Inspiring

Peace Generation: Menyebarkan Perdamaian dengan Asyik dan Gembira

3 Mins read

Sabtu sore sebelum pandemi.

“Coba tebak apa cita-cita masa kecil teman kalian!” tanya fasilitator.

Saat itu kami bersepuluh sedang duduk berpasang-pasangan. Tapi setiap pasangan saling membelakangi. Bermodalkan sticky notes dan bolpen, kami menebak-nebak lima hal tentang kehidupan pribadi pasangan kami.

“Coba tebak siapa nama bapak teman kalian!”

Dan seterusnya.

Setelah lima pertanyaan selesai, jawaban dicocokkan. Rupanya, di training itu, yang nilainya paling baik adalah yang benar satu soal, sementara empat soal lain salah. Mayoritas dari kami salah semua.

Seperti itulah realita kehidupan kita. Kita, sejatinya, tidak benar-benar mengenal orang lain di sekitar kita. Tidak benar-benar memahami orang lain, bahkan mereka yang kita anggap teman. Selalu ada ruang dalam diri teman kita yang tidak bisa kita lihat dan dengar secara proporsional.

Apalagi orang lain yang bukan teman. Barangkali hanya bertemu sepintas di pasar atau di minimarket. Atau hanya melihat sepintas melalui citra yang ia bangun di media sosial. Atau citra yang dibangun oleh orang lain terhadap seseorang. Padahal, Anda sudah tahu: citra di media sosial itu bisa jadi sangat jauh berbeda dengan realitanya.

Sri Rejeki, teman saya di kampung, suka share meme lucu. Padahal, dia sebenarnya pendiam. Tak bisa keluar satu katapun dari mulutnya humor-humor yang lucu. Jangankan lucu, yang membuat Anda senyum sedikit saja tidak.

Temannya Sri, Lastri, pernah dimarahin orang gara-gara foto di media sosialnya tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Salah siapa percaya sama media sosial.

Sebelum media sosial lahir ke atas muka bumi, kita sudah sulit mengenali orang lain. Kenal sih kenal. Tapi ketika diperdalam, nyatanya tidak benar-benar kenal. Media sosial hadir untuk membuat perkenalan dan koneksi antar orang itu jadi semakin kabur dan penuh citra yang kadang benar tapi lebih sering tidak benar.

Baca Juga  Syed Ameer Ali: Mengembalikan Semangat Rasionalisme Islam

Ketidakkenalan inilah yang menjadi pabrik bagi prasangka. Prasangka lahir dari tidak kenalnya kita terhadap orang yang kita beri prasangka. Prasangka adalah makhluk yang diturunkan Tuhan ke muka bumi untuk memecah belah kehidupan manusia.

Lalu bagaimana cara menghilangkan prasangka seperti mengusir kecoa dari kamar? Caranya adalah dengan semakin memperkuat pemahaman kita akan orang lain. Inilah salah satu pesan yang ingin disampaikan oleh training di atas. Training itu diselenggarakan oleh Peace Generation.

Peace Generation adalah sebuah lembaga pendidikan perdamaian yang telah belasan tahun menyebarkan virus-virus perdamaian. Peace Generation fokus pada pengembangan pelatihan perdamaian, media pembelajaran perdamaian, dan kegiatan kampanye serta aktivasi konten perdamaian. Peace Generation berkomitmen untuk menyebarkan perdamaian dengan cara-cara yang ceria melalui media kreatif.

Training di atas adalah contoh. Bagaimana sebuah argumen tidak hanya disampaikan secara oral. Tapi disampaikan melalui permainan, kartu, simulasi, video, lagu, dan diskusi. Lengkap sekali. Dengan metode yang beragam itu, peserta training bisa benar-benar meresapi nilai yang disampaikan.

Bahkan, di berbagai training Peace Generation, tak jarang panitia harus menyiapkan tisu untuk mengusap air mata yang bercucuran dari mata peserta.

Pendirinya, Irfan Amalee, memang pengamat dunia anak-anak. Sejak muda ia aktif menulis buku untuk anak-anak dan remaja. Ia kemudian dipercaya sebagai direktur Pelangi Mizan. Perusahaan di bawah Mizan yang fokus menerbitkan buku anak-anak.

Maka, training Peace Generation didesain tidak seperti training zaman dulu. Trainingnya didesain untuk anak muda. Fasilitatornya juga anak muda. Konten-kontennya juga segar. Materi dikemas dengan kemasan yang eye catching.

Contohnya, 12 Nilai Dasar Perdamaian (NDP). 12 NDP adalah nilai dasar yang diajarkan oleh Peace Generation untuk menyebarkan perdamaian. 12 nilai tersebut antara lain:

  1. Aku Bangga Jadi Diri Sendiri
  2. No Curiga No Prasangka
  3. Beda Kebudayaan Tetap Berteman
  4. Beda Keyakinan Nggak Musuhan
  5. Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Manusia
  6. Kaya Nggak Sombong, Miskin Nggak Minder
  7. Kalau Gentlemen Nggak Usah Ngegeng
  8. Semua Istimewa Semua Berharga
  9. Konflik Bikin Kamu Dewasa
  10. Pake Otak Jangan Pake Otot
  11. Nggak Gengsi Ngaku Salah
  12. Nggak Pelit Memberi Maaf
Baca Juga  Abdul Kadir dan Fachrodin: Kisah Ramuan Obat dari Tembakau

Dari pemilihan diksinya saja, kita sudah bisa menilai. Bahwa kemasan menjadi hal yang penting bagi Peace Generation. Peace Generation mengemas seluruh trainingnya dengan kemasan khas anak muda.

Peace Generation fokus pada isu perdamaian. Ia mengajak anak muda di seluruh Indonesia, bahkan di dunia, untuk mewujudkan perdamaian mulai dari dalam diri sendiri. Dengan menciptakan perdamaian, konflik antar agama, antar suku, dan antar kelompok dapat dihilangkan seperti hilangnya noda baju setelah dicuci bersih di tempat laundry yang mahal tarifnya.

Tak hanya melalui training, Peace Generation juga menyebarkan damai melalui boardgame. Jika Anda main boardgame untuk senang-senang saja, Peace Generation mengajak Anda bermain boardgame untuk hiburan sekaligus edukasi pada saat yang sama.

*) Artikel ini diproduksi berdasarkan hasil kerjasama IBTimes dengan INFID.

Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *