ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ
الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Marilah kita panjatkan puji syukur kita ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena pada pagi hari ini kita masih diberikan segala nikmat karunia-Nya untuk melaksanakan shalat Iduladha secara berjamaah. Semoga jamaah shalat kita pagi hari ini menjadi jamaah yang kelak akan dipersilahkan masuk ke surga dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan.
Bershalawat kita kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, semoga kita kelak termasuk golongan orang-orang yang akan mendapatkan syafaatnya di yaumil akhirat nanti.
Bertakwa kita semua kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebenar benarnya takwa. Ukuran terbaik seorang hamba di sisi Allah adalah terukur sejauh mana tingkat ketakwaannya, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati oleh Allah Subhanahu Wata’ala,
Ibadah kurban yang senantiasa kita tunaikan setiap tahun tentu memiliki pesan kehidupan yang mesti kita dapat menarik hikmahnya. Qurban tidak hanya sekedar menyembelih hewan kemudian diolah menjadi beberapa menu masakan dan kemudian dinikmati. Selain hal tersebut, banyak hal penting yang dapat kita peroleh dengan kembali membaca setiap peristiwa yang terjadi seputar ibadah kurban. Salah satunya adalah kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam beserta keluarganya.
Pada kisah Nabi Ibrahim beserta keluarganya mengandung banyak pelajaran yang dapat kita petik untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Salah satunya adalah dalam mengarungi kehidupan rumah tangga supaya dapat menggapai keluarga yang sakinah.
Rumah tangga yang sakinah adalah sebuah rumah tangga yang didirikan di atas landasan ibadah. Bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar karena kecintaan mereka kepada Allah.
Kehidupan keluarga yang sakinah merupakan dambaan setiap insan yang telah mengikrarkan diri dalam mahligai pernikahan. Namun untuk menggapai maqom sakinah tersebut, membutuhkan perjuangan, modal ilmu, dan pelajaran untuk dapat mencapainya. Berikut beberapa pelajaran kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya yang bisa kita jadikan panutan, di antaranya adalah:
Pertama, Pendidikan kesabaran. Sifat sabar telah diajarkan oleh nabi Ibrahim tatkala mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih anak kesayangannya Ismail. Sifat sabar yang diajarkan oleh Sarah yang ikhlas dan terus berdoa dengan penuh harap agar dapat diberi keturunan. Sabar yang menjadikan Hajar rela ditinggalkan di lembah yang tandus tanpa penghuni tanpa sumber makanan. Namun dari sifat sabar itu pula, Allah mengganti semua dengan kenikmatan. Ibrahim lulus dari ujian dan Ismail Allah ganti dengan seekor kambing. Berkat kesabarannya, Allah kabulkan hajat dan kerinduan Sarah sehingga dia hamil dan mendapat keturunan dengan lahirnya Ishaq.
Demikian juga dengan Hajar, berkah kesabaran dan segala usaha yang dilakukan, akhirnya semua kebutuhan bersama Ismail Allah penuhi semuanya. Bahkan berlari-larinya antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari sumber kehidupan, Allah abadikan dengan perintah syariat yang mesti dilakukan oleh para kaum muslimin ketika menunaikan ibadah haji, yaitu pada peristiwa sai.
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Mengambil hikmah sifat sabar dalam peristiwa qurban tentu akan menarik apabila kita aktualisasikan dalam kehidupan berkeluarga. Sifat sabar merupakan salah satu kunci dalam mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Bagaimana tidak, tingginya angka perceraian yang hingga kini terus meningkat tidak lepas asbab penyebab utamanya adalah pertengkaran yang tiada henti. Sementara rumus paling sederhana dan mumpuni ketika terjadi cekcok dan pertengkaran dalam rumah tangga adalah dengan mengendalikan diri dengan kesabaran.
Di dalam rumah tangga, pasangan suami istri wajib adanya memiliki sikap sabar di dalam diri. Sifat sabar akan memiliki efek yang dahsyat yang dapat memberi kekuatan dalam menghadapi problem pernikahan. Dalam rumah tangga, suami istri dituntut untuk saling bersabar menghadapi segala kelebihan kekurangan masing-masing pasangan.
Bersabar ketika terjadi ujian dan cobaan guna mempertahankan kelestarian rumah tangga dengan suasana bahagia dan harmonis. Dengan adanya rasa sabar dalam rumah tangga, maka setiap pasangan akan mampu untuk selalu menahan diri agar tidak melakukan hal buruk dengan saling menyakiti. Bahkan dengan kesabaran, justru akan muncul adalah rasa saling berusaha untuk menyayangi dan melindungi.
Munculnya rasa sayang dan peduli ketika seseorang memiliki sifat sabar merupakan sebuah anugerah dari Allah Swt. Hal tersebut menandakan bahwa dia sedang dalam pengawasan dan pertolongan Allah, sebagaimana Firman-Nya;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Sifat sabar yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim beserta keluarganya telah memberikan pelajaran besar bagaimana dengan kesabaran, Allah ganti dengan kenikmatan yang maha dahsyat. Inilah yang mesti kita ambil sebagai pelajaran dalam kehidupan.
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah …
Kedua, Taat Menjalankan perintah Allah. Tatkala Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk “menyembelih” anak kesayangannya Ismail, meskipun terasa sangat berat, namun dia tetap menjalankan dengan penuh ketaatan. Adalah sebuah cobaan yang super berat, ketika Ibrahim mendapatkan perintah tersebut dari Allah. Namun Nabi Ibrahim tetap menguatkan diri dengan keyakinan bahwa apapun instruksi yang datang dari Allah dia wajib untuk sami’na wa athona.
Ketaatan untuk menjalankan perintah Allah wajib menjadi aturan pertama dalam mengarungi kehidupan rumah tangga untuk menggapai sakinah. Seluruh anggota keluarga memiliki kewajiban untuk taat dan patuh atas segala perintah Allah yang telah digariskan sebagai pedoman dalam kehidupan.
Suami yang taat atas perintah Allah, wajib memahami dan menjalankan diri bagaimana menjadi kepala rumah tangga yang benar. Ketika ia keluar mencari nafkah, maka pekerjaan yang dilakukan mestilah sebuah pekerjaan yang diridhoi oleh Allah. Harta yang dihasilkan dari kerja kerasnya haruslah yang dari sumber yang halal dan terhindar dari unsur yang syubhat apalagi yang haram. Sebab segala bentuk nafkah yang haram dan bathil yang dibawa pulang kerumah, bagi seorang suami akan menjadi petaka bagi anggota keluarganya.
Ketika dia membawa uang haram, kemudian uang tersebut dibelikan makanan, dan dimakan oleh istri dan anak-anaknya, maka secara otomatis akan mengalir darah yang kemudian menjadi daging haram dalam tubuh si istri dan anak. Mengalirnya darah haram dalam tubuh sebuah keluarga, tentu mustahil dalam keluarga tersebut mampu untuk mewujudkan suasana yang tentram apalagi bahagia.
Dampak negatif dari sumber makanan yang haram akan mengotori jiwa manusia, sehingga wajarlah apabila jiwa yang kotor itu akan menjerumuskan pelakunya kepada hal-hal yang buruk. Hal inilah yang akan membentuk karakter dan perilaku yang jahat. Maka jangan heran keluarga yang selalu mengkonsumsi makanan dan atau minuman dari sumber yang haram, maka yang terjadi adalah masalah demi masalah. Keributan dan pertengkaran terus menerus yang tiada hentinya, yang pada akhirnya berakhir dengan perceraian.
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Demikian pula dalam bergaul dengan anggota keluarga. Bagi pasangan yang taat atas perintah Allah, mereka pasti akan selalu saling melindungi dan saling menyayangi. Suami akan menjadi pelindung untuk istri dan anak-anaknya. Dia tidak akan mungkin menyakiti istrinya, baik hati apalagi menyakiti hingga fisiknya. Bagi suami yang taat perintah, dia akan memahami betul bahwa dia adalah seorang pemimpin yang wajib melindungi dan mengayomi semua anggota keluarganya dengan baik, karena segala bentuk kepemimpinannya kelak akan ada pertanggung jawabannya. Sebagaimana sabda Nabi Saw:
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. (HR. Bukhari)
Ma’asyiral muslimin jamaah sholat Idul Adha Rahimanii wa rahimakumullah
Ketiga, Memiliki rasa pengorbanan. Sifat berkorban telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah demi menggapai ridho-Nya. Hal itu ketika dia bermimpi tiga kali dengan perintah untuk menyembelih Ismail sebagai bukti pengorbanan dan cintanya kepada Allah.
Demikian pula Ismail, mendengar ada perintah dari Allah melalui ayahandanya, dia pun dengan suka rela akan mengorbankan jiwanya untuk “disembelih” sebagai bukti pengorbanan dalam menjalankan perintah Allah. Tidak sedikitpun Ismail membantah apalagi menolak. Meskipun pada akhirnya yang disembelih adalah seekor kambing. Jawaban lembut dan penuh sukarela Ismail yang meminta kepada ayahandanya untuk melaksanakan perintah terabadikan di Al-qur’an pada surah as-Saffat ayat 102:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Ia (Ismail) menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Saffat: 102)
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Kisah heroik penuh pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tentu dapat dijadikan pelajaran kepada kita dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dalam membangun rumah tangga yang idaman, setiap pasangan wajib memiliki jiwa siap berkorban untuk kebahagiaan rumah tangganya.
Suami sebagai orang yang bertanggung jawab atas nafkah keluarga, wajib untuk mengorbankan waktu dan energi untuk mencari nafkah yang bukan hanya halal namun juga yang terbaik bagi keluarga. Bagi seorang bapak, untuk mewujudkan supaya keluarganya bahagia dunia dan akhirat, tentu harus mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dalam mendidik istri dan anak-anaknya.
Demikian juga bagi sang istri, pengorbanan untuk menjaga keutuhan keluarga menjadi mutlak adanya untuk dilakukan. Rela berkorban untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan. Berkorban tenaga, waktu, pikiran bahkan hingga perasaan. Berusaha untuk tetap setia dalam setiap keadaan, baik lapang maupun sempit, baik suka maupun duka. Ini merupakan rumus terbaik dalam mewujudkan keluarga agar senantiasa dipenuhi rasa cinta dan harmoni.
Penting untuk dipahami bersama bahwa tidak ada pasangan yang sempurna, karena pada hakekatnya, terbangunnya rumah tangga yang bahagia bukan karena terbangun oleh pasangan yang sempurna, namun terbangun dari pasangan yang saling menyempurnakan.
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin jamaah sholat Idul Adha yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
Demikianlah beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik dari kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya sebagai hikmah di Idul qurban pada tahun ini. Semoga kita semua mampu untuk mengamalkannya dalam rumah tangga masing-masing. Sehingga harapan kita untuk mewujudkan keluarga yang mawaddah, warahmah hingga menggapai sakinah dapat kita peroleh semua. Aamiin.
Marilah kita sempurnakan khutbah Idul Adha pada pagi hari ini dengan bermunajat dan berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Semoga doa-doa kita termasuk doa yang maqbul dan yang diijabah.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، أَمَّا بَعْدُ؛
قَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ, وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
Editor: Soleh
Mantep