Inspiring

Sukiman Wirjosandjojo (2): Karir Politik dan Kabinet Sukiman

5 Mins read

Perjalanan Politik

Kiprah dan gerakan politik Dr. Sukiman Wirjosandjojo memang sudah dirintis sejak berada di Tanah Belanda. Di sana ia mulai konsen terhadap isu-isu bangsanya (Indonesia) yang masih dalam jajahan Belanda. Di Belanda saat itu, berdirilah salah satu perhimpunan yang bernama Indonesische Vereenigig, kemudian diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di dalam perkumpulan inilah para pejuang Indonesia dibentuk hingga matang dengan wawasan internasional. Seperti Sukiman juga Moh. Hatta di dalamnya. Mereka yang aktif dalam perhimpunan tersebut, memberikan pengaruh yang sangat besar ketika kembali ke Indonesia. Tidak hanya menjadi penyokong dari belakang, tetapi juga menjadi pemimpin yang berdiri dalam barisan terdepan.

Pada tahun 1925 Sukiman Wirjosandjojo menjabat sebagai ketua dalam Perhimpunan Indonesia, barulah di saat itu terlihat bagaimana kualitas pengetahuan yang dimiliki oleh Sukiman. Setelah kurang lebih satu tahun memimpin, Sukiman kembali ke Indonesia, lalu jabatan ketua digantikan oleh Moh. Hatta, setelah Moh. Hatta lalu digantikan oleh Ratulangi. Demikian perkumpulan para pemuda di tanah Belanda, membawa serta harapan ketika mereka kembali ke Indonesia.

Setelah pulang ke Indonesia, Ia mula-mula membuka praktik kedokteran di Jogja, kemudian langsuk masuk partai Islam PSI, yang saat itu dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Disinilah ketajaman politiknya ditempa, Sukiman berguru langsung pada Hos Tjokroaminoto sebagaimana tokoh lain seperti Soekarno.

Namun Sukiman adalah murid yang kritis, tidak semua hal ia telan mentah-mentah meskipun itu dari gurunya sendiri. Disinilah terlihat perbedaan Sukiman Wirjosandjojo dengan Tjokroaminoto, HOS. Cokroaminoto menekankan pada keyakinan agama, sedang Sukiman tekanan perjuangan pada kepentingan nasional yang berdasar agama.

Sukiman Wirjosandjojo adalah sosok yang istimewa, dimana saat kebanyakan mahasiswa yang pulang belajar dari Belanda masuk ke dalam partai Nasional, Sukiman masuk ke dalam partai Islam. Disanalah ia terlibat banyak dalam menyuarakan politik dan kepentingan Islam. Hingga dengan kecerdasan Sukiman dan H. Agus Salim, partainya pun menambah satu huruf menjadi PSII yang berarti Indonesia. Hal itu bukan hanya penambahan huruf belakang melainkan menandakan penambahan tujuan dan haluan gerakan politiknya.

Baca Juga  Ketika Al-Hallaj Memuji Kesetiaan Iblis

Pada tahun 1930, terjadi perselisihan dengan H. Agus Salim yang membuat Sukiman harus keluar dari PSII dan mendirikan partai baru yaitu Partai Islam Indonesia (PARI). Perselisihan yang terjadi antara dirinya dan H. Agus Salim itu tidak sedikitpun memudarkan gagasan keislamannya. Melainkan dengan didirikannya partai baru tersebut menegaskan prinsip keislamannya yang makin tegas dan kuat yang memadukan antara keislaman dan kebangsaan. Yang berarti corak politik Islam yang lebih radikal dan revolusioner. Namun partai ini tidak terlalu pesat perkembangannya, juga tidak terlalu berkembang di tengah masyarakat.

Pada 3 November 1945 dikeluarkan pengumuman yang isinya mengenai anjuran pada setiap elemen masyarakat untuk mendirikan partai, gunanya adalah untuk memperkuat perjuangan bangsa, mempertahankan kemerdekaan dan menciptakan keamanan masyarakat. Kemudian partai-partai ini dipimpin oleh berbagai aliran dan pikiran serta dapat dipimpin ke jalan yang teratur.

Menanggapi anjuran tersebut, organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, PII dan SI secara bersama membentuk Masyumi. Berdirinya partai ini adalah produk revolusi atau pada masa kemerdekaan Indonesia. Di sinilah Sukiman melanjutkan perjuangannya dan ikut memimpin partai dengan memberikan pikiran-pikiran yang cemerlang dengan nafas Islam. Dalam perjalanan partai ini, agaknya terjadi keterbelahan; antara yang moderat diwakili oleh Sukiman, dan Keras yang diwakili oleh Moh Natsir.

Di dalam tubuh Masyumi terjadi perpecahan yang begitu pelik antara kelompok Sukiman dan Kelompok Natsir. Kelompok Sukiman ini terdiri dari tokoh-tokoh senior jawa yang memiliki hubungan baik dengan Soekarno dan tokoh nasionalis sekuler dari kalangan PNI. Sedangkan kelompok Natsir terdiri dari kalangan yang lebih muda, yang baru menonjol ketika pendudukan jepang ataupun masa revolusi, dan sebagian besar berasal dari kalangan suku non-Java.

Dalam hal ini, kalangan NU, yang memiliki posisi strategis dalam Masyumi, lebih menyukai kemoderatan dan keluwesan kelompok Sukiman daripada pendekatan Natsir yang doktriner dan teknokratis. Sehingga para tokoh NU merasa Sukiman lebih dapat mengakomodasi kepentingan mereka ketimbang Natsir.

Sukiman Wirjosandjojo juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang akomodatif yang memberikan ruang bagi kelompok pesantren (NU) daripada Moh. Natsir yang terlibat cekcok dalam masalah furu’iyah dengan NU. Itulah salah satu alasan mengapa kalangan NU memberikan dukungan yang lebih kepada Sukiman dalam beberapa momentum politik, termasuk ketika polemik Sukiman dengan Natsir yang menjabat sebagai ketua eksekutif Masyumi.

Baca Juga  Sophie Scholl: Berjuang Melawan Nazi Tanpa Kekerasan

Politik Sukiman memang berpijak di atas pondasi-pondasi keislaman, sehingga sikapnya seringkali tegas. Misalnya dalam penyusunan Kabinet Ali-Roem-Idham, Sukarno mempertanyakan mengapa tidak ada tokoh PKI dalam jajaran Kabinet, padahal memiliki pendiking lebih dari 5 Juta. Karena perdebatan yang cukup alot, akhirnya Soekarno meminta waktu untuk berpikir, dalam waktu itu, Sukarno mengambil kesempatan untuk memanggil tokoh agama dan pemimpin politik Islam yang diwakili oleh Kh. Idham Kholid dan Sukiman.

Sebab keteguhan pemikiran Sukiman, ia menolak keberadaan PKI dalam cabinet tersebut. Sehingga Sukarno mengibaratkan susunan kabinet tersebut seperti seekor kuda yang hanya memiliki tiga kaki. Sikap inilah yang harus dipahami dari Sukiman, bahwa ia sangat anti terhadap PKI, bukan anti Sukarno. Baginya Sukarno bukanlah seorang PKI, sebagaimana yang diucapkan sendiri oleh Sukarno, sehingga harus didekati bukan dijauhi.

Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman berlangsung Sejak 26 April 1951 hingga Februari 1952. Pada masa kabinet ini memerintah, ada beberapa hal yang menonjol, yaitu politik luar negeri yang condong terhadap Amerika Serikat. Hal ini ditandai dengan adanya kerjasama keamanan antara RI-Amerika Serikat. Dalam menghadapi gangguan keamanan dalam Negeri, Kabinet ini tidak tegas, hal ini menyebabkan munculnya hubungan buruk antara sipil dan militer, sehingga ketimpangan terjadi dan korupsi semakin meluas.

Kabinet Sukiman memiliki catatan baik, yaitu kabinet Sukiman menaruh perhatian besar dalam memajukan perusahaan kecil, perlindungan terhadap kaum buruh, yang paling mengagumkan adalah perluasan pendidikan yang cepat dan berdirinya sekolah-sekolah di berbagai tempat di penjuru tanah air.

Awal mula keretakan di dalam kabinet Sukiman adalah Ketika Sukiman menentang embargo Amerika terhadap barang-barang strategis. Sebaliknya Menteri Luar Negeri Subardjo malah menerima bantuan militer Amerika Serikat dan perjanjian militer mutual security aids (MSA). Hal ini dilakukan Subardjo untuk membagi kekuatan militer Amerika Serikat di Asia. Parahnya adalah Subardjo tidak melibatkan kabinet dalam pengambilan keputusan dalam perjanjian dengan Amerika.

Baca Juga  Siti Baroroh, Melawan Domestikasi Perempuan

Akhirnya Sukiman dituduh pro terhadap Barat, sehingga ia didesak untuk mundur melepaskan jabatannya. Lebih buruk lagi, partai Masyumi yang diketuai oleh Moh. Natsir tidak bersedia mendukung Kabinet Sukiman, dan ia tidak mau bertanggung jawab atas kesepakatan MSA itu. Lalu karena berbagai peristiwa yang melemahkan kabinet Sukiman, akhirnya pada tanggal 23 Februari 1952, Sukiman mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.

Ketegangan antara Moh Natsir dan Sukiman sudah dimulai ketika Kabinet Natsir digulingkan, lalu Soekarno menunjuk Sukiman sebagai formatur membentuk Kabinet yang baru. Tindakan Sukiman menjadi formatur tersebut tidak melalui persetujuan Natsir sebagai ketua eksekutif Masyumi. Sehingga Natsir membuat pernyataan bahwa keberadaan Sukiman sebagai formatur bukanlah atas nama Masyumi.

Keretakan itu sebenarnya menunjukkan keadaan di dalam partai Masyumi yang telah terkotak-kotak menjadi beberapa kelompok. George McT Kahin membagi kelompok atas pimpinan Masyumi menjadi tiga kelompok. Yang disebut kelompok Religious, sosialis terdiri dari Natsir, Moh Roem dan Burhanudin Harahap. Sedangkan Sukiman digolongkan sebagai orang yang dekat dengan Soekarno. Sedangkan Isa Anshary adalah orang yang dogmatis dalam approach.

Setelah krisis Kabinet Sukiman, pengaruhnya juga meluas ke dalam partai Masyumi dimana beberapa kelompok yang pro terhadap Sukiman, ketika Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto dari PNI dan Prawoto Mangkusaswito dari Masyumi untuk membentuk Kabinet baru, mereka kembali membuat kisruh.

Dalam proses negosiasi komposisi Kabinet, Parwoto mendapatkan tantangan yang serius karena konflik tajam dari partainya sendiri. Kelompok Sukiman sekali lagi mengajukan Sukiman sebagai Perdana Menteri yang baru. Apalagi ditambah dengan tekanan dari tokoh NU, Kh. Abdullah Wahab Chasbullah, ia secara terbuka mengatakan akan meninjau ulang afiliasinya dengan Masyumi, kecuali jika partainya menunjuk Sukiman sebagai Perdana Menteri yang baru dan Wachid Hasjim diangkat kembali menjadi Menteri Agama.

Editor: Soleh

Thariq Ibrahim
4 posts

About author
Demisioner PC IMM Sukabumi Raya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *