Perspektif

Sedekah Sebagai Gaya Hidup, Kenapa Tidak?

4 Mins read

Secara naluriah, setiap orang memiliki potensi untuk berbuat baik. Maka setiap kebaikan yang dilakukan merupakan dorongan hati yang tidak dapat dipungkiri, baik motivasinya berhubungan dengan aspek kemanusiaan semata atau ada aspek ukhrawi yang didasarkan pada keyakinan yang kuat bahwa berbuat baik merupakan salah satu ibadah yang disukai oleh Allah, Tuhan Semesta Alam.

Potensi kebaikan yang ada pada setiap orang jangan sampai berlalu begitu saja, tidak dioptimalisasi menjadi satu kebaikan yang nyata. Sebab niat saja tidaklah cukup, karena ada nilai tambah yang sangat penting saat niat diimplementasikan menjadi sebuah kebaikan.

Al-Qur’an menyebutkan kebaikan dengan kalimat hasanah, yang salah satunya dikutif dalam QS. Al Isra: 7 yang artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” Ayat ini menegaskan bahwa seyogyanya setiap kebaikan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, maka value kebaikan itu akan kembali terhadap dirinya sendiri.

Belakangan ada satu kajian yang dirilis oleh Charities Aid Foundation (CAF) yang menarik untuk disimak yang menyebutkan sejak 2018 sampai dengan 2021 Indonesia mendapatkan predikat sebagai negara dengan tingkat kedermawanan tertinggi di dunia.

Hal ini tentu menjadi satu kebanggaan yang tak ternilai harganya, bukan karena pengakuan dunia internasional terhadap Indonesia pada aspek kedermawanan saja, yang lebih penting adalah bahwa dermawan bagian dari perbuatan baik yang dilakukan untuk mendorong sesorang lebih responsif terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Terlebih di tengah pandemi seperti saat ini, dimana banyak individu yang membutuhkan uluran tangan guna memenuhi kebutuhan dasarnya.

Setiap Kebaikan adalah Sedekah

Setiap orang terkadang abai terhadap potensi kebaikan yang dimilikinya. Abai karena mungkin pengaruh untuk bersikap acuh terhadap orang lain lebih berkuasa didalam dirinya, akhirnya pola pikir yang dikembangkan adalah apa feedback yang akan diterima jika dia berbuat baik. Paradigma semacam ini bagian dari sikap individualistik yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan berorientasi pada untung-rugi yang akan didapatkannya saja.

Baca Juga  Makna Religius: Tak Sekadar Percaya kepada Tuhan

Sikap hidup individualistik seperti ini jelas tidak pernah sedikit pun diajarkan oleh agama manapun, pun demikian dengan agama Islam. Islam mendorong umatnya untuk terus berkontribusi pada berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya, terlebih aspek sosial kemasyarakatan yang menjadi tolok ukur bagi seseorang dapat diterima atau tidaknya oleh lingkungan sekitar. Maka kebaikan menjadi keyword untuk menjalin hubungan yang baik tersebut.

Setiap kebaikan akan bertransformasi menjadi sedekah yang bernilai ibadah di sisi Allah swt manakala dilakukan dengan penuh keikhlasan, mengharap ridha dan maghfirah Allah swt. Sabda Rasul saw: “Setiap kebaikan (perbuatan baik) itu sedekah.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Sedekah dimaknai secara umum, tidak hanya sebatas pada ukuran kuantitas harta yang dikeluarkan. Bahasa umumnya adalah setiap perbuatan baik nilainya sama dengan nilai sedekah, walaupun tidak mengeluarkan harta.

Artinya setiap orang memiliki potensi untuk sedekah dengan caranya masing-masing. Orang yang berkecukupan dapat bersedekah dengan harta atau uang yang dimilikinya, sementara orang yang memiliki keterbatasan harta dapat pula bersedekah dengan menebar kebaikan, dengan tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan kemafsadatan.

Bahkan Rasul saw pun pernah menegaskan bahwa bermuka manis dihadapan orang lain merupakan satu kebaikan yang bernilai sedekah, “Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri” (HR. Muslim).

Dengan demikian dapat dicatat bahwa indikator sedekah itu melakukan perbuatan baik. Maka tidak ada lagi alasan untuk tidak bersedekah, sebab modal untuk bersedekah sangatlah ringan dan tidak membebani sedikit pun, yang penting kemauan yang kuat untuk menebarkan kebaikan kepada siapapun, baik kepada orang yang dikenal maupun kepada orang yang tidak dikenal.

Sedekah Sebagai Gaya Hidup

Rasulullah saw adalah sosok yang tepat untuk dijadikan teladan dan panutan (uswatun hasanah), sebab ada banyak keterangan-keterangan yang disampaikan melaluii hadits-haditsnya untuk mendorong umatnya untuk melakukan kebaikan dengan memperhatikan sesama.

Baca Juga  Al-Hikmah Al-Muta’âliyah, Gagasan Filosofis Mulla Sadra

Teringat sebuah hadits populer yang menceritakan khutbah pertama kali yang disampaikan oleh Rasulullah saw sesaat setelah sampainya beliau beserta rombongan di Kota Madinah pada peristiwa hijrah. Beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR. At-Tirmidzi).

Tigad dari empat poin yang disampaikan Rasul saw pada hadits diatas adalah anjuran untuk berbuat baik kepada sesama manusia, dan satu poin yang sifatnya jalinan hubungan baik dengan Sang Khaliq. Artinya bahwa ajaran Islam memberikan perhatian yang serius terhadap hubungan yang sifatnya sosial. Salah satu poin yang lebih konkrit yang tersurat dari hadits tersebut adalah berikan makan terhadap orang yang betul-betul membutuhkan.

Inilah bentuk kedermawanan yang pertama kali disampaikan dalam khutbah Rasul saw tersebut. Setiap orang didorong untuk memperhatikan orang-orang yang ada disekelilingnya, perhatikan kondisi sosial dan ekonominya. Sebab saat ini masih banyak ditemukan beberapa gelintir orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, atau ada orang yang dapat makan namun tidak mampu memberikan pendidikan yang layak terhadap anak-anaknya. Terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia memasuki tahun ketiga, maka jalan tengah untuk meringankan beban tersebut adalah dengan meningkatkan rasa kepedulian terhadap sesama.

***

Kajian empiris yang dilakukan CAF dengan memberikan peringkat pertama kepada Indonesia sebagai negara yang paling dermawan jelas menjadi salah satu indikator yang baik untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bersedekah.

Ada banyak dukungan yang terus dipromosikan baik oleh pemerintah melalui Baznas, ataupun lembaga-lembaga amal swasta yang ikut berkontribusi terhadap perilaku kebiasan bersedekah. Disamping itu, hadirnya platform-platform digital yang memberikan kemudahan layanan dalam bersedekah ikut pula memberikan warna yang baik dalam memotivasi masyarakat agar lebih gemar untuk bersedekah dengan harta.

Baca Juga  Teologi Al Ashr: Spirit Kaum Milenial

Generasi pada era Rasulullah saw dan para shahabat, adalah generasi terbaik yang dapat dijadikan role model dalam beresedekah. Betapa sedekah menjadi gaya hidup melekat dengan kepribadian, dan kegiatan membantu orang lain dengan sedekah seolah telah mendarah daging dan menjadi habit yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat.

Pasalnya sedekah dalam perspektif Islam dapat menjadi instrumen redistribusi harta dari orang kaya kepada orang miskin (QS. Al-Hasyr: 7), agar dapat terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan. Oleh karenanya menjadikan sedekah sebagai gaya hidup perlu untuk terus dipromosikan dengan kebiasan menyisihkan sebagian harta untuk kemudia disalurkan melalui lembaga-lembaga resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Selain itu, tumbuh suburnya komunitas-komunitas hijrah yang ikut mendakwahkan sedekah perlu untuk diapresiasi setinggi-tingginya, dan diajak untuk berkolaborasi dan difasilitasi oleh lembaga-lembaga amal yang resmi seperti Baznas dan LAZ.

Editor: Yahya FR

Eris Munandar
14 posts

About author
Dosen / Ketua LPPM STEI Ar-Risalah Ciamis
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *