Akidah

Takdir dan Nasib, Apakah Punya Kesamaan Makna?

4 Mins read

Takdir dan Nasib

Dalam kehidupan manusia, nasib dan takdir adalah dua kata yang seringkali disamakan dalam pemaknaanya. Apakah nasib dan takdir itu sama? Mungkinkah segala yang terjadi di dalam kehidupan manusia, itu termasuk takdir semata? Lalu, darimana datangnya perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia, takdir atau nasib?

Nasib dan takdir adalah dua istilah yang sangat dan hampir mirip, tidak mengherankan apabila sebagian orang mengatakan bahwa keduanya sama. Namun, perlu kita ingat, satu kata itu bisa memunculkan ragam makna (tidak tunggal).

Persoalan pemaknaan inilah yang kemudian harus kita pecahkan pada tulisan kali ini. Sehingga kemudian, kita akan mengurai titik kesamaan dan titik perbedaan di antara nasib dan takdir.

Memaknai Kata dan Dua Macam Takdir

Dalam Islam, penggunaan ataupun arti dari kata takdir adalah sesuatu yang pasti akan terjadi dan itu datangnya dari Allah SWT. Dalam bahasa Arab, takdir disebut qaddara, yuqaddiru, taqdir yang berarti suatu ukuran, ketentuan, kepastian yang akan terjadi dalam kehidupan manusia.

Beberapa surah di dalam Al-Qur’an juga menyebutkan beberapa tentang takdir, antara lain:

Pertama, Surah Al-Furqan Ayat 8:

الَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

Artinya: “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.”

Kedua, Surah Yasin Ayat 38

وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ

Artinya: “dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui

Ketiga, Surah Fussilat Ayat 12

فَقَضٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ فِيْ يَوْمَيْنِ وَاَوْحٰى فِيْ كُلِّ سَمَاۤءٍ اَمْرَهَا ۗوَزَيَّنَّا السَّمَاۤءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيْحَۖ وَحِفْظًا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ

Baca Juga  Iktisab Manusia dalam Kacamata al-Juwaini

Artinya: “Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.”

Keempat, Surah Al-Anam Ayat 96

فَالِقُ الْاِصْبَاحِۚ وَجَعَلَ الَّيْلَ سَكَنًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ

Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.”

Ayat di atas adalah beberapa ayat yang kemudian bisa kita gunakan dalam mengungap makna kata takdir yang belum kita temukan. Namun, takdir tidak selesai sampai di sini saja. Takdir kemudian terbagi menjadi dua bagian, yakni takdir Mubram dan Takdir Muallaq.

Taqdir Mubram dan Takdir Muallaq

Pertama, Takdir Mubram. Takdir atau suatu keputusan dari Allah yang pasti terjadi, yang telah ditetapkan oleh-Nya. Pada takdir ini, tidak ada satupun manusia yang bisa memilih atau merubahnya. Sebutlah misalnya: kelahiran, jenis kelamin, kematian manusia, peredaran planet-planet di langit dan lain sebagainya.

Hal ini juga disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam firmannya:

مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَآ اَنَا۠ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ ࣖ

Keputusan-Ku tidak dapat diubah dan Aku tidak menzalimi hamba-hamba-Ku.” (QS. Qaaf: 29).

Kedua, Takdir Muallaq. Takdir ini pada awalnya sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Namun, bisa berubah sesuai dengan kehendak dari manusia. Misalnya: perpanjangan umur/usia yang bisa dilakukan dengan memperbanyak silaturrahim kepada sesama umat muslim dan amalan yang lainnya.

Sebagaimana dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda:

Tidak ada yang bisa menolak takdir Allah selain doa. Dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur selain silaturrahim dengan ayah dan ibu.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Thirmidzi).

Baca Juga  Aspek Transenden dan Materil dalam Melihat Takdir

Memaknai Kata Nasib

Kalau seandainya segala aspek kehidupan manusia itu adalah takdir, lalu di manakah letak nasib itu berada? Pergantian waktu dari pagi, siang,dan malam adalah takdir yang tidak bisa dirubah oleh manusia.

Bagaimana dengan masalah duniawi, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, negara dan lain-lain. Apakah juga termasuk bagian dari takdir?. Tentu saja tidak bukan.

Nasib hampir sama dengan takdir, keduanya berasal dari Allah SWT dan diturunkan untuk umat manusia. Hanya saja, beberapa orang yang kemudian seringkali mengaitkan kata nasib dengan suatu kejadian yang bernuansa buruk/jelek, sedangkan untuk hal yang baik/ bagus adalah takdir.

Di dalam nasib ini, manusia sangat mempunyai peranan yang sangat signifikan. Dalam artian manusia boleh menjadi aktor utama yang bermain dan berusaha mengubahnya. Sehingga kemudian, menuju kehidupan yang lebik baik.

Hal ini sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d ayat 11:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

***

Pada ayat diatas, Allah sudah sangat jelas dalam memberikan isyarat, bahwa manusia memiliki hak untuk merubah keadaan hidupnya. Di samping itu pula, Dia melarang manusia untuk berputus asa atas segala cobaan dan rintangan dalam kehidupan ini dunia ini.

Hal ini persis sekali dengan kisah Nabi Adam dan Hawa yang kala itu diturunkan oleh Allah dari syurga-Nya. Bagaimana kemudian upaya dan kerja keras dan doa yang dilakukan dan dipanjatkan oleh mereka berdua, sehingga Allah pun memberikan ampunan kepada mereka.

Baca Juga  Buletin Jumat: Relasi Iman dan Amal Shaleh

Begitupun dalam kehidupan manusia, terkhusus di dalam kehidupan duniawi. Bekerja keras, ikhlas, dan selalu berdoa adalah kunci utama dalam mengarungi kerasnya kehidupan ini. Merubah nasib dari yang buruk menuju yang lebih baik adalah keinginan dan impian setiap manusia. Misalnya dari kemiskinan menuju kaya, bodoh menuju pintar, gagal menuju sukses. Semua itu merupakan sebagian contoh manusia dalam berusaha merubah nasib.

Namun, lagi-lagi hal itu membutuhkan sebuah kesadaran dari masing-masing manusia. Tumbuhkan kesadaran dan mulailah melakukan perubahan, awali dari hal yang sederhana menuju hal yang luar biasa.

Ingat, perubahan itu tidak akan terjadi apabila manusia tidak mulai merubahnya. Saya tekankan sekali lagi, bahwa peran manusialah yang sangat utama dalam merubah dan menentukan nasibnya di dunia ini.

Kesimpulan dari Makna Takdir dan Nasib

Nasib dan takdir adalah dua ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Tetapi, keduanya berbeda, jika takdir lebih kepada ukurannya, sedangkan nasib adalah hasilnya. Dalam artian takdir tidak terlihat, sedangkan nasib adalah hasil yang terlihat.

Manusia tidak akan pernah tahu akan nasibnya di dunia ini, dari situlah Rasulullah pun sangat menganjurkan umat muslim untuk berusaha. Semua yang terjadi di dunia ini pasti ada ukuran dan ketentuannya. Tetapi, jangan sampai kemudian dengan adanya ukuran dan ketentuan ini, akhirnya eggan membuat kita untuk berusaha, berjuang dan berdoa.

Segala nasib manusia di dunia ini bisa diubah, tinggal bagaimana dan kapan kita mau memulainya. Tumbuhkan kesadaran, tetap optimis, bekerja keras, dan berdoa adalah kuncinya.

Related posts
Akidah

Ragam Makna Iman dan Tauhid, Mana yang Lebih Tepat?

3 Mins read
Tauhid merupakan prinsip dasar iman di dalam Islam yang membedakan dirinya dengan segenap agama lain. Bahwa Allah itu esa, tidak berbilang, tidak…
Akidah

Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

4 Mins read
Semua agama di dunia ini mempunyai hal-hal yang dianggap suci (the Sacred), misalnya, kitab suci, nabi, dan lain-lainnya. The Sacred menurut M. Amin Abdullah, dalam bukunya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin, merupakan Nonfalsifiable Postulated Alternate Realitie. Pada artian lain, disebut dengan hal yang tidak bisa dipermasalahkan, difalsifikasi, dan diverifikasi oleh siapapun.
Akidah

Kesadaran Beriman Orang-Orang Modern

3 Mins read
Di era saat ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Kemajuan teknologi merupakan bukti dari keberhasilan sains modern. Namun, dibalik kemajuan…

2 Comments

  • Avatar
  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds