Perspektif

Bagaimana Cara Memiliki Otoritas Keilmuan?

4 Mins read

Menekuni sebuah kajian ilmu pengetahuan merupakan keharusan bagi seorang akademisi—khususnya akademisi yang mengabdikan diri di Perguruan Tinggi. Di mana, dengan menekuni sebuah bidang kajian keilmuan, esensinya seorang dosen sedang membangun reputasi akademik.

Reputasi akademik adalah kemampuan dan keahlian yang dimiliki seseorang terhadap suatu bidang keilmuan. Misalnya, ahli dalam kajian tasawuf, hukum Islam, politik Islam, ekonomi, dan lain sebagainya.

Reputasi akademik biasanya didapat oleh seseorang melalui penelitian. Semakin banyak seorang dosen melakukan penelitian—baik yang didanai secara mandiri, dan lebih-lebih melalui hibah bersaing, akan semakin meningkat reputasi akademik seseorang.

Maka, salah satu kata kunci untuk meningkatkan reputasi akademik seorang dosen ialah dengan banyak melakukan penelitian.

Penelitian, Sebuah Tirakat Akademik

Sepengalaman saya, menjadi dosen—walaupun masih seumuran jagung tumbuh, sangat jarang Perguruan Tinggi mengangkat dosen tetap dengan menanyakan tulisan apa yang sedang ditekuni sebagai kajian utama. Atau, penelitian apa yang menjadi kajian utama dirinya. Atau bahkan, calon dosen yang melamar sedang meneliti tentang apa.

Kebanyakan yang ditanya awal-awal wawancara dosen tetap ialah berkaitan linieritas pendidikan, mulai dari S1, S2, hingga S3. Bila semua pendidikan yang ditempuh linier, kemungkinan besar akan diterima sebagai dosen tetap. Tetapi sebaliknya, bagi yang tidak linier,  kemungkinan besar tak akan diterima.

Tentu saja, itu sah-sah saja, karena linieritas pendidikan dosen juga akan berpengaruh terhadap akreditasi Program Studi—katanya begitu. Walaupun demikian, harusnya Perguruan Tinggi menanyakan perihal publikasi calon dosen tetap. Sehingga, Perguruan Tinggi tersebut mengetahui secara pasti kajian apa yang menjadi fokus risetnya.

Tetapi, tak ada kata terlambat bagi Perguruan Tinggi yang tak sempat menanyakan hal tersebut di awal-awal wawancara. Perguruan Tinggi bisa menggenjot fokus kajian dengan pemberian porsi yang cukup besar terhadap kegiatan penelitian.

Baca Juga  Agama dan Marxisme, Sama-Sama Bisa Bikin Candu!

Salah satunya, misalnya mewajibkan dosen setiap satu semester melakukan penelitian. Tentu saja, penelitian yang dilakukan oleh dosen harus diberi donor dari Perguruan Tinggi. Agar dosen yang melakukan penelitian bersemangat untuk meneliti.

Dengan adanya semangat untuk meneliti, setidaknya Perguruan Tinggi telah menstimulus para dosen untuk menekuni tirakat penelitian. Adanya stimulus tersebut, diharapkan akan menjadi kebiasaan dosen untuk terus meneliti. Pada akhirnya, dirinya akan memiliki otoritas keilmuan di bidangnya.

Memperbanyak Publikasi Ilmiah

Salah satu parameter seseorang memiliki otoritas terhadap suatu bidang kajian ilmu pengetahuan ialah banyaknya publikasi ilmiah yang dihasilkan di bidang tersebut. Dengan kata lain, semakin banyak publikasi ilmiah yang dihasilkan, akan semakin memiliki otoritas keilmuan di bidang tersebut.

Publikasi ilmiah yang biasa dilakukan oleh masyarakat akademik di Perguruan Tinggi, antara lain: artikel jurnal ilmiah, buku teks, buku monograf, dan buku bunga rampai. Para dosen, tinggal memilih jenis publikasi ilmiah apa yang akan digarap dan dikembangkan.

Menurut hemat penulis, sebaiknya dosen mampu menghasilkan semua jenis publikasi ilmiah tersebut, dengan target waktu dan jumlah. Misalnya, setiap satu tahun ajaran akademik, menargetkan untuk hasilkan satu buku teks, dua artikel jurnal ilmiah, satu monograf, dan satu bunga rampai.

Atau, fokus saja di tiga jenis publikasi ilmiah, yaitu artikel jurnal ilmiah, buku teks, dan monograf. Ketiganya, bisa dihasilkan dari satu penelitian, yang kemudian dipecah-pecah menjadi tiga jenis publikasi ilmiah. Tentu saja, bila dihasilkan dari satu kegiatan penelitian, proses memecahnya jangan sampai sama. Agar tidak terjadi selfplagiarism.

Memperbanyak Piknik Ilmiah

Seorang dosen akan kesulitan untuk menghasilkan publikasi ilmiah, bila dirinya tidak pernah meluangkan waktu untuk melakukan piknik ilmiah. Piknik ilmiah ialah sebuah kegiatan melancong dari satu lembar tulisan ke lembar tulisan lainnya—baik berbentuk buku, artikel jurnal ilmiah, bunga rampai, ataupun jenis publikasi ilmiah lainnya.

Baca Juga  Fastabiqul Khairat untuk Menyikapi Sertifikasi Penceramah

Dengan kata lain, piknik ilmiah ialah kegiatan membaca yang dilakukan oleh seorang dosen. Semakin banyak seorang dosen melakukan kegiatan piknik ilmiah, akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya. Pertanyaan yang menyembul dari hasil piknik ilmiah, akan menjadi kata kunci dirinya menghasilkan publikasi ilmiah.

Piknik ilmiah yang dilakukan, tidak berfokus pada pembacaan terhadap sumber refrensi untuk kebutuhan mengajar. Akan tetapi, penekanan terhadap piknik ilmiah ialah lebih memfokuskan kegiatan membaca terhadap satu kajian yang sedang ditekuni secara berkesinambungan.

Misalnya, dirinya seorang dosen yang sedang menekuni Kajian Islam di bidang Perbankan dan Keuangan Syariah. Maka, buku ataupun sumber bacaan yang dibaca setiap hari, tidak terbatas terhadap buku-buku ataupun jurnal-jurnal ilmiah yang menjadi rujukan bahan mengajar di kelas. Akan tetapi, dirinya akan membaca berbagai macam hal terkait dengan kajian yang sedang ditekuninya setiap hari secara istiqomah.

Piknik ilmiah yang dilakukan secara istiqomah, akan melahirkan pertanyaan. Dan pertanyaan dalam filsafat ilmu merupakan sumber ilmu pengetahuan. Artinya, semakin seseorang banyak melahirkan pertanyaan, akan semakin banyak ilmu pengetahuan baru yang akan didapatkan oleh orang yang bersangkutan. Maka, piknik ilmiah esensinya  ialah menabung informasi dan ilmu pengetahuan untuk menghasilkan publikasi ilmiah.

Meninggalkan Pragmatisme Sesaat

Ke-istiqomah-an seorang dosen dalam menekuni satu kajian ilmu pengetahuan, terkadang mendapatkan banyak ujian—terkhusus tatkala pragmatisme sesaat datang pada diri sang dosen. Ke-istiqomah-an akan langsung goyah, bila dirinya tidak memiliki benteng pertahanan yang kuat.  

Apa yang dimaksud dengan pragmatisme sesaat? Pragmatisme sesaat ialah tawaran menggiurkan bagi seorang dosen untuk mengerjakan bidang lain di luar dari ilmu pengetahuan yang sedang ditekuninya. Misalnya, dirinya seorang dosen yang sedang menekuni Kajian Perbankan dan Keuangan Syariah, tiba-tiba ditawari menjadi komisaris perusahaan bidang pariwisata.

Baca Juga  Gerakan Hijrah di Indonesia 1980-an Vs Sekarang

Bila dilihat secara kasat mata, memang kajian pariwista dengan Perbankan dan Keuangan Syariah masih memiliki irisan, yaitu sama-sama mempelajari kajian ekonomi. Tetapi, secara esensi kedua model bisnis tersebut sangat berbeda. Bisa dipastikan, bila dosen yang bersangkutan menerima permintaan tersebut, dirinya harus berjibaku mempelajari bidang pariwisata secara detail.

Pada saat dirinya mempelajari bidang pariwisata, hampir bisa dipastikan akan meninggalkan bahan bacaan dan kajian berkaitan dengan Perbankan dan Keuangan Syariah. Secara finansial, memang dosen yang bersangkutan akan mendapatkan tambahan pendapatan. Tetapi, secara otoritas keilmuan, dirinya telah melenceng dari otoritas keilmuan yang sedang ditekuninya.

Ada satu strategi yang mungkin bisa dilakukan oleh para dosen—yang barangkali akan mengerjakan sesuatu di luar otoritas keilmuan yang sedang ditekuni. Melanjutkan contoh di atas, misalnya dirinya menerima tawaran menjadi komisaris perusahaan bidang pariwisata.

Di samping mempelajari berkaitan dengan ekonomi ke-pariwisata-an, dirinya tetap konsisten melakukan Kajian Perbankan dan Keuangan Syariah. Sehingga, dosen yang bersangkutan akan mendapatkan dua hal sekaligus, yaitu peningkatan otoritas di bidang keilmuan yang sedang ditekuninya dan honorarium sebagai komisaris di perusahaan pariwisata.

Editor: Yahya FR

Hamli Syaifullah
15 posts

About author
Dosen di Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *