Review

Mengulas Kembali Bahasa Arab dan Literasi Keislaman

4 Mins read

Islam telah meluas, tidak hanya pada aspek sosiologis dan peta kewilayahan. Islam meluas seiring dengan dorongan untuk memperluas pengetahuan. Tak heran, Islam memiliki khazanah keilmuan yang  luas, yang ditulis oleh para ulama. Mereka menulis berbagai macam ilmu keislaman, sains, bahkan hubungan antara sains dan keislaman. Itu salah satu hasil eksplorasi Marshal Hodgson pada bukunya yang terkenal, The Venture of Islam (1997).  

Khazanah keilmuan Islam banyak ditulis dalam bahasa Arab. Kenyataan ini menegaskan bahwa bahasa Arab menjadi pengantar keilmuan, yang sebelumnya dipengaruhi oleh al-Qur’an dan penulisan hadis. Kita bisa melihatnya pada beberapa perpustakaan, toko kitab, dan sumber digital.

Berkat perkembangan teknologi informasi, khazanah yang berbentuk manuskrip (مخطوطة) dan kitab dalam kertas, dapat dikonversi pada bentuk file, sehingga memudahkan pemerhati, pelajar, dan para ulama hari ini dalam mengakses sumber tersebut. Kita dapat melihat mengakses, dan mengunduh pada beberapa situs yang kredibel seperti al-waqfeya, al-misykat, juga yang lainnya.

Bukti fisik dan transfer pengetahuan pada khazanah ini, selamanya tidak bisa dipisahkan dari teks dan medan makna penuturan bahasa Arab. Terlebih, ketika membaca literatur klasik yang jumlahnya-mungkin-mencapai jutaan judul dan jilid.  Bahasa Arab dalam hal ini menjadi bahasa al-Quran dan hadis, begitu pula menjadi bahasa pengantar keilmuan.

Khazanah keislaman ini di kalangan pesantren sering disebut dengan kitab kuning. Penguasaan teks khazanah keislaman tersebut dikuatkan dengan pemahaman bahasa Arab yang mumpuni. Penguasaan tersebut menjadi faktor vital dalam memahami turats keislaman, demikian kata Khalid al-Hazimi dalam al-Atsar al-Tarbawi li Dirasah al-Lughah al-Arabiyyah (2014).  

Lebih lanjut, kaitan ini dapat dihubungkan dengan pemahaman keislaman. Pemahaman keislaman melalui piranti bahasa sebagai pengantar keilmuan tak bisa dilepaskan dari kemampuan literasi. Atau literasi keislaman tak bisa terlepas dari penguasaan bahasa Arab.

Makna Literasi untuk Khazanah Keislaman

Pada kajian pendidikan, proses literasi sudah berjalan lama. Transfer materi pelajaran dalam interaksi edukatif guru-murid, kyai-santri, atau untuk meningkatkan pemahaman,  menjadi ruang dalam penguatan literasi. Dihubungkan dengan khazanah keislaman, kemampuan literasi sangat penting. Literasi akan membuka pemahaman terhadap teks yang dibaca.

Baca Juga  Jejak Kafilah Radikalisme di Indonesia

Istilah literasi merupakan serapan dari bahasa Inggris (literacy). Secara bahasa,  literacy  berasal dari bahasa Latin literatus (orang yang belajar). Pada bahasa Latin terdapat kata littera  yang berarti huruf, sistem tulisan konvensi yang mengikutinya, sebagaimana dilansir  pada literasipublik.com (2019). Sejarawan Italia, Carlo Cipolla menyebut literatus pada orang yang dapat membaca, menulis, dan berdialog.  Orang-orang  yang dapat membaca namun tidak bisa menulis disebut sebagai semi-iliterate.

Dalam bahasa Arab, kata literasi  (kata benda/noun)  dipadankan dengan  تَثَقُّف ؛ ثَقَافَة, yaitu state of being able to read and write (pernyataan mengenai kemampuan membaca dan menulis.  Kemampuan literasi dalam bahasa Arab disebut juga sebagai mahw al-umiyyah (محو أمية). Interaksi pendidikan yang berhubungan dengan literasi dipadankan dengan    تعليم القراءة والكتابة. 

Dilangsir dari Teori tentang Emergent Literacy yang digagas oleh professor di Michigan University, Elizabeth Sulzby, menunjukkan bahwa literasi menjadi kemampuan dasar bagi seseorang dalam memahami sesuatu melalui piranti bahasa. Dengan penelitian pada kelompok anak, ia menemukan teori pembentukan pemahaman antar anak melalui bahasa yang diujarkan. Elizabet Sulzby lebih lanjut mengaitkan kemampuan berbahasa dalam komunikasi baik dalam bentuk membaca, berbicara, menyimak, dan menulis.

Literasi, Seperangkat Keterampilan Nyata

Organisasi internasional yang bergerak khusus menangani bidang pendidikan, sains, dan kebudayaan UNESCO memberikan pengertian literasi. Menurut UNESCO literasi sebagai seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh, siapa yang memperoleh, dan bagaimana cara memperolehnya.

National Institute for Literacy menyajikan pemahaman bahwa literasi ditujukan pada kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Pemahaman ini memposisikan literasi secara kontekstual lingkungan, yang tidak hanya terbatas pada membaca dan menulis, tetapi juga merespon lingkungan. (UNESCO, 2015; NIL, 2009)

Baca Juga  Menjadi Penyair: Tidak Harus Jatuh Cinta dan Patah Hati Berkali-kali

Literasi merupakan kemampuan individu untuk menggunakan potensi dan keterampilan yang dimilikinya untuk menjalani kehidupannya.  Pengertian yang diberikan  oleh Education Development Center (EDC) lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Literasi merupakan kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Sejalan dengan kemampuan tersebut, ketika seseorang dapat memaknai literasi, seseorang dapat membaca dunia.

Khazanah keislaman yang ditulis dalam bahasa Arab, tidak serta dapat dipahami langsung sesuai dengan bahasa padanan (Arab-Indonesia). Setiap teks (al-lafzh wa al-jumlah) memiliki struktur dan makna tertentu. Literasi sebagai kemampuan untuk memahami teks Arab menjadi keniscayaan.

Bahasa Arab memiliki karakteristik paparan narasi-deskriptif (النثر), gaya bahasa (الاسلوب), dan stilistika (المعاني والبيان والبديع). Bahkan ditambah dalam bentuk syair (الشعر) dan pembentukannya yaitu القافية dan العروض. Analisis teksnya diperlukan gramatika dan morfologi (النحو والصرف). 

Literasi khazanah keislaman diperlukan keterampilan bahasa Arab. Sebab merupakan instrumen ilmu yang cukup kompleks, terutama untuk kajian tafsir, ushul fikih, fikih, hadis, bahkan informasi keilmuan lainnya. Dalam hal ini, literasi khazanah keislaman memiliki dua sisi.

Pertama, literasi terhadap konten pada sumber rujukan yang dibaca terutama yang berbahasa Arab. Literasi ini berkaitan dengan isi apa yang dibaca, sehingga bisa pahami, disimpan, dan direproduksi. 

Kedua, kemampuan literasi dalam komunikasi bahasa Arab yang berbasis teks. Bahasa Arab menjadi pengantar dalam teks yang dibaca, teks yang dibaca dapat dipahami apabila individu terampil.

Pemahaman terhadap isi khazanah keislaman ini memiliki langkah dua kali dibanding dengan pemahaman yang berbasis bahasa induk (Indonesia). Langkah untuk piranti bahasa Arab disertai langkah untuk memahami teks.  

Ini baru berkaitan dengan literasi dasar dalam arti kemampuan membaca teks. Belum lagi, bila khazanah itu tidak berbentuk teks berbasis kertas.  Khazanah keislaman hari ini diproduksi melalui media berbasis teknologi informasi. Kalau produksi teksnya berbasis media seperti itu, literasi khazanah keislaman memerlukan pemahaman alur produksi teks pada media tersebut. Juga, pada jenis literasi khazanah lainnya, misalnya pada visual,  teknologi informasi, dan perpustakaan.

Baca Juga  Kisah 4.000 Tahun Pencari Tuhan dalam Agama-Agama Manusia

Dalam kaitan ini, bahasa Arab menjadi alat untuk memperdalam literasi khazanah keislaman. Kalau temanya bahasa Arab dengan struktur keilmuannya, maka bahasa Arab menjadi alat untuk mempelajari bahasa Arab sendiri .

Apa Pentingnya?

Bahasa Arab merupakan sumber terpenting dalam memahami al-Qur’an. Dalam ilmu tafsir, bahasa Arab mempunyai urgensi antara lain, mengetahui makna semantik dari ayat al-Quran, dan mengetahui maksud yang terkandung dari ayat tersebut, sebagaimana disebutkan oleh al-Tayyar dalam Tafsir al-Lughawy li al-Qur’an al-Karim (2017).

Ilmu nahwu penting untuk dipelajari. Al-Qur’an, hadis, dan referensi keislaman banyak yang menggunakan bahasa Arab. Sehingga, untuk memahaminya harus mampu menguasai dan mengaplikasikan ilmu nahwu ini. Bagi kalangan pesantren sampai hari ini, Matan al-Ajurumiyah misalnya, ini masih menggaung untuk selalu dikaji. 

Dalam kitab Nazhm al-Ajurumiyah, Syaikh  al-Imrithi (w. 979 H), menulis bait syair yang menjelaskan pentingnya mempelajari tata bahasa.  Menurutnya, ilmu nahwu lebih utama diajarkan pertama kali. Karena pernyataan atau teks  tidak akan bisa dipahami tanpanya. Terdapat kitab kecil yang baik penjelasannya. Berbentuk lembaran yang masyhur, baik di negeri Arab, ‘Ajam, dan Romawi, yang dikarang oleh Ibn Ajurumi.  Untaian makna dari syair ini menegaskan bahwa pengkajian mendalam mengenai literatur keislaman, tidak dapat melepaskan diri dari penguasaan bahasa Arab.Wallahu A’lam.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *