Inspiring

MT Arifin dan Keris: Melihat Muhammadiyah dari Luar

3 Mins read

Berita duka itu seperti angin kencang yang meluluhlantakkan dedaunan. Ia seperti tamu yang tak diundang. Setiap manusia merasakan mati. Ada detak kehilangan yang saya rasakan sebagai seorang murid. Seorang guru yang tulus ikhlas itu kini pergi untuk selamanya. Ia lebih sering seperti radio bagi kami di kala itu. Beliau tidak pernah bosan untuk berbagi. Saat malam mulai larut, teh panas pun dihidangkan di rumahnya.

Kami dengan para mahasiswa dari beraneka jurusan meguru ke rumah beliau bahkan sampai larut. Obrolan kami ngalor-ngidul mulai dari persoalan remeh-temeh sampai dengan persoalan berat-berat. Mulai dari perkara mahasiswa, dunia kampus, sampai dengan aneka rupa problematika kebangsaan.

MT Arifin: Pendidikan dan Kontribusinya terhadap Muhammadiyah

Pak MT Arifin adalah mantan aktivis tulen, pernah mendekam di penjara gara-gara protes di tahun 1998. Ia menjadi saksi betapa kekejian dan kebusukan rezim Soeharto telah memporakporandakan Solo di kala itu. Apa yang ia lihat, amati dan teliti tertuang dalam bukunya Solo Bangkit (2008). Pak MT memang pembaca yang tekun, bila ia meneliti sesuatu, ia akan sangat jeli dan teliti dalam memadukan teori dan juga bidang kajiannya.

Pergaulannya yang luas serta pendidikannya yang matang, mengantarkan ia pada jabatan struktural di kampus. Pak MT menyelesaikan pendidikannya di IKIP Yogyakarta (UNY) sampai tingkat doktoral. Ia berguru kepada Ahmad Syafii Maarif. Gayanya berceramah ia akui mengadopsi dari Buya.

Ketekunan meneliti aneka bidang kajian membuatnya diundang di berbagai forum diskusi dan seminar. Makalah-makalahnya ia tulis dengan serius. Meski panitia terkadang teramat mendadak dalam memberikan undangan. Namun Pak MT tidak pernah mengeluh dan selalu membuat suguhan dan tanggungjawab saat ia diberi tugas membicarakan topik tertentu.

Baca Juga  Cikal Bakal Percetakan Pertama di Muhammadiyah

Pak MT selepas lulus UNS tahun 1985, menjadi pengajar di UMS, serta aktif di Lembaga Penelitian dan Studi Kemasyarakatan UMS. Di lembaga ini, ia berkisah meneliti  dan mendalami topik tentang Muhammadiyah. Ia pun menjadi perintis majalah Akademika, yang cukup penting di kala itu.

***

Antara tahun 1980-an sampai dengan 1998, MT Arifin terlibat dalam diskusi intens tentang tema-tema Muhamamdiyah dan tantangan abad 21. Pak MT Arifin kerap menghiasi koran Kompas dalam tulisan maupun liputan di kala itu. Ia pun menerbitkan buku Gagasan Pembaruan Muhammadiyah di tahun 1987.

Di tahun 1990-an, ia menerbitkan buku karya monumentalnya yang bertajuk Potret Muhammadiyah Yang Berubah. Buku ini menurut pengakuannya, data-datanya ia peroleh saat arsip di kantor PP Muhammadiyah lama waktu itu mau ditata dan direhab.

Arsip-arsip itu hendak diloakkan, MT pun merawat dan menjaga arsip itu. Dan data-data primer tentang Muhammadiyah banyak ditemukan di sana serta berguna dalam menyusun karya ini. Sampai kini, buku itu dicetak ulang dan menjadi rujukan penting kajian Muhammadiyah.

Selain bergerak di Muhammadiyah, MT pun semakin bergeser ke wilayah lain. Ia sempat menjadi Stafsus Mensesneg sampai oktober 1999. Intensitasnya dalam dunia akademik dan kemahasiswaan, membuatnya menjadi tim perumus kebijakan pengembangan kemahasiswaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah bersama Mohamad Djazman Al-Kindi. Beliau juga menjadi tim yang merumuskan sistem perkaderan IMM dari DPD sampai DPP. Tidak jarang para aktivis di kala itu, sering berdiskusi dan berdialog dengan beliau karena pengalaman dan intensitasnya dalam bidang ini.

Setelah tahun 1999, ia lebih sering aktif mengisi bidang perkaderan dan konsultan politik di berbagai lembaga pemerintahan di berbagai daerah. Di sela-sela kesibukannya itu, ia masih sering diundang menjadi pembicara dalam forum kemahasiswaan maupun forum kebudayaan.

Baca Juga  Agus Samsudin, Aktivis Muhammadiyah Penuh Waktu

Pak MT dan Penelitiannya terhadap Keris

Ia kemudian lebih intens meneliti tentang keris dan Ratu Kidul. Bukunya tentang keris dan kebudayaan jawa menjadi rujukan para pemerhati dan peminat kajian tentang perkerisan. Bukunya Keris Jawa (2006) menjadi buku penting dan ensiklopedis tentang perkerisan.

Semenjak intens dan tekun dalam bidang perkerisan itulah, MT Arifin kemudian dijauhi oleh orang Muhammadiyah karena dianggap klenik. Namun bila kita mengenali lebih dekat Pak MT Arifin, kita akan menemukan bahwa kajian yang dilakukan oleh Pak MT adalah kajian akademis dan bernilai sejarah. Pak MT sering berkata, “Kalau tidak kita yang mengurusi kebudayaan kita, lalu siapa lagi?.”

Dinamika pergeseran dan perubahan Muhammadiyah yang semakin birokratis dan bergeser ke kelas menengah mengakibatkan kaum pinggiran atau wong cilik sebagai basis gerakan pertama organisasi ini tersingkirkan. Strategi kebudayaan Muhammadiyah pun cenderung tumpul.

Setelah menjadi pimpinan DIKTI LITBANG sampai 1993, ia pun keluar dari UMS dan meneliti Ratu Kidul dan Keris. Penelitiannya tentang Ratu Kidul pernah ia bawakan di Balai Soedjatmoko Solo. Penelitian itu mengundang para peminat kajian budaya Jawa bahkan dari luar negeri khusyuk menyimak pemaparannya.

Saat ditanya mengapa MT Arifin melakukan penelitian yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai klenik dan mitos? Ia menjawab bahwa justru masyarakat harus kita edukasi bahwa apa yang kita anggap sebagai mitos atau klenik, kalau kita kaji akan menjadi ilmiah dan akademis.

Kesetiaan Pak MT terhadap Muhammadiyah

Meskipun sudah merupakan orang di luar struktural Muhammadiyah, namun MT Arifin masih kerap dimintai pendapat dan menjadi narasumber dalam kajian-kajian penting tentang Muhammadiyah dan para tokohnya.

Ia juga dikenal sebagai sejarawan dan budayawan dari Solo. Pak MT ingin mengamati Muhammadiyah secara lebih bebas dalam kajian seorang pengamat dan peneliti dari luar. Namun disamping itu, kajiannya menjadi menarik saat ia sendiri pernah berkecimpung dan intens di dalam organisasi Islam terbesar di negeri ini.

Baca Juga  Ustaz Hanan Attaki: Kekuatan Baru NU untuk Dakwah Kaum Muda

Bagi kami, Pak MT tetap orang Muhammadiyah meski melihat Muhammadiyah dari kaca mata orang luar. Selama menjadi peneliti keris dan Ratu Kidul itulah, justru Pak MT menjadi milik publik. Akan tetapi, buku dan karyanya menjadi jejak tersendiri dalam bidang pendidikan dan kajian kemuhammadiyahan secara umum.

Kini Pak MT kembali kehadirat Gusti Allah, namun pesannya masih saya ingat terutama dalam hal pentingnya “ilmu”. “Kita perlu mencatat referensi, catatan kaki, pengutipan untuk menghormati ilmuwan sebelumnya, serta untuk mengakui kerja keilmuannya, disanalah terletak “etika akademik”.

Editor: Yahya FR

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…