Tasawuf

Anggapan Miring Ilmu Kedokteran dan Obat-obatan: Ini Penting Saya Luruskan!

3 Mins read

Di salah satu grup FB yang berafiliasi dengan  Muhammadiyah dan kebetulan penulis termasuk anggotanya, ada anggota lain yang posting video lawas (2015), tapi mengusik nurani penulis karena masih disebar sampai sekarang.

Isinya, seorang mantan dokter (perlu dipastikan lagi masih jadi dokter atau tidak, soalnya ngakunya sudah beralih) sedang menjelaskan soal ilmu kedokteran dan obat, tapi menurut penulis, penjelasannya kurang fair dan tidak lengkap.

Dia bilang alasan kenapa dia baralih profesi ke pengobatan lain adalah karena ditunjukkan oleh seorang ustadz, bahwa menjadi dokter itu tidak layak masuk surga (Sekarang dia jadi penjual terapi senyum). Tobat jadi dokter, apa pasal?

Karena dokter meresepkan obat-obat yang haram.

Obat-obatan Haram?

Konon ustaznya telah menunjukkan kepada si dokter obat Lovenox (Saya nggak tahu ustaznya punya Lovenox dari mana). Lovenox adalah obat untuk mencegah pembekuan darah yang biasanya untuk penderita penyakit jantung koroner. Jadi, agar pembuluh jantungnya tidak tersumbat jendalan darah, maka darah “diencerkan” pakai Lovenox. Masalahnya, bahan Lovenox itu ada unsur babinya. Demikian kata si mantan dokter.

Kedua, konon ustaznya juga menunjukkan obat nyeri kepala yang mengandung diazepam. Kata mantan dokter tersebut, diazepam adalah narkoba. Dan ketiga, obat batuk yang mengandung codein, dia katakan juga narkoba.

Atas dasar itu, dokter tersebut ngaku bertaubat dan beralih ke pengobatan–yang menurutnya—islami.

Yang menjadi perhatian saya, banyak komen penonton video tersebut. Ada yang bilang, “makanya jangan minum obat kimia”; “Obat kimia itu membahayakan”; “Jangan minum obat batuk sirup karena mengandung alkohol”; “beralih saja ke pengobatan X.” Macam-macamlah komentar penonton.

Baik, akan saya bahas beberapa hal penting di sini. Bagi saya, komen masyarakat tadi adalah warning bahwa video mantan dokter tadi sudah menjerumuskan banyak orang ke pemahaman dan tanggapan yang salah.

Baca Juga  Menjawab Kritik Terhadap Ilmu Tasawuf

Proses Panjang Kedokteran

Soal medis, Muhammadiyah mengajarkan pengetahuan berbasis ilmu yang valid, bukan hanya sekedar otak atik gathuk. Soal haram atau tidaknya itu wewenang para fuqaha’ di Majelis Tarjih, merekalah yang kompeten untuk menentukan.

Ini memang sangat penting saya luruskan! Untuk obat itu ceritanya begini…

Obat adalah zat yang memiliki reaksi tertentu pada fungsi tubuh manusia. Bahannya ada yang dari tumbuh-tumbuhan, ada pula yang dari hewan. Ada zat organik, ada pula zat anorganik, dan seterusnya… dan seterusnya…

Jadi, penyebutan “obat kimia” itu sedikit banyak salah kaprah kalau itu sebagai sebutan peyoratif melawan “obat alami.” Faktanya, yang disebut sebagai obat kimia itu diproses dari bahan alam juga.

Selanjutnya, dalam dunia farmasi dan ilmu medis, prosedur dan proses mempelajari zat-zat yang bakal menjadi bahan obat berlangsung sampai sekian tahap pengujian. Tidak hanya sesekali atau dua kali, bisa berkali-kali prosesnya. Prosedur dan proses yang ketat tersebut dengan tujuan untuk menentukan manfaat dan mudharatnya dari setiap zat.

Sependek pengetahuan penulis, ada 8 tahap atau lebih proses dan prosedurnya. Dimulai sejak dari uji zat, uji laboratorium, uji pada hewan, uji toksisitas sampai uji manusia, uji manfaat dan mudharat pada manusia, dan seterusnya…  yang akhirnya diproduksi menjadi obat. Kalau tidak lolos satu tahap saja, tidak layak jadi obat.

Nah, itu semua untuk menjamin manfaatnya agar benar-benar nyata dan meminimalisasi resiko atau tingkat bahayanya.

Emang ada bahayanya? Saya katakan, semua zat atau obat, baik sintetik maupun herbal atau hewani, itu semua ada bahayanya bagi tubuh manusia. Ya, semuanya. Makanya ini penting saya luruskan!

Nah, untuk Ilmu Kedokteran itu mempelajari seberapa kadar yang bisa menjadi terapi (diukur dengan indeks terapeutik) dan sebarapa kadar toksiknya (menggunakan indeks toksik). Bahkan, vitamin pun bisa jadi toksik bila salah kadar lho… Jamu juga bisa bikin gagal ginjal dengan kadar tertentu. Saya banyak menemui pasien-pasien beginian. Sekolah dokter minimal 6 tahun, salah satunya ya untuk belajar itu.

Baca Juga  Fatwa MUI: Vaksin Covid-19, Sinovac Suci dan Halal

Ini Penting Saya Luruskan!

Tidak benar semua obat pakai pelarut alkohol. Memang ada zat yang harus pakai alkohol. Tapi ada juga obat yang justru tidak bisa pakai alkohol. Kalau ada yang bilang obat batuk sirup itu pasti mengandung alkohol, itu jelas salah besar. Sekali lagi, ini memang penting saya luruskan!

Saya sebagai dokter anestesi setiap hari kasih obat bius ke pasien saya. Itu semua tidak ada yang pakai alcohol. Sama sekali! Justru, ada yang diproses dari tumbuh-tumbuhan. Jelas bikin pasien terbius. Apa iya, bius itu tidak boleh? Padahal, untuk bisa dioperasi, pasien harus dibius dulu.

Saya lihat, dokter-dokter ‘hijrah’ ke jalan yang tidak tepat semacam ini justru akan menyesatkan masyarakat. Termasuk dokter ‘tobat’ yang mengkampanyekan antivaksin di luaran sana, sampai-sampai berakibat sekian ratus anak di Jawa Barat masuk ICU karena wabah akibat menolak vaksin, sementara di daerah lain yang angka vaksinasinya bagus tidak kena wabah.

Mereka bukannya menyelamatkan, tapi malah membunuh. Paradigma antivaksin yang sedang mewabah di kalangan dokter ‘hijrah’ atau dokter ‘tobat’ jelas membahayakan nyawa manusia.

Sekali lagi, saya jelaskan obat itu ada ribuan jenis. Tidaklah fair kalau dalam video itu si mantan dokter hanya menggunakan tiga atau sekian obat untuk dijadikan landasan keharaman pengobatan ala kedokteran, sehingga dia hijrah.

Soal Lovenox. Zaman dulu, memang teknologi bisanya baru membuat Lovenox. Itupun sebenarnya bukan babinya yang jadi obat, tapi sebagai katalisator untuk memproduksi. Tapi okelah, tetap kesenggol babi.

Nah, jadi maklumlah kalau dulu belum ada obat lain. Kalau sekarang, sudah ada yang lain… Banyak! Sekarang para dokter bisa memilih yang terbaik dan terhalal. Maka tidak fair kalau pada tahun 2015 itu, si mantan dokter dalam video tersebut tidak menjelaskan bahwa ada obat lain yang tidak kesenggol babi. Tidak tahu, atau mungkin hanya mau menggiring audiens?

Baca Juga  Menimbang Istilah Hijrah dan Taubat, Lebih Tepat Mana?

Soal halal-haramnya obat-obat yang segelintir jumlahnya, mari dikaji bareng-bareng! Tapi ingat, obat lain juga banyak, jangan di-framing bahwa semua praktek kedokteran haram dan tidak mengantarkan ke surga..

Wa bil-khusus, kepada para fuqaha’ di Majelis Tarjih dan Tajdid, fatwa atau keputusan soal ini sangat ditunggu-tunggu.

Akhirul kalam, ini penting saya luruskan!

Editor: Arif

17 posts

About author
Santri Nogotirto. Dokter Spesialis Anestesi
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds