Riset

Pengaruh Kebudayaan Romawi di Timur Tengah

5 Mins read

Romawi Timur atau Bizantium merupakan kekuatan Super Power dunia pada masa menjelang kedatangan Islam. Posisi Bizantium memang sangat strategis bagi dua benua: Asia dan Eropa. Wilayah kekuasaan Bizantium hampir menandingi kekuasaan orang-orang Persia (Sassanids). Kepada Negara-negara yang menjadi wilayah kekuasaannya, penguasa Bizantium memperkenalkan kebudayaan orang-orang Romawi yang telah mengalami proses revolusi spiritual. 

Di samping lewat jalur kekuasaan, bangsa Romawi juga memainkan peran yang amat penting dalam sektor perdagangan dunia. Bizantium menempati letak yang amat strategis sebagai titik temu penyeberangan antara Asia dan Eropa. Bizantium juga menjadi magnet bagi Afrika dari segi perdagangan dan kebudayaannya. Dengan letaknya yang amat strategis, Konstantinopel dapat mengontrol rute perdagangan antara Asia dan Eropa serta jalur Mediterania menuju Laut Hitam.

Pada masa kekuasaan orang-orang Romawi di Bizantium, agama Nasrani dengan berbagai aliran teologisnya mendominasi penduduk di kawasan Mesopotamia (Irak), Palestina, Yaman, dan Syria. Kaisar Justianus I sangat berperan besar dalam menaklukkan kawasan-kawasan ini. Di bawah pemerintahannya, agama Nasrani menjadi agama rakyat yang paling populer.

Kepada negara-negara yang menjadi wilayah kekuasaannya, rezim Bizantium mengutus duta besar yang berperan cukup besar dalam memperkenalkan kebudayaan orang-orang Romawi. Di samping itu, pada masa kekuasaan Justianus I, Bizantium berhasil membangun hubungan diplomatik yang cukup baik dengan negara-negara di sekitar Jazirah Arab.   

***

Pengaruh kebudayaan Bizantium tidak bisa dibantah lagi bagi perkembangan kebudayaan bangsa Arab. Khusus untuk kawasan Jazirah Arab, imperium Romawi tidak banyak menggunakan kekuatan militer dalam menyebarkan kebudayaan mereka. Sebab, kondisi geografis Jazirah Arab pada umumnya memang tidak menarik para penguasa adidaya pada waktu itu. Sehingga pengaruh kebudayaan Romawi lebih banyak lewat jalur perdagangan dan hubungan kebudayaan. 

Sistem perekonomian bangsa Romawi yang telah maju memanfaatkan jalur pelayaran lewat sungai Dajlah (Tigris) untuk memasarkan produk-produk industri. Lewat jalur perdagangan inilah, bangsa Arab mengenal kebudayaan bangsa Romawi.   

Salah satu bukti pengaruh perekonomian bangsa Romawi terhadap bangsa Arab ialah dengan digunakannya mata uang Dinar. Dalam melakukan transaksi perdagangan, Bangsa Arab menggunakan alat penukaran Dinar milik bangsa Romawi. Selain menggunakan mata uang Dinar, bangsa Arab juga menggunakan mata uang Dirham milik bangsa Persia. Kekuatan politik global pada waktu itu memang didominasi oleh Persia dan Romawi, maka bangsa Arab menggunakan mata uang milik dua bangsa ini. 

Lewat jalur perdagangan ini, bangsa Arab berkenalan dengan kebudayaan dari luar, seperti Persia dan Bizantium. Pertukaran kebudayaan bukan terjadi pada produk-produk perdagangan saja, melainkan lebih jauh bangsa Arab telah bersentuhan dengan falsafah bangsa Persia dan Romawi. Oleh karena itu, corak keagamaan bangsa Persia dan Romawi banyak mewarnai sistem peribadatan bangsa Arab pada umumnya.

Baca Juga  Perkembangan Ide Monoteisme Agama Ibrahim

Di samping lewat jalur perdagangan, bangsa Persia dan Romawi berlomba-lomba dalam hal mempengaruhi kawasan di sekitar Jazirah Arab. Masing-masing imperium mendirikan negara-negara boneka yang tujuannya menjadi agen kebudayaan mereka di jazirah Arab. Negara boneka bentukan imperium Bizantium di tanah Arab seperti ialah Kerajaan Ghassan di selatan Syria dan Dinasti Himyar II di Yaman.

Sejarah Kerajaan Ghassan sebenarnya memiliki latarbelakang kebudayaan yang hampir sama dengan Dinasti Himyar. Kedua kerajaan ini merupakan generasi penerus Kerajaan Saba’. Tetapi kedua kerajaan ini, sebelumnya, telah didahului oleh kekuasaan orang-orang Tubba’ (Tababi’ah). Raja-raja Tubba’ beraliansi politik ke Persia.

Kerajaan Ghassan didirikan pertama kali pada tahun 220 M di Yaman. Berdirinya kerajaan ini murni atas kepentingan Imperium Bizantium. Salah seorang raja terkenal dari kerajaan ini adalah Al-Harits bin Jabala yang berkuasa dari tahun 529-569 M. Dia adalah agen kepentingan Imperium Bizantium di jazirah Arab.       

Kerajaan Ghassan adalah generasi penerus kerajaan Tubba’. Akan tetapi, tidak terdapat keterangan sejarah yang lengkap, kapan sebenarnya orang-orang Tubba’ berkuasa di Yaman. Yang patut dicatat di sini, orang-orang Tubba’ adalah salah satu suku yang mendiami kawasan Yaman selain suku Himyar. Suku Tubba’ merupakan keturunan Ya’rub bin Yashjub bin Qathan (Sirah Ibnu Ishaq: Kitab Sejarah Nabi Tertua: 8). 

Setelah kekuasaan Dinasti Tubba’, Yaman dikuasai oleh orang-orang Himyar. Menurut sejarawan Ibnu Khaldun, suku Himyar ini adalah keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qathan bin Hud (Muqaddimah: 18). Dengan demikian, suku Tubba’ dan Himyar memiliki silsilah yang sama, yakni keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qathan bin Hud.  

Konflik keagamaan yang terjadi dalam agama Yahudi, yakni antara yang mengakui kenabian Isa Al-Masih as. dan yang menolak kenabiannya, juga konflik dalam tubuh agama Nasrani antara yang meyakini unsur-unsur ketuhanan dalam diri Isa Al-Masih as. dan yang hanya mengakui kenabiannya saja, turut mewarnai corak keagamaan di Jazirah Arab. Termasuk di Yaman yang sesungguhnya menjadi jalur utama penyebaran ajaran samawi di kawasan Makkah dan sekelilingnya. 

Baca Juga  Gerhana Bulan 5 Juli 2020, Perlukah Shalat Gerhana?

Imperium Romawi Timur memiliki hubungan diplomatik yang amat baik dengan Dinasti Himyar II di Yaman. Pada tahun 356 M, Kaisar Constantine II mengirim duta besar Romawi di Yaman. Namanya Theophilus Indus, seorang Nasrani yang bermazhab Arianisme. Lewat jalur inilah sebenarnya bangsa Arab mengenal agama Nasrani. Penduduk kawasan Najran (Yaman) mayoritas telah memeluk agama Nasrani. Penduduk di kawasan mengenal ajaran Nasrani lewat salah seorang murid Nabi Isa Al-Masih as. bernama “Faimiyun” (wafat 521 M) (Joesoef Sou’yb menyebutnya “Kimmiun”). 

Sejarawan Ibnu Ishaq menuturkan kisah tentang seorang pengikut setia Nabi Isa Al-Masih as. ini. Faimiyun adalah seorang pertapa yang berbudi luhur. Doa-doanya selalu dikabulkan oleh Tuhan. Dia bekerja sebagai kuli bangunan sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada setiap hari Ahad dia berhenti bekerja secara total. 

Ibnu Ishaq kembali menuturkan bahwa suatu ketika Faimiyun pergi ke tanah Arab. Dia diserang oleh sekelompok penyamun dan dijadikan sebagai budak yang diperjual-belikan. Faimiyun dijadikan sebagai budak oleh seorang Arab. Tetapi tuannya selalu kagum setiap kali dia melihat keanehan dalam diri Faimiyun. 

Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, kamar yang ditempati oleh Faimiyun selalu diliputi cahaya terang. Atas dasar inilah, tuannya menanyakan perihal agamanya. Dikatakan bahwa agamanya adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Pada kesempatan tersebut, Faimiyun menasehati orang-orang supaya tidak melakukan penyembahan terhadap pohon kurma. Orang-orang tersebut menguji kebenaran akidah yang dibawa oleh Faimiyun dengan memerintahkan supaya dia menghancurkan “pohon kurma” yang menjadi berhala mereka.

Jika Faimiyun bisa menghancurkan pohon kurma tersebut, sebagai teruhannya, mereka bersedia berpindah keyakinan. Dan benar, seperti mukjizat, setelah Faimiyun berdoa kepada Tuhan-Nya, maka pohon tersebut diterjang angin hingga roboh dan hancur. Mulai saat itu orang-orang Najran memeluk agama Nasrani yang dibawa oleh Faimiyun, murid Nabi Isa Al-Masih. Akan tetapi, setelah Yaman dikuasai oleh Dzu Nuwas yang memeluk agama Yahudi, orang-orang Nasrani di Najran mendapat perlakuan kasar. 

Di samping kaum Yahudi terutama dari sekte Saduki (klas para rahib), memang memiliki kebiasaan memaksakan keyakinan kepada orang lain, mereka juga tidak mengakui kenabian Isa Al-Masih as. sehingga seluruh ajarannya dinyatakan sesat. Secara otomatis para pengikut Nabi Isa Al-Masih as. dinyatakan sebagai kelompok sesat sehingga kaum Yahudi merasa wajib meluruskan akidah mereka. 

Baca Juga  Khilafah Adalah Solusi Masalah di Timur Tengah, Benarkah?

Buntut dari pemaksaan keyakinan tersebut mengakibatkan penindasan yang bertubi-tubi bagi para pengikut setia nabi ini. Puncak penindasan terhadap kaum Nasrani di Yaman, khususnya di kawasan Najran, ketika Dzu Nuwas mengumpulkan para pengikut setia Nabi Isa Al-Masih as. Setalah Dzu Nuwas gagal memaksa mereka supaya mengingkari ajaran-ajaran Nasrani, dengan amat biadab raja Himyar ini membakar mereka hidup-hidup.

Kisah ini amat masyhur dan diabadikan dalam Al-Qur’an: “Binasalah orang-orang yang membuat parit (para pembesar Yaman di Najran dan para pendeta Yahudi) yang berapi (yang terdiri dari) kayu bakar ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang Mukmin (Al-Hawariyyun). Dan mereka menyiksa orang-orang Mukmin itu hanya karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Qs. Al-Buruj/85: 4-8).   

Tanah Najran telah menyaksikan betapa teguh keimanan orang-orang Al-Hawariyyun dalam meyakini ajaran monoteisme samawi otentik. Mereka rela dibakar hidup-hidup oleh Dzu Nuwwas dan para pejabat tinggi Yaman beserta para rahib Yahudi (Sekte Saduki). 

Akan tetapi, pada peristiwa ini, Tuhan membalas keimanan orang-orang Al-Hawariyyun dengan balasan setimpal. Kepada para pejabat tinggi Yaman, mereka ditimpa azab yang menyedihkan. Mereka inilah yang dalam Al-Qur’an dikenal sebagai Ashhab Al-Ukhdud.  Selain Yaman, agen-agen kebudayaan Bizantium di Jazirah Arab meliputi Damaskus (Syria), Mesir, dan Ethiopia.

Pada awal kedatangan Islam, Damaskus di bawah kekuasaan Al-Harits bin Abi Syamr. Mesir (Fustat) di bawah kekuasaan Mukaukis. Sedang Ethiopia atau yang lebih dikenal dengan “Negeri Habasyah” di bawah kekuasaan Najasyiy (Negusti) (Bersambung).

***

*)Tulisan ini merupakan seri kesepuluh dari serial Fikih Peradaban Islam Berkemajuan yang ditulis oleh sejarawan Muhammadiyah, Muarif.

Seri 1 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya

Seri 2 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Alquran, Wahyu yang Menyejarah

Seri 3 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Kisah dalam Alquran: Tujuan dan Ragam Qashash

Seri 4 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Khalifatullah fil Ardh: Manusia sebagai Aktor Peradaban

Seri 5 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ras Merupakan Kekeliruan Besar: Sanggahan Atas Teori Ras

Seri 6 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Evolusi Kebudayaan: Tidak Ada Bangsa Pilihan

Seri 7 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Relasi Kebudayaan dan Kekuasaan

Seri 8 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Persia di Timur Tengah

Seri 9 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kepercayaan Majusi bagi Bangsa Arab

Editor: Yusuf

157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds