Perspektif

Merdeka dan Hijrah

3 Mins read

Pada bulan Agustus minggu ke-3 di tahun 2020 ini, terdapat dua peristiwa sejarah yang penting untuk diperhatikan. Hari kemerdekaan RI yang jatuh pada tanggal 17 Agustus dan tahun baru hijrah (1 Muharram) yang bertepatan pada tanggal 20 Agustus 2020. Indonesia telah merdeka selama 75 tahun dan tahun hijriah telah memasuki tahunnya yang ke-1442 H. Dua peristiwa ini, tidak hanya memiliki aspek historis. Tetapi, keduanya memberikan sentuhan untuk mengambil ibrah pada setiap peristiwanya masing-masing.

Arti Penting Merdeka

Merdeka berarti terbebas dari penjajahan dan keterbelengguan. Merdeka menjadikan individu bebas untuk melakukan sesuatu tanpa kungkungan. Bangsa ini telah lepas dari penjajahan yang terjadi 75 tahun silam. Bangsa penjajah hilang musnah dari negeri ini, Indonesia merdeka.

Kemerdekan diawali dengan penuh perjuangan, bahkan tumpah darah dan nyawa menjadi taruhannya. Merdeka menjadi hasil yang patut disyukuri. Atas berkat rahmat-Nya, bangsa Indonesia mampu untuk meraih kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan, bangsa ini tidak akan mampu mandiri. Kemerdekaan seakan-akan menjadi jati diri pada sebuah bangsa.

Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang merdeka. Bangsa merdeka, dalam konteks kekinian, terbebas dari penjajahan modern, radikalisme global, intoleransi, reduksi moralitas, dan perilaku korup. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Gus Dur pada tahun 1991 ketika memandu diskusi di Fordem. Kemerdekaan dalam pandangannya, didasarkan pada beberapa unsur utama, sebagaimana dimuat dalam Majalah Aula.

Kemerdekaan dalam Pandangan Gus Dur

Terdapat beberapa unsur utama kemerdekaan, sebagaimana disebutkan di atas. Pertama, kemerdekaan adalah proses menentukan nasib sendiri untuk terbebas dari kesulitan dan hambatan. Negara menjamin dan telah menjadi pernyataan mendasar bahwa pejajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Baca Juga  Hijrah, Kelas Menengah, & Selebriti: Kesalehan atau Komoditas?

Kedua, kemerdekaan merupakan hak mendasar bagi setiap manusia. Kemerdekaan harus dijamin dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Perangkat hidup kebangsaan Indonesia telah disusun dan diimplementasikan sedemikian rupa. Namun, terkadang tindakan sewenang-wenang menjadi ancamannya.

Ketiga, kekuasaan masyarakat dan negara bukan musuh kemerdekaan. Tindakan kesewenang-wenangan dalam penggunaan kekuasaan yang menjadi musuhnya. Kekuasaan masyarakat dan negara menurutnya dapat memperbesar atau mempersempit peluang kemerdekaan. Hal ini sangat tergantung pada susunan dan implementasinya. Kekuasaan dengan tindakan yang tidak baik, tidak hanya menekan masyarakat, tetapi dapat juga mengakibatkan kemiskinan dan kekerasan.

Keempat, ketika kekuasaan masyarakat dan negara berada pada satu tangan, kemerdekaan semakin tidak memainkan peran sebagai kaidah kehidupan bermasyarakat.

Kelima, kekuasaan pada satu tangan akan menyulitkan kemerdekaan untuk bertahan. Kemerdekaan yang tidak berfungsi sinergis dapat dipandang sebagai biang dari kesulitan. Produktivitas melaju lambat. Begitu pula dengan kreativitas masyarakat yang menjadi lemah.

Keenam, kemerdekaan menyuguhkan jaminan persamaan hak bagi manusia. Jaminan ini dapat mencegah resiko kesewenang-wenangan yang cukup tinggi. Kemerdekaan selalu seiring dengan rasa persaudaraan, senasib sepenanggungan, dan persamaan hak. Ketiga mutiara kemerdekaan ini tidak terjadi begitu saja. Ia butuh ramuan untuk dipelihara dan dikembangkan secara simultan.

Terakhir, kemerdekaan akan berfungsi dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghubungkan persamaan hak secara seimbang. Demokrasi, dalam pandangan Gus Dur, dapat menjadi upaya dalam memelihara keseimbangan dalam fungsi kemerdekaan. Pemeliharan terhadap keseimbangan adalah tugas bersama masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pandangan Gus Dur tersebut, mengaitkan kemerdekaan yang dilihat dari aspek sejarahnya. Konstekstualisasi sesuai dengan perkembangan zaman perlu dijadikan refleksi. Bangunan kemanusiaan yang beradab bukan hanya untuk memelihara kemerdekaan. Sejatinya, kemerdekaan dapat menciptakan keadilan dan kemakmuran sosial. 

Baca Juga  Literasi Wajib Dipahami Manusia Era Digital

Hijrah yang Seharusnya

Hijrah bermakna perpindahan. Peristiwa hijrah dihubungkan dengan perpindahan Nabi Saw. dan sahabat dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa ini dijadikan momentum bagi penentuan kalender hijriah dalam Islam, sebagaimana ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Sejarah hijrah berkaitan dengan migrasi Nabi Muhammad Saw. dan sahabat dari satu tempat ke tempat lain, dalam hal ini dari Mekkah ke Madinah.

Hijrah tidak semata-mata pindah tempat. Hijrah sejatinya perubahan dan perpindahan pola pikir dan perilaku. Hijrah dari perilaku tidak baik menjadi lebih baik. Hijrah untuk mengubah pola pikir negatif menjadi positif. Hijrah dari kebodohan menjadi berilmu. Hijrah untuk mengubah diri dari yang tidak merdeka menjadi merdeka, dari malas menjadi cekatan. Dari semangat yang rendah menjadi semangat yang berapi. Hijrah dari pikiran persepsi menjadi berdasarkan ilmu. Hijrah dari jauh dari-Nya menjadi dekat dengan-Nya, serta hijrah-hijrah positif nan substansial lainnya.

Peristiwa hijrah yang telah berlalu 1442 tahun silam, berulang setiap tahun. Sebagian masyarakat, bahkan merayakannya dengan kegiatan syiar. Keberulangan tiap tahunnya mendorong sebagian masyarakat untuk memperingatinya. Hendaknya peringatan tersebut bukan hanya seremonial belaka. Justru, perulangan 1 Muharram mestinya mendorong untuk memperingatkan diri sendiri dan instrospeksi. Hijrah untuk memotivasi diri agar menjadi diri yang lebih baik lagi.

Hijrah berhubungan dengan kemerdekaan manusia. Manusia yang merdeka dari kungkungan dorongan negatif. Hijrah mendorong kemerdekaan akal dan hati dengan pengendalian nafsu.

Editor: Nirwansyah

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds