Feature

Prof. Yunahar, ISESCO, dan Bahasa Arab bagi Muhammadiyah

4 Mins read

Oleh Yoyo bin Ardi Tahir*

Bahasa Arab bagi umat Islam menempati posisi yang sangat penting. Ia merupakan bahasa manusia yang dipilih oleh Allah SWT sebagai medium dalam menyampaikan wahyu-Nya melalui Nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW. Bahasa Arab sendiri merupakan salah satu bahasa yang tumbuh dan berkembang di kawasan Arab dan Timur Tengah, dan dijadikan sebagai bahasa nasional resmi oleh 22 negara Arab. Bahasa Arab menjadi penting karena ia merupakan bahasa kitab suci umat Islam, yaitu al-Qur’an al-karim.

Wajar apabila pengamat Dunia Arab sekaliber Bernard Lewis seorang Orientalis terkenal bidang Studi Islam dan juga Kees Versteegh seorang pakar linguistik bahasa Arab dari Belanda, dengan tegas mereka berdua menyatakan bahwa tanpa Islam maka bahasa Arab akan termasuk menjadi salah satu the dying language, yaitu bahasa yang punah semisal bahasa Koptik, Aramaik, dan bahasa-bahasa keturunan Semit lainnya yang kini tidak dapat dijumpai lagi kawasan tersebut.

Bahasa Arab di Lingkungan Muhammadiyah

Dalam ranah keilmuan Islam, bahasa Arab menjadi kunci bagi penguasaan keilmuan Islam pada umumya semisal ilmu akidah, fikih, tafsir, akhlak, dan cabang keilmuan Islam lainnya. Sejak era Islam klasik, penguasaan kaidah-kaidah bahasa Arab merupakan pra-syarat bagi cabang keilmuan Islam lainnya. Bahkan para ulama dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu syarat seseorang menjadi ulama mujtahid adalah dapat dilihat dari penguasaan dan keluasan wasawannya dalam bahasa Arab beserta segala cabang ilmunya.

Dalam konteks Islam di Indonesia, bahasa Arab pun mendapatkan perhatian serius dan menjadi tolak ukur kedalaman keilmuan seorang ulama. Wajar apabila sejak awal, banyak ulama Indonesia yang dengan sengaja menimba ilmu keislaman langsung ke negara Arab. K.H Ahmad Dahlan sebagai tokoh sekaligus pendiri Muhammadiyah adalah satu ulama Indonesia yang memiliki pengalaman personal belajar agama di negara Arab dan memiliki akses terhadap buku-buku Islam rujukan utama (berbahasa Arab) yang pada masa tersebut tentunya tidak lah mudah untuk mendapatkannya. Dengan demikian, Muhammadiyah sejak awal berdirinya tidak dapat dilepaskan dari tradisi literasi berbahasa Arab.

Baca Juga  Warganet Indonesia untuk Palestina (3): Julid Fisabilillah sebagai Gerakan Humanisme Kosmopolitan

Sebagai pemerhati dunia Arab dan juga sekaligus sebagai alumni dari Sekolah Muhammadiyah, saya melihat bahwa bahasa Arab dalam tradisi Muhammadiyah pernah mengalami degardasi hal ini barangkali karena Muhammadiyah sejak awal sangat fokus pada gerakan modernisasi bidang pendidikan dan kesehatan sehingga perhatian terhadap tradisi literasi berbahasa Arab mengalami sedikit kemunduran.

Muhammadiyah dalam tradisi literasi Islam di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Kitab Putih, yaitu sebuah istilah untuk menyebut tradisi literasi keislaman yang berbasis pada hasil terjemahan kitab-kitab Arab ke dalam bahasa Indonesia.

Prof. Yunahar: Perjumpaan singkat dengan ISESCO

Prof. Yunahar adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang memiliki literasi bahasa Arab yang sangat kuat. Hal ini didukung oleh latar belakang akademik yang matang, yaitu belajar S1 jurusan bahasa Arab di IAIN Imam Bonjol Padang sekaligus alumni dari Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud, Saudi Arabia. Latar akademik ini menjadikan beliau sebagai tokoh Muhammadiyah yang langka karena selain menguasai bidang keislaman, Tafsir al-Qur’an khususnya, namun juga mampu menguasai bahasa secara aktif.

Saya termasuk orang yang beruntung mengenal dan beberapa kali pernah berinteraksi secara langsung dengan Prof. Yunahar. Interaksi awal pernah terjadi sekitar tahun 2000-an waktu saya masih aktif menjadi pengurus Masjid Ash-Shiddiqie di Demangan Kidul, Sapen. Waktu itu beliau pernah beberapa kali mengisi kajian dan juga pernah menjadi pemateri bedah film Fitna yang saat itu saya bertindak sebagai moderator. Selain itu saya juga pernah aktif beberapa kali mengikuti kajian Tasir di PP Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro. Pertemuan secara insidentil juga sering terjadi di tempat saya mengabdi, yaitu Universitas Ahmad Dahlan UAD).

Tanggal 21 Juni 2019 merupakan salah satu event penting bagi saya secara personal mengenal lebih dalam Prof. Yunahar terutama tentang kecintaannya pada bahasa Arab. Tanggal 21 hari Jum’at 2019, adalah hari terkahir dari acara ISESCO (The Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization) Regional Conference yang dilaksanakan mulai tanggal 17-21 Juni 2019 di Islamic Center UAD.

Baca Juga  Kiat Menjadi Sekolah Tangguh: Pengalaman Muhammadiyah Kottabarat Solo

Acara tersebut merupakan serangkain acara pelatihan tentang pengajaran bahasa Arab sebagai buah kerjasama antara Prodi Bahasa dan Sastra Arab UAD dengan ISESCO cabang Malaysia. Pelatihan tersebut diikuti oleh berbagai utusan dari negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh berbagai guru dan dosen serta peserta umum pecinta bahasa Arab.

Hari Jum’at 21 Juni merupakan hari terakhir pelatihan sekaligus hari terkahir saya secara personal dapat berkomunikasi secara langsung dengan Prof. Yunahar. Saat itu, Prof. Yunahar bertugas sebagai Khatib shalat Jum’at di Islamic Center UAD. Selesai shalat Jum’at beliau kami undang untuk jamuan makan sekaligus bertemu dengan para pemateri pelatihan bahasa Arab yang berasal dari Perancis dan juga Denmark.

Saat itu terjadi dialog intensif antara Prof. Yunahar dengan salah satu pemateri yaitu Mr. Taraq Makhlouf, keturuanan Arab-Tunis, tinggal di Perancis sekaligus sebagai Direktur Granada Editions, yaitu lembaga yang bergerak pada bidang penerbitan buku-buku pengajaran bahasa Arab. Prof. Yunahar saat itu berdiskusi lama dengan Mr. Taraq Makhlouf dan sangat kagum dengan buku-buku yang diterbitkan oleh Granada Editions yang secara resmi telah bekerjasama dengan ISESCO, Maroko. Prof. Yunahar dengan bahasa Arabnya yang lugas, fasih, dan sesekali dibumbui dengan canda tawa memuji buku-buku tersebut karena sangat variatif, color full, juga berbasis multi-media.

Selain itu, yang sangat saya kagumi waktu itu, Prof. Yunahar mau membeli buku-buku pengajaran bahasa Arab tersebut padahal pihak ISESCO waktu itu secara khusus akan memberikan buku-buku tersebut untuk Muhammadiyah melalui beliau, tetapi Prof. Yunahar menegaskan dalam bahasa Arab “uriid hadzihil kutub lii (ana) wa lil-usrah, saya menginginkan buku-buku ini untuk sendiri dan keluarga.” Subhanallah! Tidak ada orang lain yang akan meragukan kemampuan beliau dalam bahasa Arab. Tetapi rupanya beliau ingin menunjukkan kecintaannya pada bahasa Arab sepanjang hayat dan keinginan agar keluarganya pun termasuk yang mencintai bahasa Arab.

Baca Juga  Pendidikan Agama Minus Kemanusian

Sulit rasanya mencari figure seperti ini. Di saat kesempatan untuk mendapatkan buku secara gratis begitu mudah namun beliau lebih memilih untuk membelinya dengan uang pribadi. Prof. Yunahar pun mengajak ISESCO untuk tidak ragu melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah atau pun pesantren Muhammadiyah dalam meningkatkan pengajaran bahasa di lingkungan sekolah Muhammadiyah.

Melalui interkasi dan perjumpaan yang singkat itulah, rupanya para pemateri dari ISESCO saat itu sudah terpincut hati mereka dengan kepribadian Prof. Yunahar. Hal ini dibuktikan dengan janji mereka yang akan melaksanakan pelatihan bahasa Arab khusus bagi guru-guru sekolah Muhammadiyah tahun 2020 ini dengan lingkup sekolah yang berada di Yogyakarta terlebih dahulu. Maka, pada 12 November 2019 lalu Wakil ISESCO Malaysia, yaitu Dr. Abdur Razif dan Mr. Taraq Makhlouf, didampingi oleh penulis menemui Majelis Dikdasmen PWM DIY untuk melakukan mediasi serta rencana implementasi pelatihan bahasa Arab tersebut.

Kebaikan muncul setelah kebaikan. Itulah yang telah ditorehkan oleh Prof. Yunahar al-maghfur lah. Meskipun beliau telah tiada, namun jariah ilmiah dalam bahasa Arab terus mengalir bagi Muhammadiyah.

*Kaprodi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Admin
185 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds