Kalam

Peran Agama dalam Masyarakat Multikultural

4 Mins read

Agama hadir di tengah kehidupan bermasyarakat bukanlah menjadi suatu yang ephinomena atau gejala yang jauh dalam kehidupan manusia, tetapi menjadi gejala yang terdekat dalam kehidupan manusia. Agama tidak hanya mengajarkan bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya (ritual) akan tetapi agama juga merupakan alat legitimasi atas realitas kehidupan sosial-masyarakat yang efektif.

Agama secara simbolik telah mengejawantahkan diri dalam sosok yang jelas. Seperti upaya sekolah-sekolah yang didirikan lembaga atau organisasi masyarakat (ormas), yang mana telah memberikan bukti nyata akan adanya peranan agama dalam mewujudkan pembangunan karakter dalam dialektika kehidupan bermasyarakat. Bukan hanya pendidikan formal, namun keikutsertaan para agamawan sebagai pendidik non-formal juga terasa vital dalam keberlangsungan bermasyarakat.

Komunitas umat beragama, khususnya di Indonesia, meyakini bahwa agama yang dipeluknya memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan. Di antaranya, fungsi agama secara normatif adalah sebagai pemandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan kebahagiaan setelah kematian. Para pemeluk agama juga meyakini bahwa agamanya mengajarkan kedamaian dan kasih sayang terhadap sesama manusia.

Tiga Golongan Suku Bangsa di Indonesia Menurut Koentjaraningrat

Indonesia merupakan negara yang memiliki sifat plural dan multikultural. Karena selain memiliki agama yang berbeda-beda juga memiliki suku, budaya, dan agama yang berbeda pula. Menurut Koentjaraningrat, pemerintah membagi suku bangsa yang ada di Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu:

Pertama, suku bangsa yang memiliki daerah asal dalam wilayah Indonesia. Kedua, golongan keturunan asing yang tidak memiliki wilayah asal Indonesia karena daerah asal mereka terletak di luar negeri. Dan ketiga, masyarakat terasing. Yaitu kelompok masyarakat yang dianggap sebagai penduduk yang hidup dalam tahap kebudayaan sederhana. Mereka biasanya tinggal di lingkungan terisolasi.

Baca Juga  Teologi Altruisme Piagam Madinah

Hal ini dapat terjadi karena di Indonesia memanglah negara yang tidak membatasi dari mana pun warga negara berasal. Selama mengikuti norma-norma yang berlaku, maka bebas untuk menempati wilayah yang ada di Indonesia.

Dengan menggunakan teori struktural fungsional, agama dapat dipandang sebagai tata nilai yang menjadi sandaran masyarakat dalam bertindak pada kehidupan sosial-masyarakat. Oleh karena itu, agama sebagai pembangunan karakter dalam kehidupan sosial bermasyarakat yang multikultural sangatlah penting.

Agama dalam Berbagai Perspektif Keragaman Multikultural

Definisi agama tergantung dari sudut pandang mana para teoretis memandang agama. Dilihat dari sudut pandang teolog misalnya, mereka melihat agama sebagai seperangkat aturan yang datang dari Tuhan.

Sementara bagi para pengkaji dari sudut pandang yang lain, seperti prikolog, antropolog, dan sosiolog; mereka melihat bahwa agama adalah sebagai ekspresi manusia dalam merespons masalah yang melingkupi kehidupan di masyarakat.

Dalam pandangan teolog, agama adalah sesuatu yang murni dari Tuhan. Dalam perspektif teologis, agama dimaknai sebagai perangkat norma-norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia satu dengan manusia lainnya.

Quraisy Shihab dalam kitab tafsirnya mendefinisikan agama sebagai pemberitahuan dari Allah melalui pesan utusan-Nya. Yang mana berupa aturan-aturan, undang-undang, perjanjian, pedoman, dan pengarah hidup manusia menuju kehidupan yang lebih baik.

Namun, pada saat yang sama, agama juga merupakan bentuk pengalaman hidup manusia dalam mengekspresikan perjuampaannya dengan Allah. Juga pemahaman serta realisasi ajaran-ajaran-Nya yang hidup dalam sistem budaya manusia.

Sementara itu dalam perspektif psikologis, agama dari sudut pandang subjektif William James medefinisikan agama sebagai segala perasaan, perilaku, dan pengalaman manusia individu dalam kesunyian. Sejauh mereka memahami dirinya sendiri berada dalam kaitannya dengan segala apa yang dianggap Tuhan.

Baca Juga  Islam Berkemajuan Enteng-Entengan

Kemudian dalam pandangan tokoh antropologi, agama merupakan sebuah ekspresi manusia di dalam tanggapannya terhadap supranatural. E. B. Tylor memberikan definisi minimum agama sebagai kepercayaan terhadap makhluk-makhluk spiritual. Menurutnya, yang menjadi karakteristik agama adalah kepercayaan pada roh yang perfikir, bertindak, dan merasa seperti manusia. Esensinya adalah animisme, kepercayaan pada kekuatan pribadi yang hidup di balik semua benda.

Dalam perspektif sosiologi, Emile Durkheim memandang agama tidak sekedar gagasan tentang Tuhan dan Roh, tetapi ia menekankan ciri kolektif atau sosial. Menurutnya, agama merupakan sekumpulan keyakinan dan praktik yang berkaitan dengan suatu yang sakral, yakni suatu keyakinan dan praktik-praktik yang dapat menyatukan suatu komunitas moral dan pemeluknya tunduk atas norma-normanya.

Uaian di atas menggambarkan betapa para teoretis berbeda tentang definisi agama. Perbedaan definisi yang dilontarkan para teoretis merupakan suatu kewajaran, hal demikian karena perbedaan sudut pandang para teoretis.

Meski demikian, dalam pemaknaan soal agama, ada kesepakatan yang ditarik. Bahwa yang menjadi inti dari sebuah agama adalah adanya seperangkat aturan atau norma, tata nilai yang mengatur hubungan dengan realitas sosial kemasyarakatan.

Pembangunan Karakter Berbasis Agama dalam Masyarakat Multikultural

Secara umum, masing-masing agama memiliki dua sifat sekaligus yang saling bertentangan. Pertama, yaitu ajaran tentang hidup yang damai. Kedua, pembagian diri dalam kelompok yang dapat menjadikan konflik. Konflik sosial dalam banyak kasus telah menjadi sisi lain dari kohesi sosial keagamaan. Perbedaan iman dan ritual dalam suatu kelompok agama tertentu sering menjadi alasan persaingan, perdebatan, konflik politik, perselisihan keluarga, bahkan kekerasan fisik.

Sampai pada taraf tertentu, suatu gerakan keagamaan sering dijadikan alat legitimasi kekuasaan politik, penguasaan ekonomi, dan tak luput pula dijadikan dominasi etnis tertentu terhadap etnis yang lain. Secara horizontal, struktur masyarakat di Indonesia pada kenyataan adanya perbedaan-perbedaan suku, agama, adat istiadat, serta perbedaan kedaerahan.

Baca Juga  Agama dan Spiritualitas: Masih Relevankah di Era Pasca-Modern?

Dalam agama Islam, legitimasi multikultural banyak disebutkan dalam kitabnya, yaitu Al-Qur’an. Salah satunya disebutkan dalam QS al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat di atas, menurut pandangan para mufasir, secara substansial menegaskan keberagaman umat manusia dari berbagai sisi. Baik secara geografis, geo-politik, maupun negara bangsa (nation state). Dari ayat tersebut, terdapat beberapa hal terkait pembangunan karakter dalam multikulturalisme. Seperti belajar hidup dalam perbedaan untuk saling mengenal, saling percaya, pengertian, dan menghargai.

Dengan memahami konsep multikulturalisme, diharapkan setiap individu atau kelompok dapat menerima dan menghargai. Karena pada dasarnya, setiap agama mengajarkan sifat damai dan kasih sayang.

Editor: Zahra

Arif Kurniawan
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Articles
Related posts
Kalam

Inilah Tujuh Doktrin Pokok Teologi Asy’ariyah

3 Mins read
Teologi Asy’ariyah dalam sejarah kalam merupakan sintesis antara teologi rasional, dalam hal ini adalah Mu’tazilah serta teologi Puritan yaitu Mazhab Ahl- Hadits….
Kalam

Lima Doktrin Pokok Teologi Mu’tazilah

4 Mins read
Mu’tazilah sebagai salah satu teologi Islam memiliki lima doktrin pokok (Al-Ushul al-Khamsah) yaitu; at-Tauhid (Pengesaan Tuhan), al-Adl (Keadilan Tuhan), al-Wa’d wa al-Wa’id…
Kalam

Asal Usul Ahlussunnah Wal Jama'ah

2 Mins read
Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan pemahaman tentang aqidah yang berpedoman pada Sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Ahlussunnah Wal Jama’ah berasal dari tiga…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds