pengelola panti menceritakan bantuan panti asuhan macet. Mendengar jawaban itu, Malik Ahmad langsung menanggapinya dan mengantar bantuan ke panti asuhan.

“Dengan sedikit tergopoh-gopoh pengelola panti asuhan yatim Muhammadiyah ini pulang dengan sebuah tugas mengumpulkan keluarga dan kerabat. Selang beberapa lama A. Malik Ahmad datang di Panti Asuhan Yatim yang menjadi amal usaha persyarikatan ini.” (Sufyan, 2014)

Baca Juga  Al-Ghazali dan Banalitas Intelektual

Di tengah kesibukannya sebagai Kepala Jawatan Sosial Sumatera Tengah, Malik Ahmad tetap diamanahi memimpin Majelis Pendidikan dan Kebudayaan (MPK) Muhammadiyah Sumatera Tengah. Keberhasilannya dalam mengembangkan amal usaha Muhammadiyah menuai pujian.

Pada Konferensi Muhammadiyah ke-26 tahun 1951 di Lubuk Alung, Saalah Yusuf Sutan Mangkuto memuji pengembangan amal usaha pendidikan 141 TK, 74 SD, 112 Madrasah Ibtidayah, 74 MTs, 18 MA, 32 SMP, 14 SMA di samping Sekolah Guru Agama A, Sekolah Guru B Muallimin, SPKA telah melebihi sekolah negeri-negeri pada masa itu (Haluan tanggal 19 Desember 1951).

 

*) Fikrul Hanif Sufyan, Pemerhati Sejarah Lokal dan Ketua Litbang PUSDAKUM Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat

Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds