Salah satu aspek keilmuan yang harus dipelajari seorang ulama adalah aspek sejarah. Teringat sewaktu di pendidikan kader ulama di Makassar Almarhum Harifuddin Cawidu, pakar filsafat Islam dari IAIN Alauddin (sekarang UIN Alauddin) mewanti-wanti kami, bahwa seorang kader ulama haruslah tahu tentang sejarah. Dalam artikel ini, sejarah peradaban Makkad dan peradaban Madinah yang akan dibahas.
Peradaban Makkah dan Peradaban Madinah
Dalam buku karya Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Pak Harun membincang tentang sejarah sebagai salah satu aspek dalam membicarakan aspek keislaman. Pengetahuan tentang sejarah itu sangat penting, seorang muslim yang buta tentang sejarah islam tidak akan bisa mengamalkan keislaman secara baik.
Sebagai seorang Muslim mengetahui tentang sejarah perjuangan Nabi dalam mendakwahkan Islam itu sangat penting, selama 23 tahun Nabi menjalankan misi ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam menjalankan misi dakwah Nabi, terbagi dalam dua periode yakni periode makkah dan periode madinah. Periode makkah berlangsung selama 13 tahun dan periode madinah berlangsung selama 10 tahun.
Selama periode Makkah Nabi banyak melakukan orientasi dakwahnya dalam aspek ketuhanan atau ketauhidan, sedangkan periode Madinah lebih berorientasi muamalah kemanusiaan. Jadi perpaduan antara periode Makkah dan periode Madinah itulah ajaran Islam, di dalamnya ada aspek keimanan dan aspek sosial kemanusiaan.
Di sini perlunya kajian sejarah perjalanan sejarah Muhammad saw sebab itu akan menambah pengetahuan kita tentang sejarah perjuangan Nabi. Islam itu bagaimana kita memaknai atau mengawinkan antara periode Makkah dan periode Madinah. Kalau kita mampu memaknai dari kedua periode tersebut keislaman akan mampu memberikan energi Islam wasatiyah terhadap umat.
Kalau kita hanya mampu mengedepankan orientasi Makkah tanpa orientasi Madinah maka kita akan berislam secara kaku. Begitupun kalau kita mengedepankan orientasi Madinah tanpa orientasi Makkah maka kita akan berislam minus nilai-nilai keilahian. Islam yang ideal adalah Islam yang tidak kaku, Islam yang fleksibel, Islam yang dinamis, Islam hasil perkawinan antara madzhab Makkah yang keilahian dan madzhab Madinah yang berorientasi kemanusiaan.
Istilah seperti itulah di coba diperkenalkan oleh Nabi sewaktu berada di Madinah. Sehingga Nabi berhasil merumuskan suatu piagam, yang dikenal dengan Piagam Madinah.
Piagam Madinah
Piagam Madinah ini adalah hasil rumusan Nabi dengan berbagai komunitas yang ada di Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan berbagai agama. Sehingga Madinah dikenal sebagai masyarakat yang pluralis dari segi agama, suku, etnis, Nabi berhasil menyatukan berbagai kekuatan tersebut.
Sehingga peradaban Madinah dikenal sebagai masyarakat madani, masyarakat yang berperadaban, masyarakat yang disebut civil society, masyarakat yang menghargai nilai nilai pluralitas, masyarakat yang tidak mudah menyalahkan dan mengkafirkan dengan sesama. Itulah contoh prototipe masyarakat yang diperjuangkan oleh Nabi, dan itulah yang harus dijadikan sebagai oleh pelanjut generasi generasi hari ini, generasi masa depan.
Akar dari peradaban Makkah dan peradaban Madinah yang telah ditanamkan oleh Nabi adalah peradaban ilmu. Inilah akar persamaan antara kedua model yang peradaban tersebut. Di Makkah sebagai daerah awal dari peradaban Islam, disini awal diturunkannya wahyu, dan disinilah dimulainya awal peradaban Islam sebagai peradaban yang lebih mengedepankan keilmuan.
Diawal diturunkannya Wahyu di Gua Hira, Nabi diperintahkan oleh Tuhan untuk mengembangkan peradaban Islam, sebagai peradaban yang abadi. Tuhan menuzulkan kepada Nabi tiga kali kata kata iqra‘, sebagai bentuk betapa pentingnya keilmuan dalam membangun suatu peradaban yang tahan banting sejarah.
Begitupun di Madinah, Nabi lebih mengedepankan bentuk peradaban ilmu, di Madinah Nabi aktif melakukan kajian kajian keilmuan bersama para sahabat. Memang itulah orientasi Nabi dalam membangun suatu peradaban Madinah yang begitu kuat peradaban keilmuannya.
Sehingga dalam sepuluh tahun saja Nabi berhasilnya mempersatukan negara madinah sebagai negara yang kuat, kuat secara integritas keilahian dan keilmuannya. Itulah sebenarnya pusaka yang ditinggalkan oleh Nabi dalam membangun suatu peradaban, dan itulah harus kita warisi sebagai umatnya. Peradaban ilmu inilah tidak akan ketinggalan zaman.
Pentingnya Mubaligh Membaca
Dalam dialog akhir tahun yang dilaksanakan DPP IMMIM, Ahmad M Sewang, yang juga sebagai Ketua Umum DPP IMMIM menyampaikan pesan pesan kepada para muballigh se kota Makassar, bahwa seorang muballigh tidak ada halte untuk berhenti belajar. Dia sangat menekankan tiga pesan untuk para muballigh yakni, membaca, membaca, dan membaca.
Mungkin terinspirasi ketika Nabi berada di Gua Hira, ketika Malaikat Jibril atas perintah Tuhan memerintahkan kepada Nabi untuk membaca, sampai tiga kali Jibril mengulang-ulangi perintah untuk membaca. Di balik perintah itu tersembunyi suatu peradaban yang sangat besar untuk kemajuan Islam ke depan.
Seorang muballigh yang berhenti belajar tidak akan bisa memberikan pencerahan terhadap umat. Disini bukan hanya muballigh, tapi keseluruhan umat manusia. Implementasi dari perintah membaca yang diterima oleh Nabi langsung diterapkan oleh Nabi terhadap para sahabat dan umatnya. Nabi bukanlah sosok yang egois dalam menerima perintah Tuhan, seperti yang terjadi di Gua Hira, dia berdua dengan malaikat Jibril, Nabi menerima kado perintah membaca dari Tuhannya, setelah itu langsung disosialisasikan kepada umatnya.
Begitupun ketika Nabi di mi’rajkan ke langit untuk bertemu dengan Tuhannya, Nabi tidak berlama lama bermunajat kepada Tuhan. Betapa bahagianya Nabi bisa berkonsultasi dengan Tuhannya, disitulah puncak spritual Nabi tapi Nabi tidak lama menikmatinya. Tak lain karena ingin kembali ke bumi untuk membagi kebahagiaan yang baru saja diterima dari Tuhannya.
Nabi adalah tipe yang sangat peduli kepada umatnya. Dia tidak ingin menikmati kebahagiaan spiritual sendirian tapi Nabi lebih mementingkan umatnya supaya bisa menikmati kenikmatan spritual bersama sama dengan umatnya.
***
Itulah ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad saw, ajaran yang mencoba menggabungkan dua model peradaban, yakni peradaban makkah dan peradaban madinah. Jika kedua peradaban ini disatukan, akan terciptalah suatu masyarakat yang maju, masyarakat yang berperadaban, masyarakat yang bermoral, masyarakat beradab, atau masyarakat madani.
Editor: Nabhan