Tarikh

Murad II: Sultan di Balik Penaklukan Wilayah Balkan

3 Mins read

Wilayah tenggara benua Eropa, yaitu kawasan yang dikenal dengan nama Balkan, terletak di Albania. Negara ini memiliki jumlah penduduk 3,5 juta orang, 70% penduduknya beragama Islam dan sisanya Kristen. Luas wilayah sekitar 30 ribu kilometer persegi. Negara ini di masa lampau sempat berada di bawah kekuasaan imperium-imperium besar seperti Yunani, Roma, dan Ottoman.

Meskipun pada era pendudukan Romawi, kawasan Albania sempat menjadi kawasan berpeduduk Kristen, namun menyusul kemunculan Islam, terjalinlah hubungan antara bangsa Albania dengan orang-orang muslim. Dengan berimigrasinya kaum muslimin dan berdatangannya para muballigh dan pedagang ke Albania, Islam secara bertahap meluas di Albania (Sahrasad 2018, 45).

Semenanjung Balkan ini sebenarnya telah berhasil ditaklukkan oleh kaum muslim, tidak jauh selang waktunya dengan penaklukkan Konstantinopel. Albania mulai dimasuki Islam pada tahun 1430, Serbia masuk dalam kekuasaan Dinasti Turki Utsmani pada tahun 1459, Bosnia-Herzegovina direbut pada tahun 1465 M, dan Yunani, termasuk Morea dan Euboea, jatuh ke tangan Dinasti Turki Utsmani pada tahun 1468 (Sapitri 2017, 229-230).

Murad II Menaklukan Balkan

Suksesor penakluk Eropa Timur dari Dinasti Turki Utsmani ialah Murad II. Ia  melancarkan serangan gencar untuk menaklukan pemimpin-pemimpin klan di Balkan. Tahun 1431 ia merebut Janina dan Arta. Penghujung 1449, Dinasti Turki Utsmani merebut pantai Ionia, sekaligus merebut semua properti dan posisi para klan untuk menjamin kesetiaan masyarakat taklukannya.

Dinasti Turki Utsmani mengirim dan menyekolahkan anak-anak pemimpin klan ke Turki, sedangkan sisa-sisa prajurit klan diintegrasikan ke dalam satu kesatuan besar di bawah komando jenderal Dinasti Turki Utsmani.

Perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Turki Utsmani, Sultan Murad II menyiapkan pasukan sebanyak empat puluh ribu untuk menyerang pasukan John Hunyadi secara tiba-tiba dan kalah total di Kosova pada 17 Oktober 1448 M. Hasil daripada kemenangan tersebut membuat negeri Serbia, Bosnia, dan wilayah-wilayah taklukan dahulu dapat dikembalikan semula kepada pihak Dinasti Turki Utsmani (Ahmad 1993, 397).

Baca Juga  Salafisme dan Etno-Religion yang Gaduh di Balkan

Tantangan Sultan Murad II juga datang dari pihak Kristen, yang mana Pope Eugene IV telah melakukan pertemuan umum di Florensia untuk membincangkan cara-cara hendak mengusir dan mengikis habis-habisan bangsa Turki dari bumi Eropa. Pertemuan itu juga mengadakan rapat umum agama dan menyerukan untuk melawan pasukan Islam dari Turki.

Para raja Eropa menyahut seruan itu hingga mereka membentuk satu barisan terkenal dengan nama Pasukan Salib yang merupakan gabungan dari bangsa-bangsa Serbia, Bulgaria, Bosnia, Albania, Rumania, Hungaria, dan beberapa pasukan askar Salib dari Itali.

Dinamika Kesultanan Turki Utsmani

Akhirnya pada tahun 1448 M, berlaku pertempuran hebat antara kedua pasukan di Belgrad di bawah pimpinan panglima Hungaria berrnama Hunyadi. Dalam pertempuran ini, Dinasti Turki Utsmani mengalami kekalahan telak hingga menewaskan dua puluh ribu orang pasukan dan panglimanya ditawan oleh pihak sekutu Salib. Angkatan sekutu Eropa juga dapat melanjutkan serangan mereka ke Adrianopel, pusat Dinasti Turki Utsmani sehingga melenyapkan sejarah Turki di Benua Eropa.

Kebijaksanaan Sultan Murad II terus meminta diadakan perdamaian antara Pasukan Kristen dengan Pasukan Islam. Perjanjian itu ditandatangani di Szegedin pada tahun 1444 M dengan syarat-syarat tertentu. Di antaranya; berjanji tidak berperang selama sepuluh tahun, mengeembalikan Serbia dengan seluruh kota dan bentengnya kepada George Brankowit dan mengembalikan Falakh kepada Dracula dengan suatu ketentuan bahwa negeri itu di bawah kekuasaan Maghyar (Ahmad 1993, 396).

Selain itu, ada seorang pembelot dari orang kepercayaannya bernama Gjergy Krastioti. Ia merupakan salah satu anak dari klan Kruje dipaksa untuk dikirim ke ibukota Dinasti Turki Utsmani untuk dilatih kemiliteran. Gjergy Krastioti (1403-1468) yang dikenal cerdas. Ia menyita perhatian sultan, yang mempercayainya memimpin ekspedisi militer ke Asia kecil dan Eropa. Penguasa Dinasti Turki Utsmani makin percaya ketika Krastioti bersedia masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Iskandar. Sebagai penghargaan, sultan memberi nama Bey di belakang Iskandar.

Baca Juga  Abu Dzar al-Ghifari: Sahabat yang Radikal dan Revolusioner

***

Tidak ada keraguan lagi bagi penguasa Dinasti Turki Utsmani ketika menunjuk Iskandar Bey sebagai penguasa militer distrik Balkan. Ia kembali ke Albania sebagai komandan pasukan Dinasti Turki Utsmani. Namun di hari pertamanya bertempur dengan pemberontak Serbia, Iskandar Bey ––dikenal di Albania sebagai Skanderberg–– menderita kekalahan. Iskandar Bey membawa pasukannya melarikan diri ke Krujl. Pada saat perjalanan, ia menipu anggota pasukannya yang berasal dari etnis Turki, dan menyerahkan mereka ke benteng milik keluarga Krastioti.

Di tengah keluarganya, Iskandar Bey menyatakan kembali memeluk Katolik dan mendeklarasikan perang suci melawan Dinasti Turki Utsmani. Sebagai pemimpin kharismatik, Iskandar Bey membangkitkan semangat perlawanan klan-klan lainnya, termasuk komunitas Yunani di Epirus. Dengan berkekuatan 30 ribu serdadu, Iskander Bey menyerang pos-pos Dinasti Turki Utsmani dan mengepung Sultan Murad II.

Perlawanan tidak berlangsung lama. Kebijakan Iskander Bey membantu Raja Alfonso dari Napoli dalam perang melawan raja-raja Sisilia, menimbulkan keretakan di antara pemimpin klan. Sejumlah pemimpin lokal membelot ke Dinasti Turki Utsmani, dan memerangi Iskander Bey.

***

Di Lezl tahun 1468, Iskander Bey menemui ajalnya. Sultan Mehmed II pengganti Murad II, dikabarkan menangisi kematian musuh sekaligus sahabat terbaiknya. Kematian Skanderberg mendorong islamisasi secara menyeluruh di Albania. Adapun untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakatnya, Dinasti Turki Utsmani menerapkan hukum Islam di seluruh Albania dan Balkan.

Khusus pada periode abad ke-15, sejarawan H. Abiva, dalam artikel Albania: Freedom Unconsidered, menulis tidak ada bukti-bukti kuat Dinasti Turki Utsmani melakukan konversi paksa terhadap penduduk taklukannya. Ini diperkuat oleh sejumlah teks sejarah yang dianalisis sejarawan Barat TW Arnold.

Menurut Abiva, konversi terjadi secara alamiah karena Islam dianggap menawarkan praktek ritual yang tidak pelik dan rumit. Islam menempatkan pemeluknya sebagai individu yang bisa memohon kepada Allah secara langsung, atau tanpa melalui perantara petinggi agama (Sahrasad 2018, 46).

Baca Juga  Kisah Nabi Nuh dan Banjir Besar: Narasi Global Warming Pertama

Editor: Soleh

Johan Septian Putra
31 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *