Tafsir

Merenungkan Pesan-pesan Ekologis Al-Quran

4 Mins read

Bulan Ramadhan merupakan momentum sakral. Pada saat inilah Kitab Suci Al-Quran diturunkan (Nuzūlul Qur’ān) sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda antara yang yang benar dan yang batil (QS al-Baqarah: 185).

Penegasan bahwa al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan mengisyaratkan sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari al-Quran selama bulan puasa ini. Orang yang mempelajarinya diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta memahami dan menerapkan penjelasan-penjelasannya. Karena dengan membaca al-Quran, ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima petunjuk Ilahi berkat makanan ruhani yang memenuhi kalbunya (Shihab, 2002: 488).

Said Nursi, seorang ulama sekaligus sufi berkebangsaan Turki, menulis di dalam buku al-Kalimāt atau The Words, bahwa al-Quran adalah kalimat yang menguraikan, penjelasan yang menjelaskan, bukti yang meneguhkan, serta penjelasan terhadap dzat, sifat, nama-nama, dan perbuatan Ilahi. Ia adalah pembimbing bagi kemanusiaan. Al-Quran adalah cahaya sekaligus air ajaran Islam. Ia adalah kebijaksanaan sejati bagi umat manusia, panduan yang benar serta pemimpin yang mendorong manusia untuk menemukan kebahagiaan.

Dalam hubungannya dengan alam raya dan lingkungan hidup, al-Quran merupakan ayat-ayat qauliyyah, yang merupakan pasangan terhadap ayat-ayat kauniyyah. Dalam bahasa Said Nursi, al-Quran disebut sebagai “lisan” yang mengartikulasikan keberadaan alam raya. Pada saat yang sama, berbagai fakta yang terdapat di alam raya menjelaskan kebenaran yang tertulis di dalam kitab suci al-Quran. Bahkan, Alam semesta membawa al-Quran lebih dekat kepada pemahaman kita dengan menunjukkan banyak hal, di antaranya, perubahan warna daun (Nursi, 447).

Dengan demikian, terdapat hubungan yang sangat kuat antara al-Quran dengan alam semesta, antara ayat-ayat qauliyyah dengan ayat-ayat kauniyyah, antara recited book dengan observed book, dan antara kitab bacaan dengan lingkungan hidup sebagai rumah kehidupan.

Krisis Ekologis dalam Pandangan al-Quran  

Kata ekologis berasal dari kata ecology (Inggris), diambil dari kata oikos dan logos (Yunani), yang berarti ilmu yang mempelajari tempat tinggal. Dalam pengertian yang lebih luas, oikos tidak dipahami hanya sekedar tempat tinggal manusia. Oikos harus dipahami sebagai keseluruhan alam semesta dan seluruh interaksi saling pengaruh yang terjalin di dalamnya di antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan dengan keseluruhan ekosistem atau habitat (Keraf, 2014: 43).

Baca Juga  Gagasan Politik Hijau Harus Menjadi Fokus di Pesta Demokrasi 2024

Kearifan ekologis merupakan penghayatan, pemikiran, serta tindakan praktis untuk menghormati sekaligus membela keberlangsungan lingkungan hidup yang wajib dimiliki oleh para pengiman kitab suci al-Quran, karena hal ini merupakan salah satu pesan utama di dalam ajaran Islam.

Di dalam uraian yang lebih rinci, al-Quran banyak menyebut keberadaan entitas nabati, entitas hewani, entitas hidrologis, serta benda-benda angkasa, untuk menunjukkan arti penting keberadaan mereka sebagai penanda keseimbangan kehidupan. Di dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfādzil Qur’ān al-Karīm, terbitan Darul Fikri, Beirut tahun 1992, Fuad Abdul Baqi, menghitung jumlah kata-kata tersebut sebagai berikut:

Pertama, benda-benda langit. kata langit disebut sebanyak 310 kali, matahari disebut sebanyak 33 kali, bulan disebut sebanyak 27 kali, bintang disebut sebanyak 18 kali, awan disebut sebanyak 9 kali, dan angin sebanyak 27 kali.

Kedua, entitas hewani. Di antaranya, burung disebut sebanyak sebanyak 20 kali. Selain burung, al-Quran menyebut sejumlah nama hewan, yaitu: sapi, lebah, laba-laba, semut, unta, kambing/domba, anjing, kuda, keledai, semut, lebah, babi, ular, nyamuk, serangga, dan juga gajah.

Ketiga, bumi dan entitas nabati. Kata bumi disebut sebanyak 451 kali, tanah sebanyak 29 kali, pohon dengan berbagai derivasinya sebanyak 26 kali, buah dengan berbagai derivasinya sebanyak 24 kali, tanaman sebanyak 14 kali, kata hijau yang melekat kepada pohon serta tumbuhan sebanyak 8 kali.

Keempat, gunung dan entitas hidrologis. Kata gunung disebut sebanyak 39 kali, batu dan berbagai derivasinya sebanyak 12 kali, air sebanyak 63 kali, sungai dan berbagai derivasinya sebanyak 59 kali, mata air sebanyak 20 kali, dan laut sebanyak 41 kali.

Secara umum, al-Quran menyebut seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi melakukan aktivitas tasbih atau menyucikan Allah SWT (an-Nur: 41). Pada titik inilah keberadaan berbagai entitas tersebut dipandang oleh al-Quran memiliki nilai sakral pada dirinya sendiri. Dalam pada itu, al-Quran juga mengakui nilai intrinsik berbagai entitas tersebut karena memiliki manfaat bagi kehidupan seluruh makhluk hidup, terutama manusia (al-Mu’minun: 17-22).

Baca Juga  Nuzulul Qur'an Sebagai Hari Membaca!

Selain menyebutkan berbagai entitas penting, al-Quran dengan tegas menyampaikan larangan kepada manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Kata kerusakan disebut al-fasād, yang bermakna keluarnya sesuatu dari keseimbangan (khurūjus sya’i ‘anil i’tidāl). Kata ini disebut sebanyak 50 kali di dalam al-Quran sebagai bukti haramnya berbuat kerusakan di muka bumi. Al-fasād memiliki makna yang luas, mencakup kerusakan yang bersifat fisik dan non fisik (al-Isfahani: 379).

Dalam konteks krisis ekologis, kerusakan lingkungan hidup terjadi karena rusaknya pikiran dan hati manusia. Salah satu bentuk kerusakan pikiran dan hati manusia adalah saat manusia mengidap apa yang dinamakan ‘kufur ekologis’. Artinya, manusia hanya melihat alam sebagai kumpulan benda-benda mati yang tidak memiliki nilai apapun kecuali nilai ekonomi yang berujung pada eksploitasi tiada henti. Dengan demikian, berbagai kerusakan yang terjadi di planet bumi pasti didahului oleh krisis paradigma dan krisis spiritual umat manusia.  

Menegakan Keberlangsungan Lingkungan Hidup

Mafhum mukhlafah dari larangan berbuat kerusakan yang disampaikan oleh al-Quran, adalah perintah untuk menegakan keberlanjutan lingkungan hidup demi keberlangsungan kehidupan manusia. Penyebutan kata bumi, dan berbagai entitas nabati, entitas hidrologis, serta entitas hewani menjadi penanda kuat atas perintah tersebut.

Meski tak ada perintah langsung dalam al-Quran untuk menanam pohon, tapi pohon sering disebut-sebut dalam al-Quran karena pentingnya keberadaan mereka bagi kehidupan seluruh makhluk. Sejumlah ayat menyebutkan kata-kata pohon, buah-buahan, kebun-kebun atau taman-taman secara eksplisit.  Selain disebutkan untuk menunjukkan entitas nabati, kata pohon digunakan dalam al-Quran untuk menjelaskan sejumlah perumpamaan.  Tujuan utama dari hal ini adalah untuk menjaga agar konsep tentang pohon agar senantiasa hidup dalam hati dan pikiran manusia.

Baca Juga  Tak Hanya Suami & Istri, Inilah Makna Zawj dalam Al-Qur’an

Terkait dengan perintah untuk menegakan keberlanjutan lingkungan hidup, al-Quran banyak menyebut asal usul penciptaan manusia berasal dari (saripati) tanah yang bertransformasi menjadi benih manusia. Pernyataan al-Quran ini sangat penting direnungkan karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk ekologis, atau makhluk yang berasal dari alam sekaligus memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumber daya alam, khususnya tanah, air, oksigen, pangan, dan cahaya matahari. Dengan demikian, penghancuran terhadap alam pada hakikatnya merupakan penghancuran terhadap kehidupan itu sendiri.

Perintah al-Quran untuk menegakan keberlanjutan lingkungan hidup sangat jelas dan gamblang. Berbuat kerusakan berarti melanggar perintah al-Quran bahkan termasuk ke dalam kelompok orang yang menganut dan melakukan kufur ekologis.

Dengan demikian, menegakan keberlanjutan lingkungan hidup merupakan salah satu tujuan utama diturunkannya al-Quran.

Editor: Arif

Avatar
6 posts

About author
Dosen Universitas Paramadina, environmentalist', peminat Islamic Studies; kajian lingkungan hidup; dan kajian isu iklim.
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *