Perspektif

Begini Cara Bertahan Menghadapi ‘a New Normal’

2 Mins read

New normal—Kemarin seorang teman menawarkan masker kain. Saya memesannya beberapa helai.  Selain ‘nglarisi konco’, saya pikir masker kain adalah barang yang akan selalu dibutuhkan saat ini. Sejak anjuran memakai masker diberlakukan penjualan masker semakin meningkat, kita bisa menemui di mana-mana mulai dari warung pinggir jalan sampai setiap toko dan emperan.

Tak heran jika beberapa orang mengubah usahanya untuk berjualan masker. Menurut Prof. Rhenald Kasali, pasca corona virus ini berakhir, akan memunculkan jenis-jenis usaha baru yang semakin benderang, seperti usaha makanan, alat kesehatan, dan suplemen kesehatan.

Dengan adanya gelombang krisis yang diakibatkan oleh COVID-19 mulai dari sektor kesehatan, ekonomi, dan sosial budaya akan memunculkan perilaku-perilaku baru yang tadinya tidak biasa menjadi biasa. Ross Harding dalam acara TED Talk XHamburg setahun yang lalu ynag diunggah dalam channel YouTube pada 16 Juli 2019 lalu menyebutnya ‘a new normal’ untuk mendefinisikan perilaku baru manusia masa kini yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap teknologi. Kendati sudah pada 2019 lalu,  ia mempresentasikan tentang ‘a new normal’ tapi tanpa disadari sekarang dunia sudah berada di ‘a new normal’ ini. Adanya himbauan untuk menjaga jarak dan stay at home mendorong manusia memiliki ketergantungan pada teknologi yang lebih tinggi.

Sejak virus korona pertama diumumkan pada Maret lalu, orang-orang menjadi lebih aware pada dirinya. Ada yang berbondong-bondong memeriksakan diri sampai sikap paranoid yang berakhir pada kungkungan ketakutan akan tertular virus. Sebagian masyarakat dan beberapa ahli, juga menganjurkan opsi lockdown pada pemerintah agar penyebaran virus dapat dikendalikan.

Kini korban virus korona masih terus bertambah, sampai Minggu (16/5) tercatat sejumlah 17.000 lebih kasus positif korona yang tersebar di seluruh tanah air. Setelah berjibaku dengan berbagai percobaan kebijakan, di hari yang sama pemerintah meminta masyarakat berdamai dengan korona.

Baca Juga  Tahun 'Serba Nyaris' 2019

***

Presiden mengungkapkan karena belum diketemukannya vaksin dan kondisi tidak menentu COVID-19 akan sampai kapan, pemerintah meminta masyarakat untuk tetap produktif di masa pandemic. Beliau mmenjelaskan agar protokol kesehatan selalu diingat oleh mereka yang harus keluar rumah untuk bekerja, sedangkan yang memungkinkan dilakukan dari rumah maka untuk tetap di rumah. Lebih kurang begitulang penjelasan Pakdhe dikutip dari Kompas.

Sebagai warga biasa saja konsep ‘a new normal’ itu sebenarnya sudah amat sering dilakukan oleh orang-orang kecil seperti kami ini, dari hal-hal sederhana mulai dari makan, karena uang hanya pas buat beli nasi angkringan akhirnya keinginan menggebu-gebu makan Nasi Padang kita kesampingkan dulu. Tak hanya urusan perut tapi juga tempat tinggal, karena mau beli rumah mahal jadi cukup ngontrak yang setiap tahun harga sewanya naik.

Bangsa kita ini sebenarnya adalah bagsa yang ‘nriman’ memang, hal ini dibuktikan dengan kecepatannya menyesuaikan dengan keadaan, katanya ‘the power of kepepet’. Mungkin di masa pasca pandemik bangsa kita ini juga akan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Menggunakan masker ke mana-mana akan menjadi hal biasa, keran cuci tangan sepertinya juga akan menjadi konsep wajib dalam pembangunan hunian.

Menghadapi ‘a new normal’ sangat diperlukan adalah kemampuan kecepatan adaptasi dan inovasi agar bisa survive. Dalam teori fungsionalis Parsons, dijelaskan ada empat tahapan agar manusia dapat bertahan hidup dari berbagai perubahan.

Pertama, adaptasi (Adaption) bahwa manusia harus bisa menanggulangi segala bentuk perubahan dari luar dirinya,

Kedua, goal attention atau pencapaian tujuan yang menurut Parsons sangat penting karena sebuah system harus mempunyai tujuan dan bisa didefinisikan.

Ketiga, integrasi (Integration) yaitu sebuah sistem harus dapat mengatur hubungan-hubungan antar komponennya.

Baca Juga  May Day: Menguji Keberpihakan Pemerintah Terhadap Buruh

Keempat, latency, bahwa setiap sistem harus mempunyai fungsi sebagai pemelihara, melengkapi, dan mempebaiki.

***

Sampai sekarang kondisi ‘after covid’ sedang ramai diramalkan oleh para ahli, yang jelas bahwa manusia akan lebih tinggi lagi bergantung degan teknologi adalah suatu hal yang pasti. Di sini dapat dilihat kira-kira usaha apa yang akan bertahan dan harus tersingkir. Pertarungan gagasan sedang terjadi di dunia akademisi, para pakar dan para ilmuwan, apakah ‘after COVID-19’ kita akan kembali seperti sebelumnya atau akan membawa perubahan dan norma baru yang berbeda.

Kita tidak begitu tahu apa yang mereka perdebatkan bahwa yang jelas para ilmuwan ini yang akan membentuk kebudayaan kita. Asal urusan perut tetap terjaga dan keamanan terjamin sebagai rakyat kecil saya rasa adaptasi kami adalah dengan lebih memperdulikan kecukupan pangan untuk keluarga daripada resiko tertular COVID-19.

Editor: Yahya FR

Avatar
4 posts

About author
Alumni FAI UMY, tinggal di Yogyakarta. Dapat dihubungi melalui [email protected]
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *