Perspektif

Rakyat Sudah Berani, Kenapa Harus Ditakut-takuti?

3 Mins read
Oleh: Rizqy Anwar Hidayatullah

 

Beberapa waktu lalu, setelah saya melaksanakan hak demokrasi sebagai mahasiswa dan pelajar (baca: unjuk rasa) mewakili suara masyarakat Indonesia, datang berita duka. Dua mahasiswa menjadi korban, meninggal dunia saat aksi demonstrasi mahasiswa. Salah satunya adalah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Immawan Randi. Ia meninggal karena tertembak peluru tajam aparat kepolisian saat menggelar aksi demonstrasi menolak RUU kontroversial di area DPRD Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Menjadi bukti represivitas aparat, padahal rakyat sudah berani, kenapa harus ditakut-takuti?

Tentu hal ini menjadi momen berkabung bagi aktivis mahasiswa di seluruh Indonesia. Hal ini memantik berbagai respon dari aktivis Muhammadiyah. Ada yang langsung menuntut Kapolri, aksi susulan menuntut pengusutan pelaku penembakan, hingga sholat ghaib bersama polisi. Tentu aksi balasan yang represif dari aparat kepada masa aksi tidak bisa dibenarkan.

Menurut Kapolri yang disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal di Mabes Polri, bahwa dalam mengamankan demonstrasi oleh mahasiswa, polisi dilarang menggunakan senjata, dilansir dari detik.com (27/9/2019). Apa lagi hal ini sampai menimbulkan korban nyawa.

Rakyat Sudah Berani, Kenapa Harus Ditakut-takuti?

Tak gentar dengan risiko jatuhnya korban, perlawanan terhadap ketidakadilan dilanjutkan. Bukannya semakin takut, justru semakin lantang suara perlawan mahasiswa, pelajar, dan masyarakat menyuarakan kritikan terhadap pemerintah. Bahkan di akhir masa bakti DPR RI periode 2014-2019 pada 30 September 2019, suara penolakan RUU bermasalah masih diteriakkan masa aksi lewat demonstrasi di beberapa kota di Indonesia.

Karena sikap solidaritas juga membuat masa aksi menambah tuntutan kepada POLRI untuk diusut tuntasnya penembakan Immawan Randi di Kendari. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yang peduli terhadap hak konstitusinya dalam bernegara demokrasi.

Baca Juga  Omnibus Law dan Siyasah Muhammadiyah

Dalam suasana Indonesia yang sedang bergejolak, muncul statement tidak mengenakkan dari Menkopolhukam, Jenderal TNI (Purn.) Wiranto. Ia menyatakan bahwa ada usaha kelompok Islam radikalis menunggangi aksi demonstrasi mahasiswa.

Menurutnya, “Gerakan gelombang baru ini kita harus waspada. Karena akan menggerakkan kelompok Islam radikal, kelompok Islam garis keras, istilahnya, akan dikerahkan di sana. Juga melibatkan suporter hati-hati, suporter bola kaki, juga akan disasar untuk dilibatkan itu. Kemudian teman-teman buruh, jangan sampai juga mau atau dipengaruhi oleh mereka-mereka yang akan membangun kekacauan ini,” dilansir dari www.merdeka.com (26/9/2019).

Tidak habis pikir para mahasiswa mendengar statement Wiranto yang menuai kontroversi. Tidak jauh beda dengan sikapnya saat ia menjabat sebagai Menteri Hankam/Panglima ABRI di bawah rezim orde baru. Padahal, rentetan aksi menunjukkan bahwa rakyat sudah berani, kenapa masih ditakut-takuti?

Cara Pemerintah Menyerang Rakyat

Isu-isu seperti radikalisme, ekstremisme, dan terorisme seakan menjadi senjata propaganda baru untuk menajamkan isu-isu untuk menyerang rakyat. Contoh yang paling mencengangkan adalah internal KPK yang diserang isu radikalisme. Isu ini juga yang dijadikan alasan memperkuat terpilihnya ketua KPK baru untuk memerangi radikalisme di KPK.

Analis media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII), Ismail Fahmi, menyampaikan, “Isu radikalisme, yakni isu Taliban ini sering dan sukses dipakai oleh buzzer yang bertujuan agar publik ragu terhadap KPK dan menyetujui agar revisi disahkan…” (nasional.kompas.com). Menurut penulis propaganda seperti ini tidak ada hubungannya dengan substansi KPK dalam pemberantasan korupsi.

Seakan takut dengan kekuatan mahasiswa, pelajar, dan masyarakat sipil, tokoh eksekutif pemerintah dan beberapa tokoh sentral DPR RI banyak bermanuver untuk menghentikan segala aksi protes yang ditujukan kepada pemerintah. Kekuatan lembaga pemerintah juga tak luput dari upaya ini. Seperti Menristekdikti, Prof. H. Mohamad Nasir pada kamis (26/9/2019), pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada rektor yang ikut menggerakkan mahasiswa turun ke jalan.

Baca Juga  Menelusuri Socrates dan Islam Rahmah

Sementara itu, bagi dosen yang mengizinkan mahasiswa ikut demo akan dikenakan sanksi oleh rektor (liputan6.com). Selanjutnya Pimpinan DPR RI Fahri Hamzah mendebat beberapa ketua BEM universitas yang mengikuti aksi demonstrasi penolakan RUU di acara televisi. Seakan melemahkan dan menjatuhkan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa. Sangat disayangkan cara-cara yang dilakukan untuk meredam aksi mahasiswa masih menggunakan cara lama yang tidak persuasif. Cenderung mengancam dan menakut-nakuti masyarakat.

Harapan Masyarakat pada Pemerintah dan Wakil Rakyat

Untungnya tak semua mahasiswa, pelajar, dan masyarakat terpengaruh oleh manuver-manuver elit politik untuk melemahkan kekuatan aksi menyampaikan pendapat di muka umum atau demonstrasi. Semua upaya pelemahan suara rakyat tersebut ditanggapi bijak oleh masyarakat. Aksi demonstrasi masih tetap dilanjutkan hingga detik-detik akhir masa jabatan DPR RI dengan masa yang lebih bervariasi. Masyarakat pun masih berharap anggota baru DPR RI 2019-2024 dan kabinet baru Jokowi-Ma’ruf nanti mampu mewakili suara rakyat sepenuhnya. Juga praktik korupsi di dalam DPR dan kementerian dapat dikurangi sebanyak-banyaknya.

Esensinya sebagai pemerintah dan wakil rakyat yang dipilih sepenuhnya oleh rakyat haruslah mewakili kepentingan dan suara rakyat banyak. Bukan hanya suara partai dan segelintir pengusaha yang ingin menjadi penguasa. Karena hal ini akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan wakil rakyat.

Dampaknya ketika ada calon wakil rakyat yang benar-benar ingin mensejahterakan rakyat akan kalah dengan calon yang menggunakan cara money politic demi mendapatkan kemenangan pemilu nantinya. Ini merupakan bahaya laten dari kehidupan demokrasi di Indonesia.

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *