Di tengah hiruk-pikuk persiapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan persaingan ketat untuk masuk perguruan tinggi, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Republik Indonesia (RI) menghadirkan terobosan segar berupa peluncuran assement Tes Kemampuan Akademik (TKA). Tes Kemampuan Akademik (TKA) merupakan penilaian standar nasional yang dibuat untuk mengevaluasi pencapaian belajar siswa di mata pelajaran tertentu, sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku. TKA bersifat sukarela, sehingga siswa bebas memilih ikut atau tidak tanpa paksaan apa pun. Tes ini hanya ditujukan untuk mereka yang merasa sudah siap serta membutuhkannya.
Pelaksanaan TKA dilakukan tanpa biaya sepeser pun, karena seluruh prosesnya dibiayai penuh oleh pemerintah pusat atau daerah. Demi memastikan setiap siswa mendapat akses yang adil tanpa terbentur kendala finansial. Yang perlu diingat, TKA hanyalah pelengkap bagi sistem penilaian sekolah yang sudah ada, bukan pengganti. Akibatnya, hasil TKA tak memengaruhi status kelulusan; keputusan lulus tetap sepenuhnya di tangan satuan pendidikan masing-masing.
Mengapa Tes Kemampuan Akademik Penting?
Bayangkan seorang siswa berprestasi di pelosok Nusa Tenggara Timur yang menempuh pendidikan melalui program Paket B, atau anak berbakat di Jakarta yang belajar secara informal melalui homeschooling tanpa ijazah formal. TKA bertujuan memperoleh informasi capaian akademik murid yang terstandar untuk keperluan seleksi akademik. Menjamin pemenuhan akses murid pendidikan non-formal dan informal terhadap penyetaraan hasil belajar. Mendorong peningkatan kapasitas pendidik dalam mengembangkan penilaian berkualitas, serta memberikan bahan acuan pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan.
Lebih dari itu, TKA dibangun di atas fondasi prinsip-prinsip kuat kejujuran, kerahasiaan, dan akuntabilitas. Prinsip kejujuran diwujudkan melalui sikap integritas dalam seluruh proses, kerahasiaan menjaga informasi dari akses tidak sah. Sementara akuntabilitas memastikan segala tindakan dapat dipertanggungjawabkan. Ini bukan hanya janji kosong. Melainkan komitmen yang selaras dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Presiden Nomor 188 Tahun 2024 tentang Kemendikdasmen. Di era pasca-pandemi, di mana kesenjangan digital dan akses pendidikan semakin mencolok. Tes Kemampuan Akademik hadir sebagai alat pemberdayaan yang mampu meratakan peluang. Menurut pertimbangan dalam peraturan, ini juga bagian dari kewajiban negara menyediakan pendidikan bermutu untuk semua warga negara, mengacu pada standar nasional pendidikan.
Kolaborasi Nasional yang Solid dan Terstruktur
Penyelenggaraan TKA bukan tanggung jawab satu pihak saja, melainkan kolaborasi lintas lembaga yang melibatkan seluruh ekosistem pendidikan nasional, Kemendikdasmen berperan sebagai koordinator utama, Kementerian Agama menangani madrasah dan pesantren. Sementara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota mengeksekusi di tingkat lokal. Pelaksana utamanya adalah satuan pendidikan yang terakreditasi, dilengkapi fasilitas minimal seperti komputer, listrik, dan jaringan internet stabil, untuk memastikan pelaksanaan berbasis digital yang efisien.
Secara rinci, Kemendikdasmen RI yang menjadi leading sector dalam penyusunan pedoman penyelenggaraan, sistem, dan kerangka asesmen TKA untuk semua jenjang, termasuk merancang soal untuk SMA/MA/sederajat, SMK/MAK, SD/MI/sederajat, serta SMP/MTs/sederajat. Mereka juga bertanggung jawab mengolah data hasil, menerbitkan sertifikat, dan memantau serta mengevaluasi keseluruhan proses secara nasional. Kementerian Agama, di sisi lain, fokus pada koordinasi persiapan, pelaksanaan, dan pengawasan di satuan pendidikan di bawah kewenangannya, termasuk menunjuk pengawas khusus untuk pesantren.
Pemerintah daerah provinsi menjamin mutu soal yang disusun oleh kabupaten/kota, mengkoordinasikan TKA untuk SMA/sederajat, SMK, dan Pendidikan Khusus. Serta melaporkan hasil pemantauan ke Kemendikdasmen. Sementara itu, pemerintah daerah kabupaten/kota menyusun soal untuk SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat, mengkoordinasikan pelaksanaan lokal, menunjuk pengawas untuk pendidikan kesetaraan, dan menyampaikan laporan bulanan. Kolaborasi ini memastikan TKA berjalan tanpa hambatan birokrasi, dengan pendanaan yang dibebankan pada APBN, APBD, atau sumber sah lainnya, sehingga aksesibilitas terjaga di seluruh wilayah Indonesia.
Siapa Peserta dan Apa yang Diuji?
Salah satu kekuatan Tes Kemampuan Akademik adalah inklusivitasnya, yang terbuka bagi murid jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal., asal terdaftar dalam sistem basis data Kemendikdasmen. Pengecualian diberikan bagi murid berkebutuhan khusus dengan disabilitas intelektual, untuk menjaga prinsip keadilan. Peserta utama dari jalur formal mencakup murid kelas 6 SD/MI/sederajat, kelas 9 SMP/MTs/sederajat, serta kelas 12 SMA/MA/sederajat dan kelas akhir SMK/MAK. Untuk nonformal, ini termasuk murid kelas 6 Paket A/sederajat, kelas 9 Paket B/sederajat, kelas 12 Paket C/sederajat, serta murid pesantren di bawah Kementerian Agama. Jalur informal difokuskan pada murid sekolahrumah (homeschooling).
Mengenai mata uji, TKA dirancang sederhana namun esensial. Untuk jenjang SD/MI/program Paket A/sederajat serta SMP/MTs/program Paket B/sederajat, hanya dua mata pelajaran: Bahasa Indonesia dan Matematika. Sementara untuk SMA/MA/program Paket C/sederajat serta SMK/MAK, ditambah Bahasa Inggris dan satu mata pelajaran pilihan—detailnya diatur dalam pedoman penyelenggaraan TKA. Pendekatan ini memastikan fokus pada keterampilan dasar yang krusial, tanpa membebani siswa, sekaligus mengukur fondasi akademik yang kuat untuk transisi ke jenjang berikutnya.
Sertifikat Digital yang Buka Peluang Luas Karir dan Kuliah
Hasil TKA disajikan dalam bentuk nilai dan kategori capaian yang ditetapkan oleh Menteri, memberikan gambaran komprehensif tentang kemampuan murid. Siswa dari jalur formal dan non-formal berhak memperoleh sertifikat hasil TKA secara otomatis. Sementara peserta informal yang memenuhi kategori dinyatakan lulus setara dengan satuan pendidikan formal. Sertifikat ini diterbitkan oleh Kemendikdasmen dan dicetak oleh satuan pendidikan menggunakan format resmi ). Mencakup elemen krusial seperti nomor sertifikat, nama dan nomor pokok satuan pendidikan asal serta pelaksana, nama lengkap peserta, tempat/tanggal lahir, NISN, nilai dan kategori, serta tanggal terbit. Sertifikat berbahasa Indonesia, dengan opsi terjemahan ke bahasa asing untuk kebutuhan internasional.
Manfaatnya tak terbatas, hasil TKA SD/MI/sederajat bisa jadi syarat seleksi PPDB SMP/MTs/sederajat jalur prestasi; hasil SMP/MTs/sederajat untuk PPDB SMA/MA/sederajat dan SMK/MAK; sementara hasil SMA/MA/sederajat dan SMK/MAK menjadi pertimbangan masuk perguruan tinggi. Selain itu, TKA memfasilitasi penyetaraan hasil belajar nonformal dan informal dengan formal, serta bisa dimanfaatkan untuk seleksi akademik lain atau acuan mutu pendidikan oleh pemerintah. Jika sertifikat rusak atau hilang, pemilik bisa mengajukan pencetakan ulang melalui satuan pendidikan, pemerintah daerah, atau Kementerian Agama . Data hasil diarsipkan secara digital bersama semua pihak terkait, memastikan keamanan dan kemudahan verifikasi melalui kode unik.
Tata Tertib Tes Kemampuan Akademik
Untuk menjaga integritas, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan menjadi kewajiban utama. Pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan bulanan pasca-pelaksanaan TKA, mencakup kesiapan satuan pendidikan, keterlaksanaan tes, kendala yang muncul, tindak lanjut strategi, serta kesimpulan dan saran. Semua pihak terlibat harus mematuhi tata tertib ketat (Pasal 23), yang dirinci dalam pedoman penyelenggaraan TKA. Pendekatan ini menjamin TKA bukan sekadar program satu kali, tapi instrumen berkelanjutan yang terus disempurnakan.
Dengan TKA, Kemendikdasmen tidak hanya mengukur kemampuan, tapi membangun ekosistem pendidikan yang adil dan merata. Seperti ditegaskan Menteri Abdul Mu’ti, “TKA adalah pintu masuk bermutu untuk semua warga negara, bagian dari kewajiban konstitusional.” Bagi siswa, orang tua, dan guru, TKA adalah peluang besar untuk membuka akses pendidikan yang inklusif dan setara untuk semua.
*)Artikel ini merupakan hasil kerjasama IBTimes dengan BKHM Kemendikdasmen RI

