Tajdida

Muhammadiyah versus Salafi

2 Mins read
Oleh : Budi Nurastowo Bintriman

Muhammadiyah beserta berbagai lapisan elemen anggotanya, belakangan ini ramai dengan perbincangan tentang suburnya pemahaman salafi di tubuh Muhammadiyah. Perbincangan ini mulai ramai, manakala ada empat sampai lima tulisan yang dimuat oleh Ibtimes. Ibtimes sendiri dikelola oleh anak-anak muda belia Muhammadiyah yang progresif dalam pemikiran dan tulisan.

Sejatinya membincangkan perihal tersebut tidaklah sederhana sebagaimana yang tergambar dalam tulisan-tulisan yang sudah terpublikasi. Bukankah salafi ada beberapa tipologi, yaitu tekstual dan rasional. Bukankah salafi bisa dimaknai secara bahasa dan secara istilah.

Belum lagi perihal parameter “tumbuh subur”. Parameter apa yang digunakan oleh penulis? Berdasarkan pengamatan atau perasaan atau penelitian? Jangan-jangan tak memahami tipologi salafi. Jangan-jangan hanya main perasaan. Kan jadi kacau, jika demikian adanya!

Itu penting untuk diluruskan terlebih dahulu. Jika tak diluruskan bisa menjadi tuduhan-tuduhan ngawur. Misal, apakah warga atau kader yang suka berkupluk, bergamis, bercelana ngatung, dan berjenggot bisa langsung dituduh terpapar pemahaman salafi? Kan tak elok, warga dari ormas Islam berkemajuan, tapi klaim-klaimnya kok berkemunduran.

Dalam salah satu tulisan disebutkan, bahwa penyebab suburnya salafi di Muhammadiyah karena “fatwa-fatwa” salafi sangat mudah ditemukan di internet. Dibandingkan dengan “fatwa-fatwa” Majelis Tarjih. Bisa jadi itu benar ada korelasinya. Tapi paparan salafinya menggunakan parameter apa? Ini kan juga perlu diungkap dan dijelaskan.

Maka, mari kita coba cermati uraian Profesor Yunahar Ilyas mengenai perbedaan Muhammadiyah dengan Salafi. Menurutnya, tanpa disadari, salafi (di Indonesia) jatuh atau terjerumus menjadi mazhab.

Salafi menutup diri dari “pemikiran-pemikiran” ulama di luar ulama salafi. Dalam perihal ini, Muhammadiyah menggunakan pendekatan manhaji. Maka di sinilah perbedaan paling fundamental antara Muhammadiyah dengan Salafi.

Baca Juga  Apa Saya Masih Muhammadiyah?

Nah, uraian Profesor Yunahar Ilyas tersebut setidaknya bisa dijadikan parameter untuk mengukur tumbuh suburnya salafi di Muhammadiyah. Bahkan untuk menyatakan “tumbuh subur” atau “tumbuh sedang” atau “tumbuh gersang” pun ada aturan mainnya. Yaitu dengan variabel-variabel tertentu, tidak hanya dengan klaim-klaim liar.

Jika kita bertolak dari uraian Profesor Yunahar Ilyas tersebut, berarti kita otomatis menggunakan “salafi” dalam arti bahasa. Karena “salafi” dalam batasan istilah, maknanya sama dengan “ahlus-sunnah wal-jama’ah” atau “ahlus-sunnah” atau “al-jama’ah” atau “firqatun-najiah” atau “al-ghuraba”. Sedangkan Muhammadiyah jelas-jelas ahlus-sunnah wal-jama’ah.

Belum lagi jika kita merujuk pada tulisan Nurfarid, Lc. (Kandidat Master Aqidah Filsafat Universitas Al-Azhar Kairo) yang membagi salafi dalam dua tipologi. Tulisannya berjudul: “Islam Reformis: Dari Salafi Tekstual Ke Salafi Rasional”. Tipologi pertama salafi tekstual (menutup diri) dan tipologi ke dua salafi rasional (open mind).

Maka yang kita bahas hari ini dan detik ini pasti salafi yang tekstual itu. Ini sama dan sebangun dengan salafi yang terjerumus menjadi madzhab, dalam uraian Profesor Yunahar Ilyas. Dan sudah pasti kita bukan membahas salafi tipologi rasional, atau salafi dalam batasan istilah.

***

Nah, jika rujukan kita jelas, parameternya ada dan juga jelas. Bahkan dilengkapi dengan variabel-variabel tertentu dan kemudian batasan istilahnya tegas, maka klaim-klaimnya menjadi obyektif, terukur, dan bisa dipertanggung-jawabkan. Bukan sekedar klaim-klaim yang berdasar rasa-rasanya, subyektivitas, dan liar.

In sya’a-ALLAH, dengan prosedur minimalis tersebut, kita akan terhindar dari klaim, stigmatisasi, atau labeling, bahkan framing ke sesama warga atau ke sesama kader. Kawan yang berpenampilan lahiriyah tertentu, kemudian dicurigai sebagai kaum jumud. Ini akan menjadi peluang “berkibarnya” paham liberal di tubuh Muhammadiyah. Dua hal yang adanya hanya akan sangat merugikan Muhammadiyah. Waspadalah…!

Baca Juga  Teologi Al-Insyiroh: Prinsip Etos Kerja dan Inspirasinya dalam Pendidikan

Wa-ALLAHU a’lam bishshawwab.

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *