Terbentuknya sebuah kota metropolitan tidaklah sederhana. Sejarawan Ibnu Khaldun mengemukakan teori bahwa salah satu syarat terbentuknya kota harus memperlihatkan tanah subur, yang dapat ditanami biji-bijian sebagai sumber makanan pokok (Ibnu Khaldun, Mukaddimah, h. 403).
Teori Ibnu Khaldun memang tepat untuk menjelaskan sejarah lahirnya kota Baghdad, ibukota pemerintahan dinasti Abbasiyah. Kota yang mencapai zaman keemasan pada abad pertengahan.
Abbasiyah
Pasca fitnah besar (al-fitnatu al-kubra) yang berawal dari pembunuhan Usman bin Affan (berkuasa 644-655 M), khalifah ketiga dan berakhir dengan pembunuhan Ali bin Abi Thalib (berkuasa 655-661 M), khalifah terakhir dalam estafet kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, faksi Mu’awiyah bin Abi Sufyan mendapat dukungan politik dari Damaskus.
Terhitung sejak kudeta Mu’awiyah (661 M), dinasti Umayyah berdiri dengan pusat pemerintahan di Damaskus. Tetapi pada tahun 750 M, kudeta yang dipimpin oleh Abu al-‘Abbas as-Suffah (750-754 M.) berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah lewat Gerakan Abbasiy. Kudeta faksi keturunan Abbas bin Abdil Muthalib ini berhasil mendirikan dinasti Abbasiyah yang berjaya hingga akhir abad pertengahan.
Pada masa awal kekuasaan dinasti Abbasiyah, ibukota pemerintahan masih di Damaskus. Tetapi sejak masa kekhalifahan Abu Ja’far Al-Manshur (754-785 M), ibukota pemerintahan dipindah ke kota Baghdad. Kebijakan memindah pusat pemerintahan ke kota Baghdad merupakan pilihan strategis dengan pertimbangan ekonomis.
Dengan memindah ibukota pemerintahan ke Baghdad, rezim Abbasiyah bisa dengan mudah mengawasi jalur perdagangan yang melewati sungai Eufrat dan Tigris. Di samping itu, dengan memanfaatkan lahan yang subur, rezim Abbasiyah dapat meningkatkan produksi pertanian untuk menopang perekonomian negara. Hasil bumi yang melimpah merupakan sumber pemasukan kas negara terbesar.
Sistem Sawad
Sejak Millenium Ketiga Sebelum Masehi, kawasan di sekitar Baghdad sudah dikenal sebagai ajang rebutan antar bangsa. Kesuburan tanah dan hasil pertanian yang melimpah membuat bangsa-bangsa lain bernafsu menaklukkan kawasan ini. Terhitung sejak bangsa Sumeria menemukan kawasan yang diapit di antara dua sungai ini, bangsa-bangsa lain terus berdatangan untuk merebutnya. Bangsa Akkad, Elam, Babilonia, Asyur, dan Persia adalah para penakluk kawasan ini.
Terakhir, umat Islam yang berhasil membangun peradaban di Madinah berhasil menaklukkan kawasan subur ini pada masa Khalifah Abu Bakar (632-634 M). Semua bangsa yang pernah menaklukkan kawasan ini menimbang bahwa kesuburan tanah dan hasil bumi yang melimpah merupakan kekuatan ekonomi yang menopang stabilitas kekuasaan. Oleh karena itu, kita perlu melihat bagaimana sistem pertanian di kawasan ini bisa maju dan mampu menopang peradaban selama ribuan tahun yang silam.
Sejarawan Philip K. Hitti menemukan informasi yang cukup untuk menjelaskan bagaimana sistem pertanian di Baghdad pada masa Dinasti Abbasiyah menjadi maju. Walaupun semua kawasan di Baghdad terkenal subur, tetapi pada dasarnya terdapat satu lembah yang menjadi pusat pertanian. Lembah tersebut dikenal dengan nama Sawad.
Kawasan ini terletak di tepian dua sungai yang tanahnya berupa endapan lumpur yang subur. Karena terletak di tepi sungai, sistem pengairannya sangat mudah. Di daratan rendah yang diapit di antara sungai Eufrat-Tigris inilah pusat pertanian dinasti Abbasiyah. Pemerintah pusat memberi perhatian khusus dalam pembangunan kawasan ini (Philip K. Hitti, History of Arabs, h. 436).
Lahan pertanian yang subur diolah dengan teknik canggih, melibatkan para pakar pertanian yang ahli, untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Sistem pengairan menggunakan irigasi—dikenal dengan nama Irigasi Sawad. Dengan memanfaatkan kanal-kanal lama dari saluran sungai Eufrat (peninggalan bangsa Sumeria), kanal-kanal baru juga dibangun sehingga membentuk jaringan pengairan yang sempurna.
Kanal dan Pertanian Abbasiyah
Kanal besar pertama digali pada masa khalifah al-Mansur, yang menghubungkan aliran sungai Eufrat di Anbar ke sungai Tigris di Baghdad. Kanal ini bernama Nahr Isa. Dari kanal Nahr Isa dibangun kanal-kanal cabang. Salah satu cabang penting kanal Nahr Isa adalah kanal Sharah.
Kanal terbesar kedua disebut Nahr Sharshar yang salurannya bertemu dengan sungai Tigris di kawasan Madain. Kanal terbesar ketiga adalah Nahr al-Malik, yang mengalir ke sungai Tigris di bawah kawasan Madain. Dari kanal-kanal utama tersebut dibangun kanal-kanal cabang yang salurannya bermuara ke dua sungai, yaitu Eufrat dan Tigris (Philip K. Hitti, History of Arabs, h. 436-437).
Sejak bangsa Sumeria menguasai tanah Mesopotamia, hasil bumi di kawasan ini berupa gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami. Tetapi sejak dinasti Abbasiyah memindahkan ibukota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad, hasil bumi di kawasan ini berkembang pesat. Dengan teknik penggarapan tanah yang canggih, sistem pengairan yang maju, lembah Sawad mampu menghasilkan jenis buah-buahan dan sayuran. Kacang, jeruk, tebu, dan berbagai macam bunga dapat tumbuh dengan baik di kawasan ini.
Dengan melihat peran penting lembah Sawad yang menjadi sumber pemasukan kas negara pada masa Dinasti Abbasiyah, kita kembali teringat dengan teori Ibnu Khaldun. Membangun sebuah kota metropolitan memang tidak gampang. Salah satu syarat terbentuknya kota yang maju harus memperlihatkan tanah subur, yang dapat ditanami biji-bijian sebagai sumber makanan pokok. Hasil pertanian inilah yang akan menopang perekonomian negara.
Kehancuran Pertanian, Kehancuran Abbasiyah
Sejarawan Marshall GS. Hodgson mengamati satu indikasi penting ketika Dinasti Abbasiyah di ambang kehancuran. Berawal dari konflik politik yang tak berkesudahan, para pejabat rezim ini lengah mengawasi irigasi Sawad. Banyak kanal yang jebol. Tidak sedikit kanal induk yang menjadi dangkal karena endapan lumpur. Lemahnya pengawasan dan pemeliharaan irigasi Sawad mengakibatkan lahan pertanian tidak menghasilkan panen yang maksimal (Marshall GS. Hodgson, The Venture of Islam (II), h. 326-327).
Ketika para petinggi rezim ini sedang disibukkan dengan berbagai konflik politik, sumber pemasukan kas negara terus berkurang. Sampai akhirnya pada tahun 1258 M, Baghdad hancur di tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan.