Falsafah

Seyyed Hossein Nasr: Cara Meraih Kebahagiaan

2 Mins read

Indeks Kebahagiaan tahun 2021 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi kenaikan tingkat kebahagiaan yang mulanya pada tahun 2017 sebesar 70,69% kemudian naik pada tahun 2021 menjadi 71,49%. Tolak ukur indikator kebahagiaan pada tahun 2021 tidak ada bedanya dengan tahun 2017 ialah kepuasan hidup, afeksi, dan capaian hidup.

Fakta yang ditunjukkan oleh BPS ialah bahwa tingkat kepuasan hidup penduduk Indonesia cenderung masih dipengaruhi oleh besarnya tingkat kepuasan penduduk terhadap kondisi kehidupan materialnya. (Suchaini, 2021: 33).

Kebahagiaan material maupun immaterial menuai perdebatan di kalangan ahli. Kebahagiaan bagi Al-Ghazali ialah menikmati kelezatan yang sejati, yakni mengingat Allah tanpa henti-hentinya (Haris, 2016: 247). Sedangkan dalam pandangan Epicuros, kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta kekayaan, namun yang paling utama ialah ketenangan jiwa. Aristoteles cenderung pragmatis yang menilai kebahagiaan dapat dirasakan saat kita menjadi orang yang berbudi luhur (Hakim, 2008: 234).

Lantas bagaimana pandanganSeyyed Hossein Nasr seorang filsuf Perennial dalam memandang kebahagiaan?

Problem Manusia Modern: Ketidakbahagiaan

Seyyed Hossein Nasr menggambarkan manusia pada saat ini berada pada kondisi tidak bahagia. Baginya, tolak ukur kebahagiaan tidak sebatas kepada pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya, melainkan ada yang lebih harus diperhatikan dan menjadi perhatian utama dalam menilai kebahagian, yakni relasi manusia dengan alam.

S.H Nasr membawa alam pikir tradisional ke dalam zaman modern. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu (selain-Nya) adalah manifestasi dari Tuhan Yang Sakral (Ibrahim, 2022: 99). Namun, dalam pandangannya, manusia modern tidak mengenal Tuhan bahkan malah memberontak melawan Tuhan (Nasr, 1983: 6). Hal tersebut menggambarkan bahwa horizon spiritual tidak nampak karena manusia modern hidup di pinggiran eksistensi.

Baca Juga  Paradigma Psikologi Islam Mana yang Paling Efektif?

Sebagaimana data BPS tadi di awal, tolak ukur kebahagiaan yang disebutkan oleh BPS seperti pendidikan, keterampilan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kesehatan, keluarga, ketersediaan waktu luang, dsb, hanyalah sebatas kebahagiaan jasmani. Apakah kebahagiaan jasmani merupakan kebahagiaan hakiki?

Saya ingin memberi contoh. Robin William, seorang aktor hebat peraih Oscar, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di saat kondisinya sedang bergelimang harta. Ini semua menunjukkan bahwasannya kekayaan, jabatan, maupun kepopuleran, tidak menjamin hidup bahagia, hal ini mengharuskan adanya redefinisi terhadap ukuran kebahagiaan (Fuad, 2015: 115).

Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Seyyed Hossein Nasr

Manusia modern mengalami penyakit lupa diri, dia lupa kalau dirinya mempunyai dimensi Ilahi yang hanya saja belum teraktualkan. Manusia tidak hanya hanya memiliki unsur-unsur kemanusiaan tetapi juga unsur-unsur Tuhan dikarenakan Tuhan telah meniupkan ruh-Nya kepada manusia (Kartanegara, 2006: 119).

Manusia merupakan cermin seluruh asma Tuhan, mungkin ini juga yang membedakan dengan malaikat yang hanya mencerminkan sebagian asma Tuhan saja. Dalam pandangannya, S.H Nasr menjelaskan bahwa manusia bisa mencapai kebahagiaan dengan tetap memegang teguh kodratnya atau dengan menjadi dirinya secara sungguh-sungguh (Nasr, 2020: 73).

Namun bagaimana cara mendapat kebahagiaan menurut S.H Nasr? Problem manusia modern salah satunya ialah ketidakbahagiaan karena tak mengenal kodrat Ilahi. S.H Nasr memberi petunjuk cara bahagia, yakni melalui wahyu dan tasawuf. Wahyu diturunkan kepada manusia agar melampaui yang terbatas menuju ke Yang Tak Terbatas. (Nasr, 2020: 41).

Berkat karunia pertolongan wahyu, manusia yang awalnya terpuruk dapat berjalan kembali menuju pusat yang didambakannya selama ini. Sedangkan tasawuf, sebagai jalan yang berasal dari Tuhan, dapat membawa manusia kepada-Nya sehingga tercapai persatuan dengan-Nya. Tasawuf dapat membebaskan manusia modern, yang telah direduksi oleh positivistic, menuju manusia yang terbebas dari penjara kebendaan.

Baca Juga  Bagaimana Filsafat Islam Mendefinisikan Eksistensi?

Tasawuf juga dapat mengingatkan kembali siapa diri manusia modern sebenarnya yang selama ini luput akan ke-Ilahi-annya. Kehadiran tasawuf sangatlah penting dalam kehidupan yang defisit asupan-asupan spiritual.

Akhmad Fawzi
11 posts

About author
UIN Jakarta/Fakultas Ushuluddin
Articles
Related posts
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…
Falsafah

Kehidupan Setelah Mati Perspektif Al-Kindi

2 Mins read
Al-Kindi terkenal sebagai filsuf pertama dalam Islam, juga sebagai pemikir yang berhasil mendamaikan filsafat dan agama. Tentu, hal ini juga memberi pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds