Tarikh

Masa-Masa Islam Awal (3): Konsolidasi Paham Sunni

3 Mins read

Kelompok Syi’ah pada masa Islam Klasik semakin merebak karena dukungan mereka terhadap ahl bait secara membabi buta dan kemunculan para Imam yang dianggap suci. Maka, perlu adanya counter paham baru dalam urusan religio-politik pada masa Islam awal. Kelompok tersebut dikenal sebagai Sunni. Kelompok ini yang sampai sekarang menjadi counter politik kelompok Syi’ah dan pengikutnya paling banyak dalam kelompok sekte Islam.

Di akhir-akhir kekuasaan Umayyah, gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat umum mulai mapan. Termaksud dalam kelompok ini adalah sekte yang memberikan perhatian lebih dalam masalah teologi dan mistik atau tasawuf. Tapi, di atas segalanya adalah perhatian mereka terhadap hukum Islam. Dari aspek hukum, gerakan ini dapat digambarkan sebagai perguruan aliran hukum dengan model yang lama.

Banyak sekali gerakan keagamaan pada masa Abbasiyah yang mendukung usaha-usaha Bani Abbasiyah. Pada saat berkuasa, Bani Abbasiyah memberikan beberapa pengakuan terhadap disiplin ilmu yang baru lahir. Yakni, disiplin hukum Islam dan memberikan tempat terhadap sistem peradilan mereka. Pada saat bersamaan, mereka mengekang kemandirian mereka dalam berpikir untuk mecari cara pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, pemerinatah Abbasiyah melakukan penekanan kepada aliran “perguruan aliran itu” guna menemukan patokan-patokan bagi penyatuan pendapat dan persetujuan.

Mempopulerkan Sunah Nabi

Salah satu hasil penekanan itu ialah menggalakkan gerakan guna memberikan status khusus terhadap Sunah Nabi. Dengan begitu, beberapa gerakan mengajar menggunakan sistem keabsahan dengan menunjuk kepada kisah megenai perilaku yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Gerakan mengajar ini menjadi alat propaganda politik kaum Sunni untuk melegalkan posisi mereka di mata sang khalifah. Tidak hanya itu saja, kelegalan pengajaran terhadap Sunah Nabi untuk mengantisaipasi versi Kristen yang sedang merebak pada saat itu.

Baca Juga  Islam Toleran: Kisah-Kisah Toleransi di Masa-Masa Awal Islam

Dengan begitu, para sarjana-sarajana Muslim mengambil inisiatif yang tepat untuk meng-counter paham demikian dengan cara-cara metodis yang dasarnya ialah setiap hadis harus didukung oleh suatu sanad atau rangkain rawi.

Pada pertengahan abad ke-9, banyak sekali hadis-hadis sahih ini dijadikan sebagai rujukan hukum, terutama hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sedangkan yang lain, dengan susunan yang berbeda akan memberikan tambahan kisah perilaku Nabi dengan perawi yang lain.

Karen Armstrong menyebutkan bahwa penyampaian semacam demikian, melegal-formalkan Sunah Nabi kepada orang-orang Islam di seluruh dunia dengan cara yag tak pernah disangka oleh Nabi Muhammad dan para rasyidun adalah penyampaian Sunah Nabi yang bersifat politis bukan bersifat dakwah Islam (Karen Armstrong, 2002: 93).

Telaah kritis ini bukannya tanpa dasar, pasalnya, pengkodifikasian hadis pada masa itu dilakukan oleh kelompok tertentu yang ingin melegal-formalkan ajaran Nabi dalam salah satu sudut pemerintahan Abbasiyah.

Pengukuhan kaidah-kaidah hadis sahih dapat ditinjau dari sudut pandang yang lain. Dari segi sudut pandang ini merupakan pergulatan antara paham Syi’ah dan paham Sunni. Kini,  pandangan keagamaan dan pandang politik kuam Sunni didukung oleh lembaga doktrin yang dikatakan baik, dan dengan demikian memperkuat posisi terhadap saingan atau lawan mereka. Bagaimanapun perubahan kebijaksanaan yang ditetapakan pada awal pemerintahan al-Mutawakkil (847-861) jelas berkaitan dengan kondolidasi paham Sunni.

Konsolidasi Paham Sunni

Selain itu, penyususnan kaidah-kaidah tentang hadis resmi merupakan bagian dari sejarah poisisi ulama Sunni pada kekhalifahan. Adanya disiplin semacam demikian, menandakan suatu profesionalisme. Karena dengan demikian, menjadi relatif mudah dalam menilai siap yang ahli mengenai riwayah hadis dan siapa yang tidak. Rupanya, adanya kaidah-kaidah resmi itu memudahkan param ulama dalam menghadapi tekanan yang diberikan oleh pemerintah yang sah.

Baca Juga  Dialog Sunni dan Syiah dalam Tradisi Keagamaan di Indonesia

Pada mulanya, ada sebagian orang Sunni yang bersimpati dengan kelompok Syi’ah, tetapi karena penegasan kelompok Syi’ah terhadap Ali yang menegaskan sebagai Imam pengganti setalah Nabi Muhammad, memkasa mereka untuk menganggap bahwa para sahabat Nabi tidak dapat dipercaya sebagai penyampai atau penyebar hadis dan mereka membuat kumpulan hadi sendiri serta sering memasukkan imam-imam Syi’ah sebagai perawi hadis. Dengan begitu, bagi Sunni bukan hanya saja masalah hadis sahih, tetapi juga bekaitan dengan dogma (W. Montgomery Watt, 1987:93).

Dogma yang paling dikenal sepanjang sejarah Islam ialah tentang sifat Al-Qur’an sebagai bukan ciptaan dan sifat kekalnya Al-Qur’an. Kejadian ini dikenal dengan inquisition (Mihnah), terjadi pada masa khalifaha al-Ma’mun (813-833) yang memaksa para pejabat serta ulama harus tunduk dan patuh mengakui Al-Qur’an adalah ciptaan. Ulama Sunni, sebut saja Ahmad bin Hambal, menolak dengan tegas dogma yang dijalankan oleh pihak pemerintah, bagaimanapun pendidirian dan sikap Ahmad bin Hambal menjadi perhatian gerakan Sunni.

Masa selanjntunya pada Mazhab Hanafi, pendukung aliran dari Abu Hanifah yang terkenal karena keberaniannya “akal” dan menggunakan analogi dalam menyelesaikan suatu masalah. Namun pemikiran Madzhab Hanafi mengggunkan metode rasional dalam mengistinbatkan hukum tidaklah terlalu ketat. Ini menjadi badan pusat dibagian yang lain yang sejalan dengan kuam Sunni lainnya, yang menentukan posisi dogma kuam Sunni.

***

Berkembangnya waktu antara paham satu dengan yang lainya, baik soal pemamahan terhadap Al-Qur’an, Sunah, fikih, teologi saling beraitan satu dengan yang lain. Ditambah keempat mazhab Sunni adalah mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang keabsahannya sama menjadi penguat bagi basis politik kaum Sunni. Karena setiap seorang Muslim, menganut salah satu paham fikih tersebut dipastikan mereka seorang Sunni. Dan ini adalah konsolidasi paham Sunni yang terorganisir secara baik dan sulit ditiru oleh paham keagamaan lainnya.

Baca Juga  Mereka yang Syahid di Padang Karbala dan Para Pembunuhnya

Ternyata, konsolidasi semacam demikian berjalan sepanjang sejarah peradaban Islam, tidak terkecuali di zaman modern seperti sekarang ini. Kelompok Sunni akan menggerakan kekuatan basis massa mereka untuk melawan pemerintah yang bersifat sewenang-wenang yang abai terhadap kepentingan rakyatnya.

Namun, puncak dari paham Sunni terletak pada imam Asy’ari yang membelot dari Mu’tazilah, seperti apa sepak terjang imam Asy’ari dalam menyebarkan paham Sunni dan sepak terjangnya dalam ranah politik, akan diulas dalam edisi berikutnya.

Editor: Yahya FR

Raha Bistara
2 posts

About author
Mahasiswa Pascasarajana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *