Inspiring

Nashr Hamid Abu Zayd: di Mesir Dikafirkan, di Eropa Diistimewakan

3 Mins read

Nashr Hamid Abu Zayd lahir di Qahafah dekat kota Thantha Mesir pada 10 Juli 1943, ia dilahirkan pada lingkungan yang taat beragama. Nama ‘Nashr’ dimaksudkan dengan harapan agar ia selalu membawa kemenangan atas lawan-lawannya. Ayahnya merupakan seorang aktivis al-Ikhwan al-Muslimin (yaitu sebuah organisasi terbesar dunia yang bergerak dalam bidang dakwah Islam yang menganut aliran sunni di Mesir dan dunia Arab). Ayahnya meninggal pada saat usia Nahsr 14 tahun.

Sebagaimana anak-anak pada umumnya. ia memulai pendidikan formalnya pada tahun 1951 di Madrasah Ibtida’iyyah. Pada usianya yang masih empat tahun dia sudah mulai menghafal Al-Qur’an di Kuttab dan ia mampu menghafal keseluruhan Al-Qur’an pada saat usianya delapan tahun. Tidak hanya menghafal, ia juga seorang qari dan mampu menceritakan isi Al-Qur’an. Sehingga teman-temannya memanggilnya dengan sebutan “Syaikh Nashr”.

Perjalanan Akademik

Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah. Ia ingin melanjutkan ke madrasah menengah umum sehingga bisa meneruskan keperguruan tinggi. Namun, keinginannya ini terhambat oleh ayahnya. Ayahnya menginginkan dirinya untuk meneruskan ke sekolah menengah kejuruan teknologi dengan harapan agar lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan.

Pada usianya yang masih cukup belia (pada umur 11 tahun), ia bergabung dalam gerakan al-Ikhwan al-Muslimin. Gerakan ini merupakan gerakan kuat yang memiliki cabang hampir di setiap desa. Karena ia terdaftar sebagai anggota gerakan tersebut, ia dijebloskan ke penjara. Namun, karena usianya yang masih di bawah umur ia hanya dipenjara dalam kurun waktu sehari.

Pada masa remaja, ia habiskan untuk mengumandangkan azan di masjid dan tak jarang menjadi imam sholat. Semenjak ayahnya meninggal ia harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Setelah lulus dari sekolah teknik di Thanta pada tahun 1960, ia bekerja sebagai teknisi elektronik pada Organisasi Komunikasi Nasional di Kairo sampai tahun 1972.

Baca Juga  Sayyidah Nafisah: Potret Ulama Perempuan, Guru Pendiri Mazhab Asy-Syafi'i

Pada tahun 1968 ia menjadi salah seorang mahasiswa Fakultas Sastra, Universitas Kairo. Ia menunjukkan dirinya sebagai mahasiswa yang kritis dan progresif. Ia memanfaatkan waktu malamnya untuk kuliah. Sedangkan siangnya ia gunakan untuk bekerja.

Karir Abu Zayd

Abu Zayd pernah diangkat sebagai asisten dosen untuk mata kuliah studi Al-Qur’an. Pada saat itu pemimpin jurusan mewajibkan para asisten dosen yang baru, untuk mengambil studi Islam sebagai bidang utama dalam riset Magister dan Doktoral nya.pada mulanya ia menolak, namun pada akhirnya ia menerima tawaran tersebut. Ia mulai melakukan studi Al-Qur’an dengan fokus kajian interpretasi Al-Qur’an dan hermeneutika.

Pada tahun 1975, Abu Zayd mendapatkan beasiswa untuk melakukan penelitian di American University di Kairo selama dua tahun. Dua tahun berikutnya, ia mendapatkan gelar MA dengan predikat Cumlaude dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Kairo. Dalam karya tesisnya untuk menyelesaikan program magister ia mangkaji teori maja>z wa ta’wi>l yang dilakukan oleh Mu’tazilah. Menurut Abu Zayd serasional apapun pemikiran Mu’tazilah ia tetap mendasarkan dirinya pada al-Qur’an sebagai sumber legitimasinya.

Lika-Liku Kehidupan

Pada tahun 1992, ia mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di Fakultas Sastra Universitas Kairo. Dalam pengajuan tersebut ia melampirkan seluruh karyanya yang telah diterbitkan untuk menguatkan pengajuannya. Pada tanggal 3 Desember 1992, keluarlah surat putusan penolakan promosinya tersebut. Karya-karya tersbut dinilai kurang bermutu, bahkan menyimpnang dan dianggap menyimpang dari ajaran Islam.

Abdushshabur Syahin menyatakan bahwa Abu Zayd telah murtad dan hal ini diumumkan pada saat khutbah jumat di masjid Amr bin Ash. Sementara itu, Majelis Ulama Mesir meminta pemerintah menuntut Abu Zayd untuk bertaubat dan dihukum mati.

Baca Juga  Haedar Nashir-Abdul Mu'ti: Wajah Dwitunggal, Bukan Matahari Kembar

Setelah pernyataan-pernyataan tersebut Abu Zayd memutuskan untuk pindah ke Eropa bersama istrinya. Mereka tinggal di Leiden. Di Mesir Abu Zayd dikenal sebagai orang yang murtad dan dikafirkan. Sedangkan di Eropa (Belanda), ia justri dikenal sebagai orang yang istimewa dan mendapatkan sambutan yang hangat. Ia direkrut sebagai dosen di Universitas Leiden hingga sekarang.

Sepanjang karirnya Abu Zayd telah banyak menghasilkan karya di bidang studi Islam. Beberapa karya yang ia hasilkan ialah: The al-Qur’an: God and Man in Communication, Al-Khitab wa al-Ta’wil, Naqd al-Khitab al-Diniy, Al-Tafkir fi Zaman al-Tafkir, Dawair al-Kawf Qira’ah fi al-Khitah al-Mar’ah, Falsafat al-Ta’wil: Dirasah fi al-Ta’wil al-Qur’an abd Muhyi al-Din Ibn Araby, dll. Salah satu karyanya yang controversial ialah buku dengan judul Mafhum al-Nash: Dirasah fi ‘Ulum Al-Qur’an (Konsep Teks: Kajian Atas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Dalam buku tersebut, ia menyebutkan bahwa Al-Qur’an sebagai “produk budaya” (muntaj al-tsaqafi).

Avatar
9 posts

About author
Aida Ayu Lestari, mahasiswa jurusan ilmu al Quran dan tafsir asal Blimbing-Paciran-Lamongan
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *