Sebelumnya, kurva jumlah kasus positif COVID-19 di India turun signifikan pada bulan 8 Februari 2021, di mana jumlah harian yang terkena COVID-19 adalah 9.110 orang. Sebelumnya, pada 3 September 2020, puncak jumlah kasus positif COVID-19 India adalah 90.123 orang perhari. Dari lonjakan kasus COVID-19 di India, Indonesia bisa belajar terkait pelarangan mudik.
Lonjakan COVID-19 di India
Nah, di saat jumlah covid yang turun ini seiring dengan proses vaksin yang mulai masif, semua pihak mulai lengah. Ini terlihat dengan adanya perayaan keagamaan terbesar di Sungai Gangga, yaitu Kumbh Mela, melibatkan ratusan ribu orang terlibat tanpa menggunakan masker.
Di sisi lain, di India mulai ada varian baru yang mempercepat proses COVID-19 berkembang dari sebelumnya. Pilpres di India juga dianggap memiliki andil besar terjadinya kerumunan, di mana kampanye besar-besaran membuat kerumunan. Akibatnya, penambahan kasus positif COVID-19 harian di India menjadi 273.802 orang dan 1.501 orang meninggal dalam waktu 24 jam. Jumlah ini merupakan rekor harian terbesar di dunia. Ini berdampak kepada kewalahannya rumah sakit di India untuk mengatasi korban yang terus berdatangan sekaligus tidak henti-hentinya keluarga korban untuk melakukan kremasi mereka yang sudah meninggal.
Kasus harian COVID-19 di Indonesia tertinggi itu pada 31 Januari 2021, di mana ada 13.695 orang perhari yang kena COVID-19. Titik terendah jumlah COVID-19 harian di Indonesia pada 8 Januari 2021, di mana 4.125 orang terkena COVID-19 dalam sehari. Tentu saja, ini merupakan prestasi yang harus dipuji, mengingat kesigapan pemerintah setelah terjadi pergantian Menteri Kesehatan. Namun, kewaspadaan harus tetap dilakukan.
Pelarangan Mudik Sudah Tepat
Belajar dari kasus India, upaya pemerintah Indonesia untuk melarang pulang kampung saat lebaran itu sudah tepat. Perlu ada kebijakan yang tegas untuk membatasi mobilitas dan mencegah lonjakan kasus COVID-19 seperti di India. Meskipun, aturan ini harus diterapkan secara konsisten.
Vaksinasi yang sudah dilakukan bukan berarti menandakan COVID-19 sudah selesai, melainkan itu sebagai alternatif untuk melakukan pencegahan yang lebih buruk terjadi. Tidak ada proses sim salabim dalam menyelesaikan pandemi ini, kecuali kedisiplinan keras untuk mengatur dan mengelola masyarakatnya. Semua ini sangat bergantung kepada elit politik yang memegang kebijakan dan aturan.
Editor: Nabhan