Perspektif

Strategi Agar Sumber Daya Laut dan Ikan Berdaulat!

7 Mins read

Penulis menggunakan judul di atas untuk menganalisis bagaimana kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan sebagai sumber pangan nasional. Pengertian sumber daya alam perlu dipahami sebagai natural resource, suatu sumber daya yang telah disediakan dan terdapat di alam untuk kebutuhan manusia.

Istilah sumber daya alam sering diartikan atau didefinisikan berbeda oleh para ahli maupun oleh para penyusun berbagai perundang-undangan yang berlaku di wilayah kedaulatan Indonesia. Salah satu pengertian dari Sumber Daya Alam (SDA) menyebutkan bahwa sumber daya alam adalah “segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia pada umumnya” (Lemhannas 2020).

Lemhannas (2020) lebih menggunakan istilah “sumber kekayaan alam” seperti tercantum dalam UUD NRI 1945, namun memberikan pengertian tentang istilah sumber kekayaan alam (SKA) dan sumber daya alam (SDA), sebagai berikut: SKA adalah semua jenis material alam (as it is), yang belum mendapat sentuhan upaya manusia tetapi sudah diduga dapat dieksploitasi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, bangsa dan negara;  sementara SDA adalah SKA yang sudah mendapat sentuhan upaya manusia (teknologi eksploitasi) sehingga dapat didayagunakan oleh masyarakat, bangsa dan negara guna mencukupi kebutuhan hidup dan kehidupannya.

Pengertian Hak Berdaulat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hak yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah (KBBI 2016). Kedaulatan adalah salah satu syarat mutlak bagi suatu bangsa dan negara yang merdeka. Dalam sila-sila Pancasila, kedaulatan negara dirumuskan dengan “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemudian dalam UUD 1945 (amandemen) pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

***

Dalam kaitannya dengan sumber kekayaan alam, maka sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia juga memiliki kedaulatan penuh atas segala sumber kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah nusantara sesuai yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3), “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Di samping itu, kedaulatan suatu bangsa akan sumber kekayaan alam juga diatur secara internasional dalam Resolusi Sidang Umum PBB 1803 (XVII) tanggal 14 Desember 1962 tentang “Permanent sovereignty over natural resources” (Lemhannas 2020).

Pengertian Hak Berdaulat menurut Pasal 56 ayat 1 huruf (a) United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 adalah hak yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan tanah dibawahnya (Agasta, Susetyorini et al. 2017).

***

Sebagaimana diilustrasikan oleh Dermawan (2020), Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan  17.504 pulau (16.056 telah memiliki nama dan dikukuhkan di PBB, Agustus 2017), dengan luas perairan laut 5,8 juta km2 , Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,55 juta km2 , laut territorial 0,30 juta km2, panjang garis pantai 80,791 km2, perairan kep 2,95 juta km2. Juga memiliki perikanan tangkap: 12,451 juta ton ikan, dan dengan cadangan minyak bumi 9,1 milyar barel di laut.

Baca Juga  Bimbingan Pranikah, Pentingkah?

Di samping itu, merujuk kepada United Nations Environmental Programme (UNEP, 2009) di seluruh dunia terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME), yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung (direct access) kepada enam wilayah LME yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, yaitu LME 34–Teluk Bengala; LME 36–Laut Cina Selatan; LME 37–Sulu Celebes; LME 38–Laut-laut Indonesia; LME 39 – Arafura–Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara  (Anggadiredja 2020).

Sumber daya kelautan Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber pangan, apalagi dengan telah diberlakukannya perjanjian United Nations Convention for the Law of the Sea  (UNCLOS) yang memberikan konsekuansi bertambah luasnya wilayah perairan Indonesia. Berbagai jenis sumber pangan yang berasal dari sumber daya kelautan, antara lain: ribuan (sekitar 8500) jenis ikan, ratusan (782) jenis rumput laut, ratusan jenis udang/kepiting/rajungan, ratusan jenis molusca, ratusan binatang laut lainnya.  

Namun demikian Indonesia belum sepenuhnya memiliki kedaulatan dan kemandirian. Sebagai contoh, masih terdapatnya kasus-kasus illegal fishing, bendera ganda, operasi kapal asing, pengolahan di luar negeri dan lain-lain yang  menunjukkan masih belum berdaulat dan mandirinya bangsa Indonesia di sektor maritim (Lemhannas 2020) dan masih lemahnya diplomasi dengan negara-negara terkait.

Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belum Berdaulat Secara Penuh

Mengapa Indonesia masih belum berdaulat dan mandiri dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan? Apa yang harus dilakukan agar Indonessia dapat lebih berdaulat dan mandiri dalam pengelolaan sumber daya keluatan dan perikanan?

Kasus pencurian ikan ilegal oleh kapal asing masih marak di perarian Indonesia. Permintaan terhadap ikan yang sangat tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan ekspor ataupun dalam negeri menjadi salah satu yang menyebabkan maraknya penangkapan ikan secara illegal di laut Indonesia. Pada saat yang sama pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan bahwa orang atau badan hukum asing   dapat masuk ke wilayah ZEE Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku (Matompo 2018).

Pengertian Hak Berdaulat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hak yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan Negara atau daerah (KBBI 2016). Kedaulatan adalah salah satu syarat mutlak bagi suatu bangsa dan negara yang merdeka. Dalam sila-sila Pancasila, kedaulatan negara dirumuskan dengan “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”(Lemhannas 2020).

Laut merupakan bentangan wilayah yang sangat menentukan untuk memastikan keutuhan pemersatu, sarana pertahanan, dan keamananan serta sumber kemakmuran dan kesejahteraan. Terlebih ketika wilayah ini memuat potensi sumber daya alam yang besar dan beragam. Sebagai negara maritim Indonesia memiliki wilayah laut terluas di dunia di mana dua pertiga wilayahnya merupakan perairan.

Baca Juga  Stop Rezimentasi Agama; Pemerintah Tidak Usah Terlalu Ikut Campur Soal Keagamaan

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia adalah wilayah laut yang mengandung potensi kekayaan terbesar. Dengan maksud untuk mengatur, melindungi, dan melakukan penegakan hukum di ZEE tersebut, pemerintah Indonesia menerapkan UU No 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Di dalam peraturan tersebut, ada ketentuan tetang hak berdaulat (sovereign right) seperti yang juga termuat di dalam ketentuan UNCLOS.

***

Hak ini merupakan hak istimewa untuk melakukan eksplorasi, ekploitasi dan konservasi terkait sumber daya alamnya. Hak ini seyogyanya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat. Di samping itu, hak ini juga sepatutnya dijadikan rujukan untuk melindungi sumber daya laut dari upaya pencurian oleh kapal-kapal asing yang selama ini kerap sering terjadi (Winarwati 2017).

Sebagaimana diuraikan Matompo (2018), Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Jo Undang-Undang 31 tahun 2004 tentang perikanan telah memberikan aturan sangat ketat terhadap pengelolaan perikanan diperairan Indonesia, namun pada kenyataannya banyak pencurian ikan (illegal fishing) yang dilakukan tanpa menggunakan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) & Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan Pasal 93 ayat (2) yaitu: “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, yang tidak memiliki Surat Izin PenangkapanIkan (SIPI) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda  paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)”.

Indonesia masih belum berdaulat dan mandiri dalam memanfaatkan kekayaan lautnya. Di samping karena keterbatasan teknologi perahu nelayan kita, juga disebahkan oleh masih maraknya pencurian ikan oleh kapal asing yang sulit dipantau karena begitu luasnya perairan kita dan lemahnya diplomasi dengan negeri-negara terkait. Antara 2005-2010, misalnya, kasus pencurian ikan oleh kapal asing mengalami peningkatan.

Laut di sekitar Kalimantan Barat menjadi tampat paling favorit bagi kapal ikan asing untuk melakukan pencurian. Kegiatan illegal fishing banyak dilakukan di ZEE Laut Cina Selatan dan juga di sekitar laut Kalimantan Barat sendiri. Kapal ikan asing tersebut biasanya berasal dari Vietnam, Thailand, Kamboja, Myanmar, Malaysia dan Reuiblik Rakyat Tiongkok.  Pencurian ikan mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan bagi Kalimantan Barat. Diperkirakan dalam setahun daerah ini merugi hingga 5 triliun rupiah (Muhamad 2012, h. 68-69).

***

Yang juga menjadi titik rawan adalah di Laut Arafuru, laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara (Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan Barat Sumatera (Samudera Hindia). Berdasarkan data Badan Pangan Dunia, kerugian Indonesia mencapai Rp 30 triliun per tahunnya, bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pernah memperkirakan kerugian mencapai US$ 20 miliar atau Rp. 240 triliun per tahunmya.

Permintaan terhadap ikan yang sangat tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan ekspor ataupun dalam negeri menjadi salah satu yang menyebabkan maraknya penangkapan ikan secara illegal di laut Indonesia. Pada saat yang sama pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan bahwa orang atau badan hukum asing  dapat masuk ke wilayah ZEE Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku (Matompo 2018).

Baca Juga  Islam: Tegas dalam Prinsip, Luwes dalam Sikap

Pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)  telah melakukan beberapa terobosan kebijakan: Pertama, membentuk Satgas Pemberantasan Illegal Fishing, yang terdiri dari perwakilan beberapa instansi seperti KKP, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia dan Kepolisian.

Kedua, meningkatkan sarana dan prasarana pengawasan. Sarana dan prasarana menjadi penunjang pengawasan yang efektif dan terkendali. Ketiga, penegakkan hukum di bidang perikanan. Kepastian hukum merupakan suatu keniscayaan karena selama ini para pelaku pencurian ikan hanya dikenai sanksi yang ringan sementara kerugian negara sangat besar (Matompo 2018, h. 137-139).

Beberapa Rekomendasi

Pertama, memperkuat jatidiri negara maritim dengan menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi nasional melalui: (a) Penyelesaian tata batas dan batas landas kontinen di luar 200 mil laut, serta penamaan pulau-pulau dan pendaftarannya; (b) Pengembangan dan penerapan tata kelola laut: penyusunan tata ruang laut nasional; (c) Peningkatan keamanan laut dan pengawasan sumber daya kelautan.

Kedua, pemberantasan perikanan liar: (a) Penguatan lembaga pengawasan laut; (b) Peningkatan koordinasi penanganan pelanggaran tindak pidana; (c) Penguatan sarana sistem pengawasan perikanan; melengkapi sarana dan prasarana pengawasan serta penataan sistem perijinan usaha perikanan tangkap; (d) Peningkatan penertiban kepatuhan kapal di pelabuhan,

Ketiga, membangun konektivitas nasional – Tol Laut (a). Meningkatkan pembangunan sistem transportasi multimoda: Membangun dan mengembangkan pelabuhan. (b). Menyeimbangkan transportasi yang berorientasi nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan.

Keempat, pengembangan ekonomi maritim (a). Percepatan pengembangan ekonomi kelautan: (b). Meningkatkan kualitas, daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut (c). Meningkatkan wawasan dan budaya bahari serta penguatan SDM dan Iptek kelautan: Pengembangan  technopark. (d). Meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat pesisir dan nelayan (Bappenas 2014).

***

Indonesia memang masih belum berdaulat dan mandiri dalam memanfaatkan kekayaan lautnya. Di samping karena keterbatasan teknologi perahu nelayan kita, juga disebahkan oleh masih maraknya pencurian ikan oleh kapal asing yang sulit dipantau karena begitu luasnya perairan kita. Permintaan terhadap ikan yang sangat tinggi baik untuk memenuhi kebutuhan ekspor ataupun dalam negeri menjadi salah satu yang menyebabkan maraknya penangkapan ikan secara ilegal di laut Indonesia.

Beberapa hal yang dapat menjadi rekomendasi untuk diperkuat kembali: Pertama, memperkuat jatidiri negara maritim dengan menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi nasional. Kedua, pemberantasan perikanan liar di antaranya melalui diplomasi dengan negara terkait. Ketiga, membangun konektivitas nasional. Keempat, pengembangan ekonomi maritim. Bukan hanya negara yang dapat berperan, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahldaltul Ulama yang memiliki potensi dan kepedulian sosial-ekonomi dapat juga turut berperan meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Editor: Yahya FR

Alpha Amirrachman
4 posts

About author
Wakil Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia dan alumni PPRA LX Lemhannas RI
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *