Inspiring

Politik sebagai Amal Usaha: Refleksi Pemikiran Bahtiar Effendy (BE)

7 Mins read

Oleh Biyanto*

BE – Seperti tidak pernah lelah, Bahtiar Effendy (BE) dalam banyak kesempatan selalu menyampaikan pentingnya umat Islam menaruh perhatian pada bidang politik. Jika umat Islam tidak peduli dengan politik, maka jangan heran apabila mereka yang berada dalam pusaran politik dan kekuasaan tidak memperhatikan kepentingan umat. Pesan ini disampaikan BE dalam berbagai ceramah, termasuk saat menghadiri acara di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah. Salah satunya ketika BE menghadiri acara konsolidasi organisasi Muhammadiyah Jawa Timur (Jatim). Saat itu, Juli 2017, BE diundang untuk memberikan tausiah kebangsaan di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Di hadapan pimpinan dan keluarga besar Muhammadiyah Jatim itulah BE menyampaikan pentingnya Muhammadiyah menjadikan politik sebagai amal usaha. BE juga mengingatkan pentingnya Muhammadiyah memiliki sekolah politik untuk mendidik kader-kader Persyarikatan. Untuk mewujudkan cita-cita itu, BE menyiapkan diri membantu perumusan kurikulumnya.

***

Bahkan BE juga siap menjadi mentor alias gurunya. BE juga menyampaikan bahwa sejauh ini Muhammadiyah tergolong sangat sukses membidani kelahiran amal usaha bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Kisah sukses Muhammadiyah di tiga bidang itu pun layak dibanggakan.

Dilihat dari segi kuantitas dan kualitas lembaga pendidikan, rumah sakit dan poliklinik, serta panti asuhan Muhammadiyah terus berkembang. Meminjam istilah Hajriyanto Y Thohari, tiga bidang garap itu disebut Trisula Abad Pertama Muhammadiyah. Tatkala memasuki abad kedua organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini mencoba untuk menggarap tiga bidang lain, yakni Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu), Pemberdayaan Masyarakat, dan penanggulangan bencana melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Tiga bidang ini dikenal sebagai Trisula Abad kedua. Tetapi harus diakui, capaian Trisula Abad Kedua belum sesukses Trisula Abad Pertama.

***

Berdasarkan capaian itulah, Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam testimoninya pernah mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modern yang terbesar di dunia, lebih besar dari organisasi mana pun di dunia Islam. Dilihat dari segi kelembagaannya, Muhammadiyah juga sangat mengesankan. Lebih dari organisasi Islam di mana pun dan kapan pun. Selanjutnya, Cak Nur menegaskan bahwa Muhammadiyah merupakan salah satu cerita sukses di kalangan organisasi Islam, tidak saja secara nasional, melainkan juga internasional. Pernyataan Cak Nur ini merupakan salah satu pandangan bernada positif pada Muhammadiyah. Sebagai outsider Muhammadiyah sekaligus intelektual independen yang ternama pada masanya, penilaian Cak Nur terasa jujur dan proporsional.

Testimoni Cak Nur mengenai kisah sukses Muhammadiyah seharusnya menjadi pemicu lahirnya amal usaha baru. Jika menilik gagasan BE, maka sudah sewajarnya Muhammadiyah mempertimbangkan dengan cermat dorongan sejumlah kader untuk merealisasikan amal usaha baru di bidang politik. Menjadikan politik sebagai amal usaha penting karena sepanjang era reformasi, Muhammadiyah belum sukses menempatkan kader-kader terbaiknya di lembaga eksekutif dan legislatif.

***

Bahkan di departemen tertentu, kader-kader potensial Muhammadiyah mengalami marginalisasi. Bagaimana dengan nasib kader Muhammadiyah di bidang politik dan pemerintahan? Jawabnya, nasib mereka juga tidak jauh berbeda. Dampaknya, diaspora kader Muhammadiyah di panggung politik dan pemerintahan belum sukses. Padahal Muhammadiyah memiliki sumber daya berkualitas yang melimpah.

Baca Juga  Kasus Penistaan Agama di Zaman Kolonial Belanda

Pada konteks itulah Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii) menyuarakan kegalauannya. Buya Syafii menyatakan bahwa dalam politik dan kekuasaan Muhammadiyah itu layaknya yatim piatu (Republika, 24/9/2019). Istilah yatim piatu politik ini merupakan refleksi mendalam Buya Syafii terhadap nasib Muhammadiyah dalam panggung politik nasional. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa sejauh ini Muhammadiyah belum menikmati buah dari era reformasi. Padahal kelahiran era reformasi tidak dapat dilepaskan dari ketokohan Amien Rais, yang notabene mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Saat itu Amien Rais seakan kehilangan syaraf takutnya tatkala berhadapan dengan otoritarianisme Orde Baru. Publik pun mengganjar Amien Rais dengan gelar Bapak Reformasi.

***

Pertanyaannya, apa yang salah dengan posisi politik Muhammadiyah sepanjang era reformasi sehingga belum sukses mendistribusikan kader-kader terbaiknya dalam berbagai jabatan publik di lembaga politik dan pemerintahan? Pertanyaan ini dapat dijawab secara normatif dengan menyatakan bahwa Muhammadiyah memang bukan partai politik. Sejarah panjang Muhammadiyah juga menunjukkan konsistensinya dengan menekuni perjuangan melalui jalur kultural, tanpa sekalipun tergoda menjadi partai politik. Dalam posisi ini Muhammadiyah tidak mungkin bermain politik praktis layaknya partai politik. Yang dimainkan Muhammadiyah adalah politik kebangsaan (high politics). Yakni, politik adiluhung yang menekankan pentingnya pemihakan pada politik nilai.

Sementara persoalan pembagian kekuasaan menjadi urusan elit partai politik. Dalam konteks politik transaksional, yang paling mungkin dilakukan Muhammadiyah adalah menegoisasikan kader terbaiknya untuk menduduki jabatan-jabatan publik di legislatif dan pemerintahan. Persoalannya, tidak semua yang dinegoisasikan Muhammadiyah sukses menjadi kenyataan. Dalam suasana seperti itulah gagasan BE tentang pentingnya Muhammadiyah menjadikan politik sebagai amal usaha di bidang politik perlu diwujudkan. Pertanyaannya, dalam bentuk apa gagasan BE itu harus direalisasikan?

***

Ada beberapa pilihan strategis untuk mewujudkan gagasan BE. Pertama, Muhammadiyah mendirikan partai politik sesuai aprirasi kader-kader Persyarikatan. Pilihan ini tentu tidak mudah karena karakter sejati Muhammadiyah adalah berjuang di ranah kultural. Muhammadiyah juga tidak memiliki pengalaman menjadi partai politik. Satu-satunya pengalaman Muhammadiyah bersinggungan dengan partai politik adalah tatkala menjadi anggota istimewa partai Masyumi pada kurun 1945-1959. Di Masyumi, Muhammadiyah merepresentasikan diri sebagai sayap modernis. Pengalaman ini jelas menjadi beban sejarah Muhammadiyah.

Sejak NU keluar dari Masyumi pada 1952 dan menjadi partai politik, dominasi orang Muhammadiyah dalam kepemimpinan Masyumi mencapai 60 persen (Syaifullah, Pergeseran Politik Muhammadiyah, 2019). Keterlibatan kader Muhammadiyah di dunia politik dalam tingkat tertentu menghadirkan ketegangan antarpimpinan. Hal itu terjadi karena budaya dalam partai politik yang terbiasa berpecah dan bermain panggung depan-panggung belakang turut dibawa ke lingkungan Muhammadiyah. Maka, dapat dibayangkan betapa bahaya jika Muhammadiyah mendirikan partai sebagai sarana perjuangan melalui pendekatan struktural-politik. 

***

Kedua, Muhammadiyah menjadikan partai tertentu yang sudah ada sebagai partai utama. Diakui atau tidak, posisi ini sesungguhnya telah diambil oleh Muhammadiyah. Sejauh ini publik juga memahami bahwa Muhammadiyah memiliki hubungan spesial dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Apalagi sejarah kelahiran PAN juga dipisahkan dengan Muhammadiyah. Amien Rais yang menahkodai PAN periode pertama juga tidak bisa dilepaskan dari bayang-bayang Muhammadiyah. Padahal secara formal kepemimpinan Amien Rais di Muhammadiyah telah beralih ke Buya Syafii. Peralihan kepemimpinan ini dilakukan karena Amien Rais ingin meneruskan perjuangannya melalui partai politik.

Baca Juga  Ahmad Ath Thayyeb, Grand Syekh Al Azhar Pembela Islam Wasathiyah

Saat awal pembentukan kepengurusan PAN di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, banyak aktivis Muhammadiyah yang direkrut. Bahkan di sejumla daerah ketua Muhammadiyah merangkap ketua PAN. Salah satunya adalah Ustadz Abdurrahim Nur yang pernah menjadi Ketua PWM Jatim periode 1987-2000. Pada akhir periode menjabat ketua PWM itulah Ustadz Abdurrahim sekaligus memimpin PAN Jatim. Kesediaan Ustadz Abdurrahim memimpin PAN tentu tidak bisa dilepaskan dari hubungan pertemanannya dengan Amien Rais. Her slotun algoritması, oyuncu için başarılı işlemlerin bir yüzdesini içerir. Türkiye’de Pin Up Casino’da kazanmanın mümkün olup olmadığını hesaplarken, depozitonun boyutunu doğru bir şekilde hesaplayın, böylece yeterli sayıda hamle için yeterlidir. “Kafanla” heyecana dalabiliyorsan flört etme. Resmi olarak çalışan birine karşı kazanmak mümkün mü? Pin-Up casino Türkiye’de bir seferde büyük miktarda mı? Evet, eğer bir servet sevgilisi olursanız. İnternete açık erişimde yayınlanan stratejilerin uygulanması durumunda başarıya güvenmeyin. Piyangolara, sınavlara, turnuvalara katılın. Saat Amien Rais menjadi ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustadz Abdurrahim menjadi Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim.

Dengan posisi sama-sama menjadi Ketua Majelis Tabligh itulah hubungan dua tokoh ini semakin akrab. Bermula dari situlah Amien Rais dan Ustadz Abdurrahim memiliki banyak kesamaan. Persoalannya, posisi rangkap jabatan Ustadz Abdurrahim di Muhammadiyah dan PAN mengundang perdebatan yang berkepanjangan. Apalagi banyak daerah juga menjadikan posisi rangkap jabatan Ustadz Abdurrahim sebagai rujukan. Pimpinan Muhammadiyah di kabupaten dan kota akhirnya juga banyak merangkap jabatan di Persyarikatan dan PAN. Dengan sejarah yang panjang itulah, tidak mengherankan jika banyak pihak mengaitkan Muhammadiyah dan PAN.

***

Tetapi realitasnya, keberadaan kader Muhammadiyah di PAN juga tidak selalu memiliki posisi sentral. Sebagai partai yang mendeklarasikan diri terbuka untuk semua gologan lintas etnis, budaya, dan agama, tentu tidak elok jika harus memberikan keistimewaan pada kelompok atau golongan tertentu. Atas dasar itulah, maka pada periode tertentu dalam kepemimpinan PAN, ada banyak kader Muhammadiyah yang tersisih. Dampaknya, hubungan Muhammadiyah dan PAN di sejumlah daerah mengalami ketegangan. Bahkan di daerah tertentu, keluarga besar Muhammadiyah melakukan aksi boikot dengan cara tidak memilih calon legislatif dari PAN.  

Puncak dari ketegangan hubungan itu adalah tatkala sejumlah kader Muhammadiyah membidani partai baru, yakni Partai Matahari Bangsa (PMB). Sayang sekali, ijtihad politik kader-kader Muhammadiyah membentuk PMB gagal total. Hal itu karena saat mengikuti pemilu PMB gagal lolos ambang batas. Perolehan suara PMB tidak mencapai persyaratan minimal (electoral threshold). Gagal berkesperimen dengan PMB, kader-kader Muhammadiyah yang memiliki “syahwat politik” tinggi terus mencari jalan untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Pilihannya adalah kembali menjadikan partai politik tertentu sebagai partai utama atau berdiaspora ke sejumlah partai.

Baca Juga  Aceng Zakaria, Ulama Jago Baca Kitab Kuning dengan Segudang Karya

Ketiga, pilihan yang dapat diambil Muhammadiyah adalah menebar kader-kader Persyarikatan di berbagai partai politik. Muhammadiyah membebaskan kader-kader terbaiknya untuk berdiaspora dan meniti karir sejumlah partai politik. Jika ingin mengambil pilihan ini, Muhammadiyah harus membangun hubungan baik dengan semua partai. Hubungan baik ini penting karena pada saatnya Muhammadiyah membutuhkan dukungan politik dari kalangan legislatif untuk menyukseskan dakwahnya. Pengalaman PWM Jatim dalam memperjuangkan apa yang disebut “Jihad Politik” pada pemilu legislatif 2019 menunjukkan pentingnya membangun hubungan baik dengan partai politik. Pada pemilu lalu, PWM Jatim rekomendasikan salah satu kader terbaiknya, Zainuddin Maliki, untuk ikut running dalam pemilu legislatif melalui PAN.

***

Sebagai pendatang baru di PAN tentu tidak mudah mendapatkan nomor atas dalam daftar calon anggota legislatif (caleg). Melalui jalan berliku dan penuh perjuangan akhirnya calon yang direkomendasikan Muhammadiyah Jatim bisa maju melalui daerah pemilihan potensial, yakni kabupaten Lamongan dan Gresik. Dua kabupaten ini tergolong basis terkuat perjuangan Muhammadiyah Jatim. Gerakan “Jihad Politik” terus digelorakan di lingkungan Muhammadiyah, Aisyiyah, dan organisasi otonom (Ortom). Dalam banyak kesempatan, Zainuddin Maliki juga diberikan panggung di berbagai kegiatan Muhammadiyah. Bukan hanya dukungan moril yang diberikan Muhammadiyah, melainkan juga jaringan dan materiil. Hasilnya, Zainuddin Maliki sukses menjadi legislator dalam pemilu 2019 lalu.

Dari sejumlah pilihan tersebut, strategi mewujudkan gagasan politik sebagai amal usaha baru Muhammadiyah kiranya dapat dilakukan dengan memilih alternatif kedua atau ketiga. Sementara untuk alternatif pertama terlalu teresiko ketika berhadapan dengan khittah Muhammadiyah. Mendirikan partai baru juga pasti mengundang kontroversi yang menguras energi. Dengan memilih partai tertentu yang memiliki kesamaan ideologi perjuangan sebagai partai utama memungkinkan Muhammadiyah untuk mengkonsolidasi sumber daya menjadi satu kekuatan politik yang utuh. Tetapi harus diakui, alternatif ini juga potensial membatasi ruang gerak Muhammadiyah dalam melakukan dakwah amar makruf nahi munkar.

***

Alternatif paling aman adalah dengan cara menitipkan aspirasi perjuangan pada kader dan simpatisan Muhammadiyah yang berdiaspora di partai politik serta lembaga legislatif dan eksekutif. Dengan meminjam istilah Din Syamsuddin dalam Islam dan Politik Era Orde Baru (2001), strategi tersebut dinamakan politik alokatif (allocative politics). Untuk menjalankan politif alokatif, yang harus dilakukan Muhammadiyah adalah menyiapkan kader-kadernya untuk berkhidmat di dunia politik. Mereka pasti bukan orang sembarangan, melainkan yang memiliki integritas, kompetensi, talenta, dan antusiasme yang kuat di bidang politik. Mereka juga harus tahan banting dan tidak mudah kaget tatkala berhadapan dengan dinamika politik yang seringkali menghadirkan kejutan.

Untuk menjadikan kader Muhammadiyah berkarakter tersebut tentu membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Pada konteks itulah gagasan sekolah politik yang pernah digelorakan BE penting direalisasikan. Sekolah politik ini merupakan investasi jangka panjang untuk mewujudkan cita-cita BE. Yakni, menjadikan politik sebagai amal usaha baru Muhammadiyah pada abad kedua. Keberadaan sekolah politik penting untuk menyiapkan kader-kader Muhammadiyah yang andal. Mereka inilah yang diharapkan menjadi ujung tombak perjuangan Muhammadiyah di bidang politik dan kekuasaan.

*Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur dan Dosen Uin Sunan Ampel, Surabaya.    

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *