Inspiring

Siti Badilah: Penyeru Peran Perempuan dalam Kesejahteraan Negara

3 Mins read

Siti Badilah termasuk salah satu di antara generasi kedua gadis Kauman yang didorong oleh Kyai Dahlan untuk bersekolah di sekolah umum Belanda. Bersama Siti Zaenab, Siti Aisyah, Siti Dauchah, Siti Dalalah, Siti Busyro, dan Siti Hayinah, ia mengikuti pembelajaran formal di Neutraal Meisjes School di Ngupasan, Yogyakarta.

Lantaran mendorong dan memberi semangat para gadis Kauman untuk masuk sekolah Belanda, Kyai Dahlan pun harus menghadapi tuduhan dari ulama tradisioanl di Kauman. Ia dituding menjerumuskan perempuan dalam kekafiran. Dalam pandangan masyarakat Kauman saat itu, bangsa Belanda adalah bangsa kafir sehingga apapun yang berkaitan dengan Belanda termasuk sekolah Belanda, akan mendapat pelabelan serupa. Selain pendidikan di Sekolah Netral, Siti Badilah juga menempuh pendidikan di MULO.

Siti Badilah, Kader Perempuan Kiai Dahlan

Dahlan sedang merintis perubahan melalui jalan pendidikan dan meningkatkan derajat kehidupan perempuan. Tudingan murtad hingga ’Kyai Palsu’ maupun ’Kristen Alus’, tidak menyurutkan langkah Dahlan. Toh Dahlan, sang guru humanis ini, mampu membuktikan bahwa para kader muda perempuan yang ia didik bersama Siti Walidah, istrinya, melalui kursus dan pengajian keagamaan, selanjutnya berhasil menjadi para pemimpin perempuan penggerak perubahan melalui organisasi ’Aisyiyah.

K.H. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan anak-anak muda, terutama mereka yang memiliki karakter ngeyelan (kritis). Menurut Dahlan, karakter ngeyel justru dipandang sebagai potensi kejiwaan yang positif. Dalam didikan guru yang humanis inilah, Siti Badilah tumbuh. Sikap kritis dan berani menyuarakan kebenaran Badilah terus tumbuh, termasuk saat ia menempuh pendidikan di Mulo. Badilah tak segan mempertanyakan nilainya yang jelek kepada guru, sedangkan ia merasa aktif mengikuti proses belajar dan mendapatkan nilai bagus setiap kali ulangan. Ternyata benar, setelah guru memeriksa, rupanya terjadi kekeliruan dalam penulisan nilai.

Baca Juga  Abu Hasan Al-Asy'ari, Penganut Mu'tazilah sebelum Mendirikan Asy’ariyah

Berkat kapasitasnya, Siti Badilah kerap mendapat tugas dari K.H. Ahmad Dahlan untuk bertabligh di kalangan kaum terpelajar, seperti bertabligh di Kweekschool, baik di Yogyakarta maupun di luar kota. Tradisi literasi Badilah mewarnai kegiatan tabligh yang dipercayakan padanya. Sebelum bertabligh, ia selalu mempersiapkan materi pengajian termasuk dengan membaca berbagai buku dan ensiklopedi baik berbahasa Belanda maupun Inggris.

Kiprah di ‘Aisyiyah

Bersama Siti Barijah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, dan Siti Wadingah, 5 perempuan muda Kauman terdidik yang dipersiapkan Dahlan menjadi pemimpin, Siti Badilah turut mendiskusikan pembentukan organisasi perempuan Islam dengan para tokoh Muhammadiyah. Benar saja, sewaktu Hoofdbestuur Muhammadiyah membentuk Bahagian Aisjijah pada 1917, perempuan kelahiran 1904 ini dipercaya sebagai penulis (sekretaris), sedangkan ketua dipercayakan kepada Siti Bariyah.

Kepiawaian Badilah membuatnya dipercaya H. Muchtar untuk mempropagandakan kepentingan ’Aisyiyah dalam rapat tertutup Kongres Muhammadiyah ke-14 tahun 1925 di Yogyakarta. Hasilnya, setelah kongres selesai pada bulan itu juga, Muhammadiyah Pekajangan mendirikan bagian ’Aisyiyah. Pasca berlangsungnya kongres tersebut, ’Aisyiyah tumbuh secara masif di berbagai wilayah di Indonesia. Bahasa Indonesia pun lantas digunakan sebagai bahasa pengantar selama berlangsungnya kongres ’Aisyiyah yang menunjukkan

Beberapa kali Siti Badilah dipercaya menjadi Ketua Hoofdbestuur Muhammadiyah Bahagian ’Aisyiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-27 di Malang (1938). Saat ’Aisyiyah ditetapkan sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, Siti Badilah dipercaya sebagai salah satu tim penyusunan organisasi. Bahkan kemudian, ia mendapat amanat sebagai Ketua Umum ’Aisyiyah Periode 1951-1953, setelah ’Aisyiyah menjadi organisasi otonom; dan berlanjut pada Periode 1953-1956. Pada periode kepemimpinan 1959-1962, saat Siti Baroroh Baried menjadi Ketua ’Aisyiyah, Siti Badilah bersama Siti ’Aisyah Hilal mendapatkan mandat sebagai Anggota Pleno PP Muhammadiyah.

Baca Juga  Putri Ariani, Penyanyi Cerdas Penuh Bakat yang Mulai Mendunia

Sekalipun tidak lagi menjadi pimpinan, namun Badilah tetap aktif berjuang melalui persyarikatan Muhammadiyah. Ia bahkan menyampaikan, ”Seorang bapak mengorbankan seluruh waktunya untuk Muhammadiyah, dan si ibu berjuang memenuhi keperluan hidup rumah tangga. Sebaliknya, bila ibu yang berdakwah untuk Muhammadiyah maka si bapak yang mencukupi keperluan rumah tangga.” Sebuah pesan kesetaraan dakwah dan relasi antara laki-laki dan perempuan.

Perempuan dalam Pembangunan

Badilah menaruh perhatian besar pada penguatan peran sosial kemasyarakatan perempuan. Menurut Badilah, dalam tulisannya ’Wanita dan Sosial, perempuan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dengan demikian, perempuan juga bertanggungjawab atas keberlangsungan masyarakat yang baik.

Dalam pandangan Badilah, setiap manusia wajib menyumbangkan kecakapannya pada yang pada masa itu dihajatkan oleh masyarakat. Dalam tulisannya pada majalah Suara ’Aisyiyah tahun 1952, ia menekankan pentingnya peran kebangsaan dengan bekerja untuk membangun, ”supaya seluruh lapisan bangsa Indonesia mengenyam kenikmatan kemerdekaan tanah air kita yang kaya raya, indah, dan permai… janganlah berat mengulurkan tangan untuk bekerja secara gotong royong” tulisnya.

Badilah mendorong peran semua warga untuk mewujudkan kesejahteraan negara. Di sisi lain, ia melihat, perempuan akan menjadi pihak paling terdampak dari situasi kemiskinan jika negara ini tidak kunjung sejahtera. Dengan kata lain, wajah perempuan menjadi wajah dari kemiskinan. Badilah mencontohkan, ibu akan mendapatkan tekanan pertama saat harga beras naik. Ia pun menaruh perhatian pada isu pertanian dan pangan, dan berharap agar Indonesia dapat mencukupi kebutuhan pangan sendiri sehingga tidak perlu mengekspor beras. Badilah lantas mempublikasikan dua foto anggota ’Aisyiyah yang sedang menanam padi dan bersiap menanam.

Peningkatan kesejahteraan negara melalui pembangunan, menurut Badilah, juga menjadi peran mulia perempuan sebagaimana tersebut dalam surat al-Maun. Ia mengajak kaum perempuan, “Singsingkanlah lengan bajumu, tunaikanlah tugasmu dengan penuh bertanggungjawab kepada negara, bangsa, dan agama di lapangan apapun juga.”

Meski begitu, Badilah mengingatkan, bahwa dalam pembangunan, menjaga persatuan menjadi hal penting untuk kemakmuran negeri yang disebut-sebut sebagai ’Dwipa’ atau tanah mas. Salah satu tipsnya, ungkap Badilah, adalah dengan bersikap jujur untuk menghindari kecurigaan, bertindak dan berkata sewajarnya supaya jangan menimbulkan kebencian, mendatangkan kerenggangan, dan hancurnya kesatuan.

Baca Juga  Oei Tjeng Hien dan Abdullah Tjan Hoateseng, Dua Tokoh Muhammadiyah Tionghoa

Editor: Nabhan

Avatar
6 posts

About author
Redaktur Majalah Suara Aisyiyah
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *