Pada 13-15 Sya’ban 1445/23-25 Februari 2024 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM) akan menyelenggarakan perhelatan besar Musyawarah Nasional Tarjih XXXII di Pekajangan Pekalongan Jawa Tengah. Sekaligus memperingati Satu Abad Majelis Tarjih. Tema Munas Tarjih XXXII adalah “Meneguhkan Islam Berkemajuan dalam Membangun Peradaban Semesta”. Adapun persoalan yang dibahas meliputi Kalender Hijriah Global Tunggal, Fikih Wakaf Kontemporer, dan Pengembangan Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Ketiga persoalan di atas sangat penting untuk dikaji dan dijadikan kerangka berpikir bagi warga persyarikatan. Kalender Hijriah Global Tunggal merupakan amanat dari Muktamar Muhammadiyah Tahun 1436/2015 di Makassar dan Tahun 1443/2022 di Solo. Wakaf Kontemporer juga perlu direspons dan diputuskan agar dapat dijadikan pedoman dalam mengelola dan mengembangkan perwakafan di Muhammadiyah. Sementara itu, Manhaj Tarjih Muhammadiyah merupakan kerangka berpikir yang perlu dipahami bersama. A. Malik Fadjar pernah mengatakan “Majelis Tarjih merupakan jantung dan ruh Muhammadiyah. Untuk itu keberadaannya perlu memperoleh perhatian bersama.
Memasuki abad kedua, tentu saja problem yang dihadapi MTT PPM semakin kompleks. Sehingga diperlukan kader-kader yang handal dan berwawasan luas dalam merespons isu-isu kontemporer. Dalam konteks Kalender Hijriah Global Tunggal, Majelis Tarjih sudah lama melakukan kajian. Pertama menyelenggarakan Simposium Internasional “Towards A Unified International Calendar”, bertempat di Hotel Sahid Jakarta, 4-6 September 2007/22-24 Sya’ban 1428. Pertemuan ini menghadirkan para pemikir tentang kalender Islam global, antara lain Prof. Dr. Mohammad Ilyas, Prof. Dr. Mohammad Ahmad Sulaiman, Jamaluddin Abd Razik, dan Mohammad Syaukat Audah (M. Odeh).
Dalam peringatan Satu Abad Majelis Tarjih tidak ada salahnya mengenang jasa dan meneladani para pendiri, pimpinan, dan para tokoh Majelis Tarjih, seperti K.H. Wardan Diponingrat, K.H.Ahmad Azhar Basyir, M.A., Prof. Dr. H. Asjmuni Abdurrahman, Prof. Dr. H. Amin Abdullah, Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A., Prof. Drs. H. Saad Abdul Wahid, dan Drs. H. Abdur Rachim. Para tokoh ini telah berjasa sesuai kapasitas keilmuan yang dimiliki sesuai tantangan zaman yang dihadapi. Untuk itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu mengabadikan nama-nama beliau sebagai nama gedung atau ruang perkuliahan.
Selanjutnya berkaitan dengan studi astronomi Islam di lingkungan Muhammadiyah, Kyai Wardan dan Abdur Rachim memiliki jasa yang besar. Oleh karena itu, kedua nama tersebut perlu diusulkan menjadi nama observatorium dan planetarium yang dimiliki Muhammadiyah. Dalam hal ini, Observatorium UAD menjadi “Observatorium KH. Wardan Diponingrat” UAD dan gedung planetarium menjadi “Planetarium “Abdur Rachim”. Inilah bentuk apresiasi dan penghargaan kepada keluarga sekaligus agar generasi yang akan datang memahami sejarah dan dinamika pemikiran hisab di Muhammadiyah.
Kyai Wardan sebagai ketua Majelis Tarjih sangat berjasa dalam meletakkan dasar konsep Wujudul Hilal yang dijadikan pedoman Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan kamariah. Konsep ini digunakan sampai saat ini. Sesuai ciri Muhammadiyah sebagai organisasi yang berkemajuan konsep Wujudul Hilal selalu dievaluasi baik bersifat teknis maupun data yang digunakan sesuai tuntutan zaman yang mengitarinya. Penggunaan Kalender Islam Global ke depan sebagai upaya pengembangan Wujudul Hilal.
Kehadiran Wujudul Hilal pada saat itu merupakan sintesa antara pengguna rukyat normatif dan konsep konjungsi semata. Rukyat normatif tidak memberi kepastian, sedangkan konjungsi semata tidak memperhatikan hadis-hadis tentang rukyat. Oleh karena itu, Wujudul Hilal menjembatani dan memadukan keduanya menjadi sebuah konsep “jalan tengah” antara rukyat murni dan konjungsi semata. Begitu halnya Kalender Islam Global dipilih sebagai upaya perluasan antara kalender Islam regional dan kalender Islam bizonal. Kalender Islam Global merupakan jalan terbaik saat ini untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah.
Sementara itu, Abdur Rachim merupakan tokoh yang konsisten mempertahankan konsep Wujudul Hilal dan mendialogkan dengan pihak pemerintah. Sehingga Wujudul Hilal pernah digunakan dalam pembuatan kalender Islam yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Kepakarannya di bidang astronomi Islam diakui baik di internal maupun di luar Muhammadiyah. Pada tahun 1398/1978, beliau menjadi delegasi Indonesia bersama Drs. H. Kafrawi, M.A. menghadiri Konferensi Penyatuan Kalender Islam Internasional di Istanbul Turki. Salah satu resolusi penting yang dihasilkan sekarang dijadikan kriteria Visibilitas Hilal Kalender Islam Global (ketinggian 5 derajat dan elongasi 8 derajat).
Editor: Soleh