Kalam

Tauhid Rububiyah: Allah Menjadi Rabb dengan Rahma

3 Mins read

Tauhid Rububiyah

Dalam ayat ke-3 surat al-Fatihah, nama ar-rahman dan ar-rahim menjadi ayat tersendiri. Namun dalam sususan kalimat ia menjadi keterangan sifat kedua dan ketiga bagi Allah. Setelah sebelumnya diberi keterangan sifat Rabb al-‘Alamin. Bahasan ini terkait dengan Tauhid Rububiyah: “Maha Memiliki” dengan Rahma.

Dengan demikian keduanya menjadi keterangan sifat yang disebutkan kembali. Karena keduanya telah ditegaskan menjadi sifat Allah dalam ayat pertama, maka penyebutan kembali keduanya sudah barang tentu berhubungan dengan asma Rabb al-‘Alamin.

Asal-usul Rabb al’alamin

Istilah Rabb al-‘Alamin terdiri atas rabb dan al-‘alamin. Rabb berasal dari kata “tarbiyah“. Berarti menumbuh-kembangkan sesuatu dari satu keadaan ke keadaan lain sampai batas sempurna. Kemudian dalam bahasa ia digunakan dengan pengertian pemilik(al- malik), tuan (as-sayyid), pengatur (al-mudabbir), pengasuh(al-murabbi), penanggung jawab (al-qayyim) dan pemberi anugerah (al-mun’im).

Pengertian-pengertian ini menurut at-Thabari merupakan pengembangan dari tiga makna pokok ar-rabb: tuan, pembina (al- mushlih) dan pemilik. Ketiga makna pokok ini termuat dalam istilah rabb untuk Allah. Sehingga Allah sebagai rabb berpengertian: Tuan yang tidak ada tandingan dalam kekuasaan-Nya. Pembina keberadaan makhluk-Nya dengan memberi karunia tak terhingga dan pemilik yang mencipta dan mengurus mereka.

Namun tampaknya dalam praktek penggunaannya ada pemahaman bahwa tiga makna pokok itu memiliki satu makna pangkal, malik. Karenanya beberapa mufasir mengartikan rabb dalam ayat kedua surat al- Fatihah dengan makna pangkal itu, Maha Pemilik.

Pemilihan kata rabb, bukan malik, dalam ayat itu sudah barang tentu dengan mempertimbangkan kekhasan maknanya. Kekhasan makna ini bisa diketahui dari contoh yang umum digunakan untuk menunjukkan arti “pemilik” baginya, rabb ad-dar, pemilik rumah.

Baca Juga  Ibnu Kullab, Keluarga Al-Qattan yang Menolak Inlibrasi

Pemilik rumah disebut rabb ad-dar tentunya bukan karena sekadar dia memiliki kekuasaan atasnya. Tapi sebagaimana yang ditunjukkan dalam penggunaannya yang luas, karena dia yang juga membangun, menjadi tuan, mengatur, memelihara, bertanggung jawab atas dan menyiapkan segala vasilitasnya.

Ilmu dan Penciptaan Alam

Karena itu pengertian rabb dalam ayat tersebut adalah Maha Pemilik dengan cakupan makna yang luas ini. Pengertian ini didukung oleh banyak ayat yang menegaskan bahwa kerajaan dan semua wujud yang ada di langit dan bumi merupakan milik Allah SWT.

Adapun Al-’Alamin adalah jamak dari ’alam (alam). Alam adalah semua wujud selain Tuhan. Semua wujud itu disebut alam (dalam bahasa Arab ’alam juga berarti tanda), karena mereka menjadi media untuk mengenal Allah, penciptanya. Namun jika dihubungkan dengan istilah lain yang akar katanya sama (’-l-m), ’ilm, (ilmu), maka bisa dipahami bahwa alam itu diciptakan dengan ilmu. Alam yang sedemikian kompleks tidak mungkin diciptakan tanpa berdasar ilmu.

Dalam bahasa Arab bentuk jamak dengan menambah huruf waw atau ya’ dan nun disebut jamak al-mudzakkar as-salim. Jamak itu digunakan untuk nama diri dan sifat laki- laki dengan syarat-syarat tertentu. ’Alamin menurut para ahli bahasa bukan merupakan bentuk jamak al-mudzakkar as-salim yang sebenarnya, tapi hanya menjadi kata yang diserupakan (mulhaq) dengannya.

Namun para penafsir al-Qur’an pada umumnya memandangnya sebagai jamak al-mudzakkar as-salim yang sebenarnya dan menjelaskan mengapa ’alam dalam al-Qur’an dijamakkan seperti itu. Menurut mereka, alasannya adalah: pertama, manusia itu merupakan bagian dari alam dan jika dia bersama-sama yang lain menjadi cakupan pengertian kata. Maka dialah yang dijadikan pertimbangan untuk memperlakukan kata itu.

Kedua, yang dimaksudkan dengan al-’alamin bukan seluruh alam, tapi hanya malaikat, jin dan manusia. Ketiga, yang dimaksudkan dengan al-’alamin hanya manusia saja. Karena masing-masing manusia yang memiliki keunikan yang membedakannya dari yang lain, merupakan alam yang tersendiri.

Baca Juga  Titik Temu antara Islam dan Pancasila

Fisika Menemukan Kesadaran

Masih berhubungan dengan jamak kata ’alam itu perlu dikemukakan bahwa dalam filsafat, akal memang dihubungkan dengan alam. Sebagai contoh adalah al-Farabi yang dengan filsafat emanasinya menjelaskan penciptaan alam semesta melalui akal-akal kesatu sampai kesembilan. Menjadi wujud kedua sampai kesepuluh (wujud pertamanya adalah Allah), yang masing-masing berfikir tentang Tuhan dan dirinya sendiri; dan Immanuel Kant yang menyatakan bahwa akal adalah yang memberi hukum kepada alam.

Kemudian perlu dikemukakan juga bahwa fisika modern sekarang menemukan adanya kesadaran dalam alam semesta. Kesadaran ini telah diungkapkan oleh al-Qur’an bahwa segala yang ada di langit dan bumi itu bertasbih kepada Allah. Dengan demikian wajar jika al-Qur’an menyebut alam semesta dengan bentuk jamak yang biasa digunakan untuk manusia yang berakal.

Dengan demikian pengulangan itu menunjukkan bahwa bahwa Allah menjadi Maha Pemilik alam semesta dengan rahma. Apabila dalam al-Fatihah pengertian ini inferensial, maka dalam al-An’am, 6: 54 pengertian itu menjadi makna langsung yang ditunjuk oleh ayat:

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Sekedar sebagai gambaran betapa Allah menjadi Rabb dengan cinta kasih dapat disebutkan awal surat al-A’la. Menjelaskan bahwa Dia mencipta dengan menyempurnakan ciptaan-Nya dan memberinya potensi disertai dengan pemberian bimbingan kepadanya.

***

Penciptaan sebagai gambaran tauhid rububiyah yang demikian hanya bisa terjadi jika ia dilakukan berdasarkan cinta kasih. Sehingga hasilnya indah, lestari, berguna dan tidak menimbulkan kerusakan, termasuk bagi diri sendiri.

Baca Juga  Menyikapi Covid-19: antara Jabariyah dan Qadariyah

Berkaitan dengan hal itu di sini ditambahkan penghayatan Ibrahim. Setelah menegaskan kepada kaumnya bahwa Allah Rabb al- ‘Alamin itu adalah Tuhannya, dia menjelaskan bahwa Dialah “Yang menciptakan aku, kemudian memberi bimbingan kepadaku; Yang memberi makan dan minum kepadaku; dan jika aku sakit, Dia menyembuhkanku” (S. as-Syu’ara, 26: 77-80). Menjadi gambaran keberadaan tauhid rububiyah.

28 posts

About author
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Kalam

Inilah Tujuh Doktrin Pokok Teologi Asy’ariyah

3 Mins read
Teologi Asy’ariyah dalam sejarah kalam merupakan sintesis antara teologi rasional, dalam hal ini adalah Mu’tazilah serta teologi Puritan yaitu Mazhab Ahl- Hadits….
Kalam

Lima Doktrin Pokok Teologi Mu’tazilah

4 Mins read
Mu’tazilah sebagai salah satu teologi Islam memiliki lima doktrin pokok (Al-Ushul al-Khamsah) yaitu; at-Tauhid (Pengesaan Tuhan), al-Adl (Keadilan Tuhan), al-Wa’d wa al-Wa’id…
Kalam

Asal Usul Ahlussunnah Wal Jama'ah

2 Mins read
Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan pemahaman tentang aqidah yang berpedoman pada Sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Ahlussunnah Wal Jama’ah berasal dari tiga…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds