Tajdida

Mereka Belum Tentu “Salafi”

4 Mins read

Oleh: Afif Amriza Makkawy

Dulu, saat kami nyantri sempat berguru langsung dengan para sesepuh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Seperti Pak Rosyad Sholeh, Pak Mukhlas Abror, Pak Sukriyanto AR, Ust. Syamsul Hidayat dll. Beliau semua ketika mendidik kami tentang kemuhammadiyahan, manhaj dakwah Muhammadiyah, dan tantangan dakwah Muhammadiyah. Belum pernah sekalipun para sesepuh tersebut menyampaikan kehawatirannya tentang pemahaman dan pemikiran sebagian kader maupun pengurus aktif Muhammadiyah. kesehariannya seperti seakan salafi, sejatinya mereka belum tentu salafi.

Muhammadiyah adalah Naungan

Beliau semua justru fokus mendidik kami tentang way of life dalam ber-Muhammadiyah bahwa, “Kita ber-Muhammadiyah bukan untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai tujuan hidup melainkan sebagai wasilah perjuangan dakwah menuju masyarakat muslim yang sebenar-benarnya”.

Masih ingat juga pesan KH. Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Maknanya sangatlah luas, bukan sekedar dimaknai tentang masalah salahkah seseorang mencari dan mendapat gaji atau tidak dari AUM Muhammadiyah, melainkan lebih untuk jangan pernah menjadikan Muhammadiyah sebagai tujuan hidup.

Adalah Ustadz Dr. Syamsul Hidayat guru kami di pondok dalam satu iftitah pembukaannya di acara yang bertajuk pelatihan Ilmu Falak (Hisab) di Auditorium Moch. Djazman yang mengundang berbagai elemen kelompok Islam lainnya pernah menyampaikan satu statement tentang posisi Muhammadiyah di tengah-tengah umat Islam dan kelompok Islam yang ada di Indonesia.

Dengan ciri pembawaan beliau yang tenang, beliau sampaikan, “Menjadi sebuah realita bahwa Muhammadiyah menjadi ‘naungan’ untuk perjuangan kelompok-kelompok Islam manapun, di Muhammadiyah ada kader-kader tarbiyah, ada Jamaah Tabligh, ada kelompok Salafi Haroki, ada Salafi Jihadi, dsb.”

Kita Tidak Perlu Risau Berlebihan

Dari statement tersebut memang Muhammadiyah terkesan terasa dimanfaatkan eksistensinya dan seakan menjadi induk yang menaungi banyak kelompok Islam lainnya. Namun sedikitpun beliau tidak membahas adanya kesan bahaya dari realita itu. Tentu selama gerakan-gerakan kelompok tersebut tidak menjadi “parasit” bagi Muhammadiyah. Juga memiliki prinsip-prinsip dasar perjuangan yang tak berbeda dengan Muhammadiyah.

Baca Juga  Winai Dahlan: Nantikan Kiprah Muhammadiyah di Thailand

Tidak sedikit dari kader Muhammadiyah yang berpenampilan seperti salafi, namun pikiran, hati, pemikiran dan gerakannya selalu ada buat Muhammadiyah untuk agamanya. Ambil saja contoh ke gurunda al-Ustadz Dr. Syamsul Hidayat yang selalu bercelana cingkrang, berjenggot, dan jambang. Siapa yang bisa dan punya alasan untuk men-judge beliau sebagai Salafi? Adakah diantara kita para kader muda Muhammadiyah yang sudah ber-Muhammadiyah seperti beliau?

Kalaupun faktanya memang banyak kader-kader Muhammadiyah yang berpenampilan seperti kelompok Salafi maka sekali lagi kita tidak perlu risau yang berlebihan (lebay).

Begini, kita mesti mengenal mereka “kelompok salafi” dalam tataran praksisnya, jika mereka memang benar sungguh-sungguh ikut salafi dan cenderung mengikuti pemahaman Salafi. Maka kemungkinan terbesarnya adalah mereka tidak akan pernah mau bergelut dalam organisasi atau ormas walau ormas berlabel dakwah.

Sebab bagi mereka berorganisasi dianggap sebuah perkara baru yg diada-adakan yang tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.

Mereka Belum Tentu Salafi

Sebijaknya jika ada kader-kader Muhammadiyah yang berpenampilan ala salaf tapi aktif berorganisasi di Muhammadiyah maka selayaknya mereka patut diberi apresiasi dan disupport untuk terus semangat ber-Muhammadiyah. Bukan malah dianggap seakan-akan “hantu-hantu organisasi” yang mestinya diusir dan diwaspadai eksistensinya. Bagaimanapun penampilan, pemahaman, dan pemikiran mereka, selama mereka tetap mau ber-Muhammadiyah. Mereka belum tentu salafi.

Mereka mempunyai semangat menjaga kemurnian tauhid sebagaimana ajaran KH. Ahmad Dahlan. Juga memiliki sikap berkemajuan dalam hal-hal yang dibolehkan agama dan tidak stagnan. Ditambah tidak kaku dalam masalah-masalah fiqih wa amaliyah dunyawiyah. Maka apalagi yang harus diwaspadai dari mereka?

Di sinilah perlunya support dan diskusi kepada mereka merupakan cara yang tepat ketimbang fokus menjadi peng-gembar gembor “bahayanya” mereka. Faktanya mereka adalah para aktivis Muhammadiyah, namun sadar-tidak sadar sering dianggap kelompok Salafi hanya karena sudut pandang kalian yang cenderung men-judge dari penampilan fisik (simbol Islam), atau mungkin ada agenda lain? Wallahu a’laam.

Kalaupun kemudian yang menjadi masalahnya adalah sebagian dari mereka para aktivis Muhammadiyah yang dituduh Salafi tidak mengambil sebagian fatawa (fatwa-fatwa) Tarjih Muhammadiyah sebagai panduan fikih kehidupan sehari-hari, maka masalah ini adalah masalah yang umum terjad. Selain mereka yg dimaksud, masih banyak kader dan pengurus aktif dan pendidik di AUM Muhammadiyah yang terlihat non-salaf namun tidak ikut fatwa-fatwa Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah (MTT). Contoh satu hal saja tentang haramnya merokok, berapa banyak dari kader-kader Muhammadiyah yang masih lanjut jadi ahlul hisap tanpa mengindahkan himbauan PP Muhammadiyah untuk mengikuti fatwa-fatwa tarjih?

Baca Juga  Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

Dan kalaupun berikutnya yang menjadi masalah adalah masjid-masjid Muhammadiyah dikuasai mereka yang berpenampilan Salaf, bisa jadi itu karena kader-kader yang mengaku berpikir progresif malas untuk berjamaah salat di masjid. Juga tidak menganggap masjid sebagai pusat perjuangan dakwah Muhammadiyah. Maka cobalah untuk mawas diri, bisa jadi Muhammadiyah terpuruk bukan sebab orang luar Muhammadiyah melainkan kita sendiri yang mengaku kader-kader Muhammadiyah yang menjadi penyebabnya.

Dari sini, sejatinya kita mesti lebih bijaksana dan komprehensif. Memahami apa, siapa dan bagaimana mereka (aktivis Muhammadiyah) yang dituduh salafi. Bukan sekadar berdasar atas sudut pandang kita yang melihat mereka hanya dari sisi tampilan.

Mewaspadai Pemahaman Liberal

Namun dari semua itu, sebagai pengingat, sejatinya yang semestinya harus kita siaga dan wajib waspadai adalah pemahaman dan pemikiran kader liberal yang sudah menyusup berseliweran cukup akut di kalangan kader-kader muda Muhammadiyah. Jika ditimbang secara akidah dan pemikiran, kelompok tersebut justru lebih sangat berbahaya dunia akhirat bagi perkembangan Islam & kemuhammadiyahan kita.

Terutama jika dibandingkan dengan pemahaman dan pemikiran segelintir orang yang secara simbolis menampakan keislaman. Padahal hakikatnya belum tentu ikut kelompok salafi, namun berusaha kokoh di atas agama dan organisasi dakwahnya.

Jikalau ada yang berpendapat KH. Ahmad Dahlan juga pernah berpikir “liberal”, itu hanyalah dalam hal yang tidak membawa madhorot keburukan dari sisi keimanan (beliau berijtihad dengan kondisi yang ada). Kalau kita pelajari pemahaman pemikiran KH. Ahmad Dahlan, beliau lebih dominan banyak mengambil pendapat dan pemikiran Syaikh Rasyid Ridha. Tokoh ini cenderung memiliki pemikiran manhaj salaf ketimbang pemikiran dari gurunya sendiri, yaitu Syaikh Muhammad Abduh. Bahkan Syaikh Rashid Ridha sendiri mengklaim ia akan hidup dan mati mengikuti salaf dalam masalah-masalah esoteris.

Baca Juga  Menyalakan Pelita di Tengah Kutukan Kegelapan: Refleksi 17 Tahun JIMM

Jadi boleh waspada, namun waspadalah kepada yang berhak diwaspadai. Kalaupun boleh mencurigai tetaplah ditimbang-timbang dari sisi kebaikan dunia, akhirat, serta maslahat agama dan organisasi kita, apakah layak atau tidak.

Jangan dilupakan bahwa manhaj Muhammadiyah memiliki dua pengertian, yaitu salafiyah dan tajdidiyah. Dari segi akidah, Muhammadiyah adalah salafiyah yang tidak berafiliasi dengan aliran manapun apalagi aliran liberal. Dari segi fikih, Muhammadiyah bukan organisasi yang berorientasi fikih madzhabi tetapi fikih manhaji. Tanpa menafikan madzhab-madzhab fikih lainnya kecuali fikih liberal (kalau memang ada).

Dari sini sepertinya kata salaf lebih familiar bagi Muhammadiyah daripada kata liberal. Jadi, kepada kader-kader dakwah Muhammadiyah jangan tergiring opini bahwa salaf dan liberal merupakan dua istilah berbahaya bagi Muhammadiyah. sebab sejatinya yang berbahaya bagi Muhammadiyah hanyalah “worldview liberalisme”. Wallahu a’laam.

Selamat berpikir dan Salam berwawasan.

*Da’i Muda Muhammadiyah, Pengabdian Kalimantan

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds