Perspektif

Merespon Kejahatan Israel: Kekerasan Dibalas dengan Kekerasan itu Bukan Solusi yang Tepat!

4 Mins read

Kemarin, 2 April 2024, rezim zionis Israel dengan keji meledakkan bom di kedubes Iran di Suriah. Tindakan itu menewaskan Jenderal Mohammad Reza Zahedi dan banyak pemimpin militer besar Iran. Dunia Islam begitu kehilangan! Jenderal Zahedi dan korban-korban lain itu adalah orang-orang yang teruji iman Islam dan berkomitmen terhadap pembebasan rakyat Palestina.

Yang tidak habis pikir ialah bahwa nasib tragis Jenderal Zahedi terjadi hanya dalam hitungan hari menyambut Jumat terakhir Ramadhan; hari dimana muslim sedunia merayakan hari Quds. Hari itu merupakan momentum bagi muslim mengajak semua umat manusia mengingat dan mengutuk Israel untuk kesekian kali.

Namun mereka tiada bergeming, rakyat Palestina terus dijajah, ditindas bahkan di bunuh-massal di tanah mereka. Di saat yang sama, Israel membunuh syahid-syahid yang keras melawan kejahatan kemanusiaan mereka. Ironisnya, fakta ini tidak menggeser pena para jurnalis dan cendekia Barat yang memang sedari awal mendukung kebiadaban Israel. Wajarlah, hati mereka sudah mati sejak lama.

Merespon tindakan Israel itu, banyak muslim yang kemudian mengumandangkan tindakan kekerasan balik. Yaumul quds dinilai sebagai momentum yang tepat untuk mengamplifikasi ide mereka. Sebab di saat inilah, seluruh muslim bersama-sama menyuarakan kepedulian pada tanah Palestina.

Akan tetapi kekerasan bukan solusi yang tepat untuk dipilih. Malahan, ia akan menimbulkan pekerjaan rumah baru dan memberi dampak negatif yang lebih besar yang harus kita antisipasi. Melalui esai ini, penulis berusaha memberikan alternatif aksi yang lebih bijak untuk menanggapi Israel. Bukan dengan kekerasan tentunya.

Mengapa Balasan Kekerasan bukan Tindakan Bijak?

Setidaknya ada dua alasan mengapa kekerasan harus kita tinggalkan dalam merespon Israel. Pertama, kekerasan bukan jalan bagi masyarakat yang dewasa dan berbudi luhur dalam menyelesaikan perbedaan atau permasalahan. Kekerasan adalah cara bagi makhluk rendah seperti hewan yang memang hanya dapat mengandalkan otot dan insting.

Baca Juga  Jika Mualaf Disenangi, Haruskah Murtad Dibenci?

Artinya menggunakan kekerasan hanya akan menurunkan derajat kemanusiaan kita. Tak peduli apakah hal itu merupakan suatu strategi efektif untuk melawan Israel. Sebab, kekerasan hanya akan menghasilkan korban jiwa tambahan dan sekaligus menanamkan di dalam kesadaran kita bahwa kekerasan memiliki kebolehan dalam batas-batas tertentu.

Nabi Muhammad sendiri mengajarkan bahwa kekerasan merupakan tindakan yang paling akhir dan sebisa mungkin dihindari. Ia selalu dihujani batu, diludahi dan dikencingi oleh para pembenci. Namun, bukan dengan balasan yang sama, melainkan Nabi malah menjenguk para pembenci itu kala sakit dan memberikan makanan dan obat.

Berbagai kejahatan yang dilakukan kafir Quraisy juga dilakukan pada Nabi Muhammad. Tapi Nabi jangankan melakukan serangan balasan, menginisiasi perang pun Nabi tidak berkenan. Beda halnya bila muslim diserang. Kekerasan hanya dilakukan sebatas sebagai pembelaan diri tanpa maksud untuk lantas menyakiti agar orang lain merasakan perih atau derita yang sama.

Toh muslim tahu bahwa sebaik-baiknya balasan adalah dari Tuhan yang maha bijak. Dialah yang akan memberi hadiah dengan sempurna pada segala amal-amal baik, dan Dia pula yang akan menghukum dengan tepat hitungan segala amal-amal buruk kita. Tidak usahlah kita merasa sebaik-baiknya pembalas di dunia.

Apalagi kekerasan juga berpotensi kontraproduktif dalam upaya diplomasi kita di pentas internasional. Sudah kenyang bagi kita mendapatkan cap sebagai agama teroris yang selalu mengandalkan kekerasan. Artinya, menggunakan kekerasan hanya akan memberi kayu kepada bara yang sudah menyala.

Justru kekerasan harus kita hindari. Selain karena Nabi Muhammad tidak mendukung kekerasan, juga karena ada berbagai cara lain yang lebih ideal untuk ditampilkan oleh muslim. Jumlah kita kini terus bertambah disamping Barat yang terus merosot pengaruhnya oleh kehadiran negara adidaya lain. Momentum ini harus kita sikapi dengan cermat, agar tidak menjadi bulan-bulanan kembali.

Baca Juga  Bacaan Doa Memohon Ampunan untuk Para Jemaah Haji

Demikian agar kesengsaraan yang dialami rakyat Palestina dapat segera diangkat. Namun juga posisi tawar dan wajah Islam dapat kita rekonstruksi sebagai kekuatan peradaban baru yang dibutuhkan dunia. Menghindari kekerasan akan menciptakan pesan bahwa kita memiliki nilai-nilai keluhuran seperti hak asasi, demokrasi dan kesetaraan yang sebetulnya diidamkan Barat sendiri.

Konsolidasi Strategis dan Komunikasi Diplomasi Merupakan Kunci

Ketimbang menghadirkan kekerasan sebagai jawaban sebagaimana yang diinginkan sebagian orang, kami menilai konsolidasi dan komunikasi jauh lebih penting. Yang pertama, konsolidasi perlu dilakukan pada level strategis. Negara-negara Islam musti memperkuat jaringan atau ikatan yang menyatukan mereka sebagai sebuah peradaban besar. Kita mungkin terpaut oleh batas-batas negara yang artifisial, tapi keimanan kita harusnya lebih mampu menyatukan dan mendekatkan kita di atas segalanya.

Konsolidasi itu berarti dilakukan di wilayah strategis. Tidak hanya militer, namun juga ekonomi dan ilmu pengetahuan. Selama ini yang terjadi justru sebaliknya. Kita banyak bergantung dan membebek pada negara-negara besar. Hal ini menjadikan kita hadir sebagai umat pengikut bangsa lain yang inferior dan terfragmentasi oleh kepentingan luar ketimbang disatukan oleh nilai-nilai ketauhidan yang semestinya merekatkan.

Konsolidasi strategis demikian juga tentu harus menyadari hambatan-hambatan yang tengah terjadi. Konflik teologis antara Sunni dan Syiah sudah semestinya kita tanggalkan. Umat Islam adalah umat satu yang besar, harmonis dan kuat. Hal itu hanya akan terjadi jika kita berhasil merekonsiliasi konflik warisan yang sifatnya minor ketimbang substansi.

Tentu saja konsolidasi strategis hanya satu babak awal. Yang lebih penting lagi adalah komunikasi diplomasi di tahap berikutnya. Bergerak sebagai satu tubuh, peradaban Islam yang terdiri dari beraneka ragam negara-negara akan menjadi pesan penting bagi Israel dan para pendukungnya. Tidak hanya itu, bahkan setiap kekuatan di pentas internasional akan melihat dan memperhitungkan langkah-langkah yang kita buat.

Baca Juga  Karakter Ikhlas: Ibadah Hati yang Wajib Kita Tata dan Jaga

Termasuk dalam hal resolusi konflik di Palestina, bukan lagi hal yang sulit. Amerika dan para sekutunya yang selama ini mem-back up Israel akan berpikir dua kali dan bahkan mengurungkan niat. Mereka tahu bahwa terus melindungi Israel hanya akan menggerus hubungan mereka dengan negara-negara Muslim yang sangat mereka damba baik karena sumber daya mineral maupun pengaruh politiknya di Timur Tengah.

Pada tahap berikutnya kita bisa memasuki langkah komunikasi diplomatis. Saat itulah kita baru menyatakan harapan kita secara tegas dan melakukan penuntutan di mahkamah internasional. Hari ini yang terjadi sebaliknya. Kita sudah bersuara nyaring dan berbusa-busa. Namun, usaha kita selalu dikucilkan oleh kenyataan bahwa kekuatan di luar memandang kita lemah tak berdaya karena berbagai konflik dan perbedaan di dalam tubuh kita sendiri.

Editor: Soleh

Avatar
32 posts

About author
Alumni Flinders University, Australia yang sehari-hari berprofesi sebagai Dosen Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Bidang Kajian Ahmad meliputi Kognisi dan Pengembangan Manusia, Epistemologi Islam dan Anti-Neoliberalisme. Ia juga seorang Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Co-Founder Center of Research in Education for Social Transformation (CREASION) dan Sekretaris Umum Asosiasi Psikologi Islam (API) Wilayah Jawa Timur.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *