Review

“Quo Vadis Ulil”? (5): False Alarm, Buku Ekologi yang Dijadikan Hero oleh Ulil

9 Mins read

Saya membaca dengan teliti, buku Lomborg, B. (2020). False alarm: How climate change panic costs us trillions, hurts the poor, and fails to fix the planet. Basic Books. Buku yang dikutip oleh Ulil Abshar Abdalla, dalam artikel polemiknya yang awal, yang oleh Airlangga Pribadi dalam artikel polemiknya terhadap Ulil, kemarin siang, disebut telah “ditempatkan sebagai hero oleh Mas Ulil dalam status FB beliau pra-polemik”.

Untuk memahami dasar serangan Ulil terhadap para aktivis lingkungan, yang konsern terhadap perubahan dan krisis iklim, dan urgensi adaptasi dan terutama mitigasinya, di bawah ini saya ringkaskan buku Bjorn Lomborg apa adanya, dan kemudian mengeritiknya dengan bahan dari review-review para ahli yang tersedia dan bisa saya akses.

Ringkasan Buku False Alarm Bjorn Lomborg

Dalam bukunya “False Alarm”, Bjorn Lomborg menyampaikan kritik tajam terhadap pendekatan global saat ini dalam menangani perubahan iklim. Menurut Lomborg, meskipun perubahan iklim adalah masalah nyata yang perlu diatasi, kepanikan yang disebabkan oleh retorika yang berlebihan mengarah pada kebijakan yang tidak efektif dan sangat mahal. Buku ini menguraikan argumennya dengan mendetail dan menyarankan pendekatan yang lebih rasional dan terukur terhadap masalah ini.

Lomborg memulai dengan mengeksplorasi bagaimana retorika perubahan iklim telah menjadi semakin ekstrem dan kurang berlandaskan pada ilmu pengetahuan. Dia berpendapat bahwa meskipun data ilmiah tentang perubahan iklim telah meningkat dan menjadi lebih andal, retorika publik yang digunakan oleh media dan beberapa ilmuwan telah berubah menjadi lebih alarmis. Ini telah menciptakan budaya ketakutan yang tidak proporsional dengan risiko nyata yang dihadapi oleh perubahan iklim. Lomborg menekankan bahwa perubahan iklim adalah masalah yang dapat dikelola, bukan kiamat yang mengancam kepunahan manusia seperti yang sering digambarkan.

Salah satu kritik utama Lomborg adalah terhadap Perjanjian Paris dan kebijakan iklim serupa yang menurutnya mahal dan tidak efektif. Lomborg menunjukkan bahwa meskipun Perjanjian Paris diperkirakan akan menghabiskan biaya antara $1 hingga $2 triliun per tahun pada tahun 2030, dampaknya terhadap penurunan suhu global sangat minimal. Dia berpendapat bahwa sumber daya yang dihabiskan untuk kebijakan iklim semacam itu bisa lebih efektif jika dialokasikan untuk mengatasi masalah global lainnya yang lebih mendesak dan dapat memberikan manfaat langsung, seperti mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kesehatan, dan memperbaiki Pendidikan.

Lomborg juga menyoroti bagaimana kebijakan iklim yang ada saat ini sering kali merugikan negara-negara miskin dengan membatasi akses mereka ke energi murah yang penting untuk pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga energi akibat kebijakan karbon yang ketat dapat mendorong lebih banyak orang ke dalam kemiskinan energi, membatasi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pemanasan rumah dan penyediaan makanan.

Hal ini, menurut Lomborg, menunjukkan bahwa kebijakan iklim yang ada saat ini tidak hanya gagal mengatasi masalah perubahan iklim dengan efektif, tetapi juga berkontribusi pada ketidakadilan sosial dan ekonomi global.

Selain itu, Lomborg mengkritik bagaimana kepanikan iklim telah dimanfaatkan oleh perusahaan dan politisi untuk keuntungan mereka sendiri. Dia menunjukkan bahwa perusahaan energi mendapatkan keuntungan besar dari subsidi dan regulasi yang dimaksudkan untuk mengurangi emisi karbon, sementara politisi menggunakan retorika iklim untuk mendapatkan dukungan dan pendanaan. Ini menciptakan situasi di mana kebijakan iklim lebih didorong oleh keuntungan finansial dan politik daripada oleh kebutuhan untuk benar-benar mengurangi dampak perubahan iklim secara efektif.

Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, Lomborg menyarankan pendekatan yang lebih terukur dan berbasis pasar. Dia mengadvokasi untuk inovasi teknologi, pajak karbon yang masuk akal, dan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai solusi yang lebih efektif dan efisien. Lomborg juga menyarankan bahwa geoengineering bisa menjadi rencana cadangan jika upaya lain gagal. Dia menekankan pentingnya meningkatkan kesejahteraan global secara keseluruhan sebagai cara untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.

Secara keseluruhan, “False Alarm” adalah panggilan untuk merasionalisasi pendekatan kita terhadap perubahan iklim, memfokuskan pada kebijakan yang memberikan hasil nyata dan terukur tanpa mengabaikan tantangan global lainnya. Lomborg mengajak pembacanya untuk tidak terjebak dalam kepanikan yang tidak berdasar, tetapi untuk menghadapi masalah dengan akal sehat dan data ilmiah yang solid.

Baca Juga  Ketika Agama Berbicara Masalah Lingkungan

Buku ini merupakan kontribusi dalam debat kebijakan iklim, menawarkan perspektif yang berbeda yang menantang ortodoksi yang ada dan mendorong diskusi yang lebih bernuansa tentang bagaimana kita dapat mencapai dunia yang lebih baik dan lebih berkelanjutan. Ulil mendasarkan awal tulisan polemisnya dengan buku ini.

Saya ingin memberi kritik di bawah ini.

Kritik Terhadap Bjorn Lomborg

Lomborg berargumen bahwa kebijakan iklim saat ini terlalu mahal dan tidak memberikan hasil yang signifikan. Namun, kritik utama terhadap pandangan ini adalah, bahwa Lomborg kelihatan meremehkan biaya yang diakibatkan oleh tidak bertindak terhadap perubahan iklim. Studi-studi ilmiah menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar dalam jangka panjang dibandingkan dengan biaya untuk mitigasi dan adaptasi sekarang. Misalnya, kerugian ekonomi akibat bencana alam yang semakin sering dan parah, kerusakan ekosistem, dan penurunan produktivitas pertanian dapat jauh melebihi investasi awal yang diperlukan untuk mengurangi emisi karbon.

Lomborg mengadvokasi untuk fokus pada inovasi teknologi sebagai solusi utama terhadap perubahan iklim. Meskipun inovasi sangat penting, kritik yang diajukan para ahli, adalah bahwa mengandalkan inovasi saja tanpa tindakan segera bisa berisiko. Teknologi baru membutuhkan waktu untuk dikembangkan dan diterapkan secara luas. Sementara itu, emisi karbon terus meningkat dan dampak perubahan iklim semakin terasa.

Menurut saya, pendekatan yang lebih seimbang antara inovasi teknologi dan implementasi kebijakan pengurangan emisi yang sudah tersedia sekarang mungkin lebih efektif dalam mengatasi perubahan iklim dengan segera.

Lomborg mengkritik kebijakan iklim yang dianggapnya merugikan negara-negara miskin dengan membatasi akses mereka ke energi murah. Namun, kritik terhadap pandangan ini adalah bahwa perubahan iklim sendiri memiliki dampak yang lebih besar terhadap negara-negara miskin dan masyarakat rentan. Tanpa tindakan mitigasi, negara-negara berkembang akan menghadapi bencana alam yang lebih sering dan parah, penurunan hasil pertanian, dan masalah kesehatan yang terkait dengan iklim ekstrem.

Maka harus ada kebijakan iklim yang adil dan inklusif, yang tidak hanya fokus pada biaya tetapi juga mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan global.

Lomborg menganggap Paris Agreement sebagai kebijakan yang mahal dan tidak efektif. Namun menurut saya, pandangan ini dapat dikritik karena Paris Agreement dirancang sebagai langkah awal dalam upaya global untuk mengurangi emisi dan membatasi pemanasan global. Meskipun mungkin belum sempurna, perjanjian ini penting karena menciptakan kerangka kerja internasional dan komitmen bersama untuk mengatasi perubahan iklim. Mengabaikan atau meremehkan upaya internasional semacam ini dapat melemahkan kolaborasi global yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan iklim.

Lomborg menyarankan adaptasi dan geoengineering sebagai solusi terhadap perubahan iklim. Kritik terhadap pandangan ini adalah bahwa adaptasi saja tidak cukup untuk mengatasi perubahan iklim yang semakin parah. Adaptasi, menurut saya,  mungkin dapat membantu mengurangi beberapa dampak, tetapi tidak akan menghentikan penyebab utama dari perubahan iklim. Selain itu, geoengineering masih kontroversial dan penuh dengan ketidakpastian ilmiah dan risiko yang belum teruji. Mengandalkan solusi ini tanpa upaya mitigasi yang kuat dapat berisiko tinggi dan tidak bertanggung jawab.

Secara keseluruhan, sementara Lomborg memberikan perspektif yang penting tentang biaya dan efektivitas kebijakan iklim, pandangannya sering dianggap para ahli, terlalu simplistis dan mengabaikan kompleksitas serta urgensi masalah perubahan iklim. Menghadapi perubahan iklim memerlukan pendekatan multifaset yang mencakup adaptasi, mitigasi, inovasi teknologi, serta kerjasama internasional dan keadilan sosial. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi kita dapat mengatasi tantangan perubahan iklim secara efektif dan berkelanjutan.

Kritik saya setelah membaca buku Lomborg di atas, coba saya urai lebih sistematis berdasar bahan-bahan yang bisa saya akses di bawah ini:

Baca Juga  Kekerasan di Balik Agama: Menilik Novel Perempuan di Titik Nol

Metodologi dan Interpretasi Data: Salah satu kritik utama terhadap buku ini adalah metodologi dan interpretasi data yang digunakan Lomborg. Lomborg sering mengutip data statistik dan model ekonomi untuk mendukung klaimnya bahwa dampak perubahan iklim tidak seburuk yang sering digambarkan oleh para ilmuwan dan media. Namun, banyak ahli lingkungan dan ekonom menuduhnya memilih data yang mendukung argumennya saja, dan mengabaikan atau mengecilkan data yang bertentangan.

Misalnya, dalam menilai biaya kebijakan iklim, Lomborg seringkali menggunakan skenario biaya tertinggi tanpa mempertimbangkan potensi manfaat jangka panjang dan penghematan yang bisa dihasilkan oleh tindakan mitigasi perubahan iklim.

Pengabaian Aspek Moral dan Keadilan: Lomborg berfokus pada analisis biaya-manfaat ekonomi dari kebijakan iklim, namun seringkali mengabaikan aspek moral dan keadilan. Misalnya, argumen bahwa tindakan mitigasi iklim saat ini terlalu mahal dan lebih baik diinvestasikan dalam bentuk bantuan pembangunan bagi negara-negara miskin, meskipun masuk akal secara ekonomi, mengabaikan tanggung jawab moral negara-negara kaya terhadap kerusakan lingkungan yang sebagian besar mereka sebabkan. Ini masalah yang biasa disebut para ahli sebagai “keadilan iklim”.

Selain itu, dampak perubahan iklim cenderung lebih parah dirasakan oleh negara-negara miskin yang memiliki kontribusi emisi karbon yang jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara industri maju. Ketidakadilan ini tidak mendapat perhatian yang memadai dalam analisis Lomborg.

Penyederhanaan Kompleksitas Ilmiah: Dalam upayanya untuk membuat argumen yang mudah dipahami oleh khalayak luas, Lomborg sering menyederhanakan kompleksitas ilmiah terkait perubahan iklim. Hal ini bisa dilihat dalam cara dia mendiskusikan model prediksi iklim dan skenario dampak perubahan iklim.

Para ilmuwan seringkali menyebutkan ketidakpastian dalam model mereka sebagai bentuk kehati-hatian dan transparansi ilmiah, namun Lomborg cenderung menafsirkan ketidakpastian ini sebagai indikasi bahwa dampak perubahan iklim mungkin tidak akan seburuk yang diperkirakan. Penyederhanaan ini berpotensi menyesatkan pembacanya, dan mengurangi urgensi tindakan yang diperlukan untuk menghadapi krisis iklim. Argumen ini yang diambil Ulil.

Ketergantungan pada Teknologi Masa Depan: Lomborg juga sering berargumen bahwa solusi teknologi di masa depan akan membantu mengatasi perubahan iklim lebih efisien daripada tindakan segera. Meskipun perkembangan teknologi memang penting, ketergantungan yang berlebihan pada teknologi masa depan bisa berisiko.

Ini karena tidak ada jaminan bahwa teknologi yang dibutuhkan akan tersedia tepat waktu atau bisa diterapkan secara luas dan murah. Selain itu, menunda tindakan mitigasi dengan harapan pada teknologi masa depan dapat memperburuk dampak perubahan iklim dalam jangka pendek dan menengah, yang kemudian akan lebih sulit dan mahal untuk diatasi.

Kontradiksi dalam Argumen Ekonomi: Lomborg mengklaim bahwa biaya tindakan mitigasi perubahan iklim terlalu tinggi dan dapat merugikan ekonomi global. Namun, banyak ekonom berpendapat bahwa investasi dalam mitigasi iklim dapat memicu inovasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap guncangan di masa depan.

Misalnya, peralihan ke energi terbarukan tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang harganya cenderung berfluktuasi. Selain itu, biaya tidak bertindak dalam menghadapi perubahan iklim, seperti kerusakan akibat bencana alam yang lebih sering dan parah, dapat jauh melebihi biaya tindakan mitigasi.

Minimnya Solusi Konkret: Meskipun Lomborg banyak mengkritik kebijakan iklim yang ada, ia tidak menawarkan banyak solusi konkret sebagai alternatif. Lomborg sering berpendapat bahwa adaptasi adalah strategi yang lebih efektif dibandingkan mitigasi, tetapi tidak memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana adaptasi ini harus dilakukan secara global dan merata. Selain itu, solusi yang dia usulkan seringkali bersifat jangka pendek dan tidak mempertimbangkan perlunya perubahan sistemik dalam cara kita mengelola sumber daya alam dan membangun ekonomi yang berkelanjutan.

Pengaruh terhadap Kebijakan Publik: Kritik terhadap Lomborg juga mencakup dampak potensial bukunya terhadap kebijakan publik. Buku ini bisa memberikan justifikasi bagi para pengambil kebijakan yang enggan mengambil tindakan berani dalam mengatasi perubahan iklim.

Baca Juga  Manifesto Gus Ulil: Kembali ke Tradisi dengan Kacamata Baru

Dengan memberikan argumen bahwa ancaman perubahan iklim dibesar-besarkan. Lomborg bisa berkontribusi pada kelambanan tindakan dan pengabaian terhadap urgensi krisis iklim. Ini sangat berbahaya mengingat konsensus ilmiah bahwa perubahan iklim adalah ancaman serius yang memerlukan tindakan segera dan komprehensif.

Kesimpulan

“False Alarm” karya Bjorn Lomborg adalah buku yang memicu debat dan diskusi mengenai pendekatan kita terhadap perubahan iklim. Meskipun menawarkan perspektif yang berbeda, buku ini menghadapi kritik signifikan terkait metodologi, interpretasi data, penyederhanaan ilmiah, dan implikasi kebijakan.

Dalam menghadapi krisis iklim global, kita perlu mempertimbangkan semua perspektif dengan hati-hati, namun tetap berpegang pada bukti ilmiah yang solid dan prinsip keadilan global. Kritik terhadap karya Lomborg menekankan perlunya pendekatan yang holistik dan berimbang dalam mengatasi tantangan perubahan iklim. Saya sudah sarikan kritik-kritik yang telah banyak dilakukan para ahli di atas.

Dengan demikian, kita boleh menolak argumen Ulil yang referensi ekologi utamanya adalah argumen Bjorn Lomborg di atas. Berbasis Pandangan ekologi Lomborg ini, Ulil kemudian mengembangkan fikih lingkungannya sebagai “reasonable environment”. Tapi apanya yang “reasonable”? kalau kita sudah lihat bahwa karya Bjorn Lomborg telah memicu kritik keras dari para ahli iklim dan ekonomi.

Salah satu kritik utama, yang sudah disinggung di atas, adalah bahwa Lomborg dianggap meremehkan urgensi perubahan iklim dan dampaknya yang semakin parah. Para ahli berpendapat bahwa pandangannya yang menganggap kepanikan terhadap perubahan iklim berlebihan justru berbahaya, karena mengabaikan kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon dan memitigasi dampak perubahan iklim. Selain itu, Lomborg dianggap menyesatkan publik dengan menyajikan data yang dipilih secara selektif dan analisis yang dianggap dangkal.

Kritik kedua menyoroti metode analisis biaya-manfaat yang digunakan Lomborg, yang dianggap tidak memadai untuk menangani kompleksitas perubahan iklim. Banyak ahli ekonomi berpendapat bahwa analisis Lomborg mengabaikan banyak dampak tidak langsung dan jangka panjang dari perubahan iklim, seperti kerugian ekosistem, peningkatan bencana alam, dan dampak kesehatan masyarakat.

Mereka juga mengkritik pendekatan Lomborg yang terlalu fokus pada solusi jangka pendek dan ekonomis, sementara mengabaikan investasi jangka panjang yang diperlukan untuk transisi menuju energi bersih.

Para ahli juga mengkritik argumen Lomborg bahwa tindakan mitigasi perubahan iklim yang ambisius akan merugikan ekonomi dan memperburuk kemiskinan.

Mereka berpendapat bahwa justru kebijakan yang tegas dan investasi dalam energi terbarukan dapat menciptakan peluang ekonomi baru, meningkatkan ketahanan energi, dan mengurangi ketimpangan sosial. Penelitian menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim paling parah akan dirasakan oleh negara-negara miskin, yang justru lebih rentan terhadap bencana alam dan perubahan iklim. Dengan demikian, tindakan mitigasi yang kuat dipandang sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat yang paling rentan.

Selain itu, beberapa ahli berpendapat bahwa Lomborg gagal mengakui konsensus ilmiah tentang urgensi perubahan iklim. Banyak kritik menyatakan bahwa pandangan Lomborg cenderung menyesatkan dan memberikan kesan bahwa ada lebih banyak ketidakpastian ilmiah daripada yang sebenarnya. Mereka menekankan bahwa mayoritas ilmuwan iklim sepakat bahwa tindakan segera diperlukan untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim, dan buku Lomborg justru mengaburkan urgensi tersebut.

Terakhir, beberapa ahli lingkungan mengkritik Lomborg karena tidak memberikan solusi yang realistis dan komprehensif untuk masalah perubahan iklim. Mereka menekankan bahwa meskipun kritik terhadap kebijakan iklim tertentu diperlukan, dan perlu menawarkan alternatif yang layak dan berbasis bukti. Buku Lomborg dianggap lebih banyak menyoroti kelemahan dari kebijakan iklim saat ini tanpa memberikan arah yang jelas untuk perbaikan. Akibatnya, buku ini dinilai lebih memperkeruh perdebatan publik daripada memberikan kontribusi konstruktif terhadap upaya global dalam menangani perubahan iklim.

Apakah ini juga berarti bahwa Ulil juga telah “memperkeruh perdebatan publik daripada memberikan kontribusi konstruktif terhadap upaya global dalam menangani perubahan iklim”? Wallahu a’lam.

Editor: Soleh

Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds