Inspiring

Rabi’ah al-Adawiyah: Sufi Wanita yang Ingin Membakar Surga

3 Mins read

Siapa yang tidak kenal dengan sosok sufi wanita paling terkenal ini, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah. Dia adalah seorang sufi wanita yang nama dan juga berbagai macam ajarannya telah menginspirasi para pecinta ilahi. Dia dilahirkan sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Dia lahir di Basrah, Irak, pada sekitar abad kedelapan, tahun 713-717 Masehi, atau akhir abad kedua Hijriah.

Rabi’ah al-Adawiyah, Pencetus Konsep Mahabbatullah

Itulah alasan mengapa ayahnya memberi dia nama Rabi’ah, dikarenakan dia adalah anak keempat. Sebenarnya, ayah Rabi’ah sangat ingin mendapatkan anak laki-laki, karena ketiga kakak Rabi’ah semuanya perempuan, dan kondisi keuangan keluarganya bisa dibilang kurang. Setiap hari, ayahnya selalu bekerja keras untuk menghidupi keluarga Rabi’ah, karena saat itu saudara-saudaranya masih kecil-kecil. Jika saja keluarganya bisa dikaruniai anak laki-laki, maka bisa membantu ayahnya untuk menghidupi keluarga.

Sekalipun selalu hidup kekurangan, tetapi ayah Rabi’ah selalu zuhud dan hidup penuh kesalehan, tidak pernah kurang ibadahnya. Hal itu menurun kepada Rabi’ah yang meskipun dari kecil hidupnya kesusahan, tetapi dia tidak pernah menciutkan hatinya untuk beribadah kepada Allah Swt. Keluarganya sudah menjadi kunci untuk Rabi’ah memasuki dunia sufi, sehingga dia dapat menjadi sufi wanita paling terkenal di antara deretan sejarah para sufi.

Rabi’ah al-Adawiyah ini sangat terkenal karena telah mencetuskan sebuah karya, yaitu konsep Mahabbatullah. Ada juga sufi lain yang memperkenalkan konsep Mahabbatullah ini, yaitu Maulana Jalaluddin Rumi. Rumi banyak mengenalkan mengenai konsep mahabbah melalui sya’ir-sya’irnya, terutama yang Matsnawi dan Diwan-I Syam-I Tabriz. Di sepanjang sejarah, konsep yang dicetuskan oleh Rabi’ah ini sudah dikenalkan pada banyak kalangan. Meskipun ajaran Rabi’ah tersebut hanya sebatas untaian kata yang penuh makna dan hakikat mengenai cinta itu sendiri.

Baca Juga  Oposisi Mati Gaya: Merindukan Amien Rais

Kisah Sufi Wanita yang Ingin Membakar Surga

Ada satu kisah kesufian Rabi’ah yang dapat membuat kita bertanya-tanya, sebenarnya untuk apa kita beribadah? Dan untuk siapa kita beribadah? Apa sudah benar niat kita dalam beribadah?

Di suatu siang, Rabi’ah sedang berjalan-jalan di tengah kota Baghdad sambil menenteng air dan sebuah obor. Lalu ada seseorang yang bertanya kepada Rabi’ah, mau diapakan air dan obor tersebut? Lalu dijawab oleh Rabi’ah al-Adawiyah, “Aku hendak membakar surga dengan obor dan memadamkan api neraka dengan air ini. Agar tidak ada lagi orang yang mengharapkan surga dan takut pada neraka dalam ibadahnya.”

Keikhlasan Rabi’ah al-Adawiyah dalam beribadah dapat menjadi bukti bahwa jiwanya sangatlah damai dan tenteram. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas imbalan-imbalan dari ibadah yang sudah dilakukan. Karena menurut Rabi’ah, mencintai Allah adalah mencintai Sang Maha Segalanya. Menjalankan perintah-Nya dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya.

Tak pernah sekali pun dia mengharapkan suatu imbalan berlebih dalam ibadahnya. Itulah hal yang sangat patut dicontoh dari seorang Rabi’ah dalam hal beribadah. Keikhlasannya yang sudah banyak diceritakan dalam kitab-kitab tasawuf, keikhlasannya dalam beribadah bisa dibilang sudah mencapai taraf di mana dia tidak takut neraka dan tidak mengharap surga.

Karena posisi spiritualnya yang sudah tinggi, dia sampai-sampai merasa gerah melihat sikap manusia yang hanya mengharapkan surga dan sangat takut pada neraka dalam ibadahnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam bait do’anya yang berbunyi,

“Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut pada neraka, maka bakarlah aku di dalam neraka. Jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga, maka campakkanlah aku dari dalam surga-Mu. Tapi jika aku menyembah-Mu hanya karena engkau semata, maka jangan enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku.” (Fariduddin Al-Attar, Warisan Awliya, 1983)

Baca Juga  Mengenal Al-Jili (2): Mereka yang Memilih Jalan Sufi

Firman-Nya Kepada Rabi’ah

Dalam kehidupannya, Rabi’ah yang seorang spiritualis sejati hampir sering mendengar ‘Firman-Nya’ yang terdengar dari lubuk hatinya yang paling dalam,

”Berhati-hatilah Rabi’ah, janganlah engkau sampai mengharapkan bahwa Aku akan menganugerahkan semua kenikmatan dunia kepadamu sehingga pengabdianmu kepada-Ku terhapus dari dalam hatimu. Pengabdian kepada-Ku dan kenikmatan-kenikmatan dunia tidak dapat dipadukan di dalam satu hati. Rabi’ah, engkau menginginkan suatu hal, sedang aku menginginkan hal yang lain. Hasrat-Ku dan hasratmu tidak dapat dipadukan di dalam satu hati.”

Bagi Rabi’ah, salat sudah menjadi keniscayaan yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Salat dapat menenteramkan hati dan jiwanya, dia salat dengan istiqamah dan sangat khusyu’. Lalu, bagaimana dengan salat kita yang selalu didasari keinginan yang sangat ingin masuk surga, sehingga kita lupa dengan pemilik surga itu, Allah Swt.

Dari kisah Rabi’ah diatas, kita serasa ditampar oleh kenyataan bahwa memang kurang keikhlasan kita dalam beribadah. Kita hanya mendekatkan diri kepada Allah Swt. jika ada maunya saja. Bahkan ketika kita senang, tanpa sadar kita akan melupakan-Nya. Kita bahkan selalu mendambakan kesenangan dunia yang hanya semata dan melupakan kesenangan akhirat yang abadi. Marilah kita perbaiki niat dalam beribadah dengan penuh keikhlasan dan beribadah hanya karena Allah Swt. semata.

Hikmah Ikhlas dalam Beribadah

Hikmah keikhlasan beribadah dari kisah Rabi’ah ini memang terlihat berat untuk hamba-hamba seperti kita ini. Meskipun masih merasa takut kepada neraka dan mengharapkan surga, setidaknya keikhlasan beribadah Rabi’ah bisa kita jadikan teladan sebagai seorang muslim.

Editor: Zahra

Fithri Nur Aini
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *