Dua model peradaban coba ditawarkan oleh Nabi diawal peradaban Islam, yakni peradaban monoteisme Makkah dan peradaban pluralisme Madinah. Peradaban Makkah lebih berorientasi monoteisme sedangkan peradaban Madinah lebih berorientasi pluralisme sosial-kemasyarakatan.
Monoteisme Makkah
Perbedaan dua model peradaban ini berbeda orientasi karena perbedaan masyarakat yang dihadapi. Masyarakat Makkah yang monolistik karena kebanyakan berasal dari kaum musyrik Quraisy termasuk dari keluarga Nabi.
Nabi kesulitan dalam memberikan pencerahan ketauhidan karena sudah sangat mengakar kemusyrikan yang diidap oleh masyarakat Makkah. Mereka tetap mengakui bahwa yang dibawa oleh Muhammad adalah suatu kebenaran. Tetapi yang dikedepankan oleh pemuka pemuka kafir quraish adalah kegengsian dan kenisbatan atau prestise. Mereka sangat anti dengan pembaharuan yang dibawa oleh Muhammad.
Sekalipun Nabi mengalami tekanan yang sangat kuat dari elit Quraisy Makkah, tapi komitmen Nabi untuk menegakkan peradaban tauhid (monoteisme di Makkah) tidak pernah surut. Berbagai komunikasi yang dilakukan oleh elit Quraisy untuk mempengaruhi nabi, dengan fasilitas duniawi, semuanya ditawarkan kepada nabi, asalkan jangan menyebarkan ajaran yang dibawa oleh Nabi. Tapi tak satupun tawaran itu diterima oleh Nabi.
Bahkan nabi mengatakan, “Seandainya matahari diletakkan ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, untuk menghentikkan kegiatan dakwah ini, saya tidak akan berhenti”. Betapa Nabi sangat kuat menjaga komitmen kebenaran yang diembannya. Betapapun kekerasan yang diterima oleh nabi sangat keras dari para elit quraish.
Jurus terakhir yang diterapkan oleh kafir Quraisy dalam menghalau gerak dakwah nabi adalah dengan jalan rencana pembunuhan terhadap Nabi. Dan Nabi dengan isyarat gaib yang diterima dari Tuhannya sudah bisa membaca isyarat-isyarat dari rencana kafir Quraisy tersebut. Di situlah awal dari persiapan hijrah ke Yatsrib, peristiwa hijrah merupakan campur tangan Tuhan sekaligus strategi dalam melakukan dakwah di jalan Tuhan.
Dakwah di Jalan Tuhan
Dalam melakukan dakwah di jalan Tuhan, kita tidak boleh mengandalkan kemampuan pribadi, kemampuan komunikasi, materi dakwah, tanpa melibatkan campur tangan Tuhan. Artinya bahwa komunikasi spritual dengan Tuhan, tetap menjadi landasan yang kokoh untuk menjalankan misi dakwah.
Nabi berhasil dalam melakukan tugas dakwahnya tak lain karena adanya perpaduan antara kemampuan personal Nabi dan tidak pernah melupakan campur tangan Tuhan dalam setiap langkahnya. Itulah sebabnya ketika dalam peristiwa hijrah sewaktu berteduh di gua untuk menghindari mengejaran dari kafir Quraisy, Abu bakar sangat khawatir dan merasa takut, Nabi menenangkan Abu bakar dengan perkataan, “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Itulah Nabi, bagaimanapun kondisinya dalam melakukan aktivitas dakwah, baik dalam keadaan prima maupun dalam keadaan tertekan, dia tidak pernah terputus hubungannya dengan Tuhan. Sehingga Nabi tidak pernah mengeluh dalam menjalankan tugas risalah keilahian.
Nabi ketika hijrah ke Thaif mengalami perlakuan di luar batas kemanusiaan. Sampai malaikat pada waktu itu menyampaikan kepada Nabi untuk diizinkan membalas perbuatan mereka terhadap Nabi. Apa jawaban nabi? “Jangan wahai malaikat, mereka itu belum mengetahui tentang kebenaran yang saya bawa.”
Artinya dalam menyampaikan kebenaran, tantangan akan selalu ada, selalu ada resiko dalam membawa suatu misi kebenaran. Yang harus kita persiapkan adalah kesiapan moral dan kecerdasan emosional haruslah menyertai langkah kita dalam mempertahankan misi yang kita bawa. Tentu saja dilandasi dengan konektivitas dengan Tuhan sebagai sumber segala pertolongan.
Hikmah Hijrahnya Nabi
Nabi bisa bertahan selama 13 tahun di Makkah dalam melakukan tugas kerisalahan. Suatu tugas yang sangat berat, karena masih sangat minoritas dan yang dihadapi adalah para kepala kepala suku yang sudah sangat lama menguasai Makkah. Sekalipun jumlah umat Islam sangat minim, namun pihak Quraisy sangat resah melihat pergerakan yang tidak pernah surut.
Pihak Quraisy sudah dapat membaca bahwa Nabi dan para sahabatnya akan menjadi reformer-reformer sejati yang akan mewarnai Makkah untuk masa mendatang. Untuk mengubah strategi perjuangan, Nabi dan para sahabatnya merencanakan hijrah ke Yatsrib atau Madinah dan mengakhiri perjuangan monoteisme di Makkah.
Ini langkah yang sangat strategis karena kondisi Makkah dan Madinah sangat berbeda. Madinah juga dihuni berbagai suku yang antara satu dengan suku yang lain sering terjadi bentrok. Kehadiran Nabi dimadinah membawa berkah karena dapat mempersatukan suku-suku yang selama ini saling berseteru.
Nabi dapat menjadi perekat berbagai suku karena ajaran yang dia bawa sangat humanis dan mementingkan persaudaran tanpa memandang, agama, ras, suku, dan budaya. Nabi merangkumnya dalam suatu perjanjian di antara mereka, Perjanjian Madinah atau lebih dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam yang mengakomodasi dan menghargai seluruh suku yang ada di Madinah.
Pluralisme Madinah
Setidaknya ada 5 hal yang menjadi prioritas Nabi yang dilakukan setelah hijrah. Kelima poin ini disampaikan oleh Wajidi Sayadi dalam kegiatan bedah buku karangannya, yakni Jaringan Ulama Abad 18 dan 19 di Tanah Mandar. Ia menyampaikan kelima poin yang menjadi prioritas Nabi dalam membangun masyarakat Madinah sehingga bisa menjadi masyarakat yang egaliter dan berperdaban.
Pertama, langkah awal nabi adalah membangun masjid. Sebagai sumber kekuatan mental dan spritual, di dalamnya nabi memberikan suntikan suntikan moral dan keilmuan terhadap masyarakat Madinah. Jadi masjid itu punya dua fungsi yang tidak bisa dipisahkan, yakni fungsi untuk meneguhkan keimanan lewat ibadah ritual dan fungsi menambah wawasan keilmuan.
Kedua, Nabi setelah hijrah menfokuskan untuk mempersaudarakan antara dua kekuatan besar yaitu Muhajirin dan Anshar yang dikenal dengan proyek muakhkha. Persaudaraan ini sangat penting dalam membangun suatu wilayah atau daerah, supaya tidak timbul riak riang ketidakpuasan terhadap pelayanan suatu masyarakat. Proyek persaudaraan ini yang lebih ditonjolkan oleh nabi adalah silaturrahim.
Ketiga, Nabi memprioritaskan masyarakat Madinah dengan membangun high politic. Membuat kesepakatan kesepakatan politik lewat Piagam Madinah yang memuat 47 pasal.
Keempat, Nabi membangun pasar sebagai sumber kekuatan umat dalam bidang ekonomi.
Kelima, Nabi memperkuat administrasi dengan didampingi beberapa sekretaris yang akan mencatat seluruh perkataan Nabi yang dianggap sangat penting untuk kemajuan umat kedepan.
Itulah sedikit catatan singkat bagaimana pergerakan pergerakan Nabi mulai dari corak monoteisme Makkah sampai ke pluralisme Madinah. Dari masyarakat tauhid menuju masyarakat yang egalitarian yaitu masyarakat madani, masyarakat yang berperadaban, bermoral, dan taat pada hukum serta kesepakatan.
Editor: Nabhan