Perspektif

Poligami: Syariat Islam yang Ternoda?

3 Mins read

Keseluruhan syariat Islam membawa maslahat yang besar dan kebaikan bagi kehidupan manusia. Tidak ada syariat Islam yang membawa mudharat dan kehancuran bagi pemeluknya. Salah satu syariat Islam ialah poligami.

Poligami

Poligami sendiri adalah suatu perkara yang diperbolehkan didalam  Islam dan bukan merupakan suatu perkara yang hina atau dapat melecehkan seorang hamba disisi Allah Ta ’ala. Seperti ayat yang terkandung dalam Al-Quran berikut ini yang artinya: “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Qs An-Nisa :3).

Dari firman Al-Quran tersebut menyatakan bahwa poligami boleh dilakukan asal dengan syarat berlaku “adil”. Meski diperbolehkan, banyak stigma dari masyarakat yang menilai poligami adalah perkara yang dapat memecah belah keharmonisan rumah tangga dan menimbulkan kekerasan sehingga hanya bisa menyebabkan kemudharatan dan ketidak adilan. Lantas apakah poligami sekarang menjadi syariat Islam yang ternoda?

Apabila poligami adalah hal yang tercela tentu saja  baginda nabi Muhammad Saw tidak akan melakukannya dan bila itu salah, maka Allah Swt akan menegur melalui firman-firmannya. Andai saja poligami melambangkan kemuliaan dan ketakwaan tentulah semua sahabat Rasulullah akan mempraktikkannya. Namun nyatanya sebagian dari mereka memilih berumah tangga secara monogami bukan poligami.

Banyak stigma yang berpendapat bahwa poligami itu adalah awal dari kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum wanita dan anak-anak seperti yang dikatakan Nurul Arifin seorang artis dan aktivis sebuah partai. Ia menilai bahwa poligami adalah bentuk pelanggaran HAM perempuan dan anak-anak. “itu bentuk pelecehan dan diskriminasi” ungkapnya sebagaimana dikutip di cyberman.

Syariat Islam yang Ternoda

Pernyataan lain juga dilontarkan Nursyahbani Karjasungkana anggota Fraksi PKB yang juga pendiri lembaga bantuan hukum asosiasi perempuan Indonesia untuk keadilan (LBHAPIK) yang berpendapat “bahwa poligami adalah tindakan kekerasan dan mengakibatkan ketidak adilan, tidak saja bagi perempuan namun juga  bagi anak-anak”.

Baca Juga  Pendidikan Kita, Pendidikan yang Membebaskan

Ia bahkan menegaskan “ tidak ada alasan apapun yang cukup membiarkan poligami di negeri ini bahkan ketika para pelaku poligami, tukang kawin itu menggunakan ayat-ayat suci sebagai pembenaran atas tindakannya, kenyataannya mereka hanya mengedepankan nafsu belaka”. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui poligami dapat berdampak menjadi masalah krusial dan problem sosial bagi pelakunya didalam kehidupan masyarakat sehingga membuat poligami itu ternoda dan tertuduh.

Pendapat lain yang bertolak belakang justru mendukung adanya poligami disampaikan oleh Prof Huzaemah Tahido Yanggo ahli fikih lulusan universitas Al-Azhar Mesir yang menyatakan, “Poligami itu sesuai syariat Islam. Menurutnya hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak istri  untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’; yaitu ketika sang suami berbicara semena-mena terhadap istrinya. Ia menambahkan Islam membolehkan poligami dengan syarat “adil”. Syarat ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau suami tidak mau berlaku adil terhadap istri-istrinya berarti ia tidak mau mu’asyarah bil ma’ruf ( bergaul dengan baik pada mereka)”.

Pimpinan pesantren Darul Tauhid, KH. Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym menyatakan sebelum ia berpoligami “Poligami merupakan syariat Islam yang sangat darurat. Wacana soal poligami itu perlu diketahui dan dipahami oleh karena itu wacana poligami tidak perlu dipertentangkan umat Islam.”

Setelah dirinya resmi menikahi istri keduanya, banyak pernyataan yang beliau sampaikan di antaranya “Saya prihatin dengan adanya pandangan yang kurang baik terhadap poligami seakan pelaku poligami adalah pelaku kejahatan yang sangat besar”. Namun beliau juga tidak menganjurkan jamaahnya untuk poligami, “Kalau tidak ada ilmunya lebih baik jangan” ujarnya saat mengisi ceramah. Dari pernyataan tersebut poligami menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Baca Juga  Muhammadiyah dan Lapangan: Dari Shalat Id sampai Sepakbola

Ketidakadilan

Di zaman sekarang, poligami tidak hanya dilakukan orang saleh tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang ingin melakukannya demi kepentingan pribadi dengan caranya sendiri. Juga tidak mengenal Allah Ta’ala, tidak memahami batasan-batasan syariat, dan bahkan tidak menunaikan ibadah.

Oleh karenanya sangat besar kemungkinannya mereka berpoligami menurut caranya sendiri. Tidak berpedoman pada syariat dan dilakukan tanpa mengindahkan rambu-rambu yang sudah ditetapkan sehingga berakibat tindak kezaliman dan ketida adilan. Dari kasus poligami seperti itu menyebabkan masalah yang krusial seperti penganiayaan, kekerasan dan ketidak adilan yang terjadi bagi kaum wanita dan anak-anak. Sehingga hal tersebut menjadi sumber pemberitaan.

Di sisi lain keluarga poligami yang rukun, tenang dan damai jarang sekali mendapat perhatian publik seakan tidak pernah ada.  Ketidakseimbangan pemberitaan tersebut menyebabkan poligami dituduh sebagai penghantar kehancuran rumah tangga. Noda itulah yang diciptakan segelintir orang yang membuat kesan buruk terhadap poligami sampai menyebar begitu luas.

Mengapa presepsi mereka sangat buruk dan sangat membenci poligami? Noda apakah yang melekat pada poligami sehingga sulit sekali untuk dibersihkan? Marilah pahami sejenak dan berpikir jernih hendaklah semua orang dilarang poligami karena praktiknya yang menyengsarakan? Akankah menghukum semua dokter karena salah satu diantara mereka melakukan malpraktik?

Editor: Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Lusi Hanasari. Alumnus Universitas Islam Lamongan (UNISLA). Sehari-hari bekerja sebagai guru privat anak-anak
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *