Sayyid Quthb memiliki nama lengkap Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili. Ia lahir di Mesir pada tanggal 9 oktober 1906, tepatnya di desa Musa. Sayyid Quthb merupakan aktivis Islam Mesir yang paling terkenal di abad ke-20 selain Hassan Al-Banna.
Quthb adalah anak dari al-Hajj Quthb Ibarahim, seorang pimpinan Mutshafa Kamil dan juga pengelola majalah al-Liwa’. Sayyid Quthb terlahir sebagai anak yang pandai, ia mampu menghafal Al-Qur’an sebelum umur 11 tahun.
Sayyid Quthb adalah alumni Universitas Dar al-Ulum, ia memperoleh gelar sarjana di bidang sastra dan diploma pendidikan. Setelah lulus, Sayyid Quthb bekerja di kementrian pendidikan dan pengajaran Mesir.
Pada waktu bekerja di kementrian, Quthb mendapat kesempatan untuk belajar di Wilson’s Techer Collage dan Stanford University di Amerika serikat pada tahun 1948. Ia mendapatkan gelar M.A di bidang pendidikan.
Sayyid Quthb merupakan seorang penulis yang handal. Karyanya banyak mempengaruhi militinanisme umat Islam, terutama buku Ma’alim fi Thariq yang membuatnya dipenjara untuk kedua kalinya dan berakhir dengan hukuman mati oleh Gamal Abdul Nasser.
Dalam buku Ma’alim fi Thariq, banyak membahas tentang perlunya revolusi total, yang dimulai dengan sebuah tataran individu dan masyrakat dan juga Negara (Nuim Hidayat, 2005).
Makna “Jahiliyyah Modern” Sayyid Quthb
Selepas pulang dari Amerika Serikat pada tahun 1954, Sayyid Quthb melihat kondisi negaranya sudah mulai tersebar ide-ide yang bertentangan dengan moral dan ajaran agama Islam.
Menurutnya, penting bagi umat Islam untuk menegakkan syariat Islam. Quthb menyadari, bahwa rusaknya moral dan aqidah yang terjadi di negaranya, karena mulai tersebarnya unsur budaya yang datang dari Bangsa Barat, terutama Amerika Serikat (Shalah Abdul, 1990).
Sayyid Quthb menganggap masa itu sebagai masa Jahiliyyah Modern, karena ia melawan langsung tentang soal sekularisasi masyarakat Mesir. Menurutnya, istilah jahiliyah tidak hanya merujuk pada periode sebelum Islam di Jazirah Arab. Ia menegaskan bahwa jahiliyah bukan masa tertentu, jahiliyyah merupakan kondisi yang berulang-ulang setiap kali masyarakat menyeleweng dari jalan Islam, baik di masa lampau, sekarang, atau masa depan (Sayyid Quthb, 2001).
Menurut Sayyid Quthb, golongan yang termasuk Jahiliyyah Modern adalah seluruh umat di muka bumi, baik itu Yahudi, Nasrani, bahkan mereka yang mengaku sebagai Muslim tetapi tidak menegakkan syariat Islam.
Quthb berpadangan bahwa jahiliyah modern yang terjadi di Mesir maupun di Barat, jauh lebih buruk dari pada jahiliyah di zaman Nabi. Karena sifat itu tidak didasarkan pada “kebodohan” melainkan pada pembelokan dari ajaran Islam.
Maka, jahiliyyah modern adalah suatu zaman di mana golongan atau bangsa dari manapun membelok dari ajaran agama Islam. Karena menurut Quthb, tanda-tanda masyarakat sudah memasuki masa jahiliyah modern ialah ketika tidak adanya praktek kedaulatan Allah di dalam kehidupan mereka. Quthb berpadangan bahwa kehidupan manusia hanya untuk beribadah terhadap Allah.
Jihad Menurut Sayyid Quthb
Masa jahiliyyah modern di Mesir menimbulkan pemikiran Quthb untuk melakukan perlawanan terhadap masyarakat jahiliyyah modern dengan dalih sebagai jihad. Jihad yang di maksud Quthb tidak lain agar masyarakat Jahiliyyah modern dapat kembali kepada agama Islam yang Haqiqi, yaitu dengan menegakkan syariat Islam. Sayyid Quthb menyebut perjuangan melawan Jahiliyyah modern sebagai sebuah revolusi.
Quthb menjelaskan bahwa jihad tidak selalu menggunakan fisik. Menurut Quthb, jihad juga dilihat dari kondisi yang terjadi, dan bagaimana musuh bertindak. Metode yang digunakan Quthb adalah dakwah, karena ia menganggap bahwa masyarakat jahiliyyah modern dapat kembali kepada ajaran Islam yang benar. Hal ini dilandasi karena strategi bangsa Barat yang mampu menjajah jiwa dan pikiran masyarakat Mesir dengan karya-karyanya (Shalah Abdul, 1990).
Sayyid Quthb menjelaskan jihad dalam karyanya Ma’alim fi Thariq, ia berpandangan bahwa jihad yang dilakukan oleh umat Islam tidak hanya sekedar untuk “mempertahankan diri”. Ia menekankan bahwa jihad yang dilakukan dengan fisik, hanya terjadi ketika dakwah dihalangi. Quthb berpendapat bahwa, selama kebebasan dalam berbicara masih diperbolehkan, maka jihad dengan lisan yang dilakukan dan selalu memakai metode perdamaian. (Sayyid Quthb, 2001)
Quthb dalam karyanya Ma’alim fi Thariq berpandangan bahwa jihad dalam Islam adalah jihad untuk menegakkan manhaj dan mendirikan sistem yang universal (sistem illahi). Menurut Quthb, Jihad harus bergerak untuk menyebar ke seluruh dunia.
Karena ajaran Islam memiliki karakteristik yang selalu bergerak ke depan untuk menyelamatkan manusia di dunia ini dari penghambaan terhadap selain Allah.
Editor: Yahya FR