Hadis

Sunnah Ghairu Tasyri’iyyah: Sunah Nabi yang Tak Harus Ditiru

3 Mins read

Berbicara tentang sunnah tasyri’iyyah dan sunnah ghairu tasyri’iyyah merupakan diskursus yang menarik untuk dikaji dalam ranah ilmu hadis. Dalam penamaan istilah tersebut, yang menonjol adalah sunnah ghairu tasyri’iyyah.

Istilah sunah ghairu tasyri’ memang masih diperdebatkan. Ada yang pro yang memberikan beberapa definisi dan ada yang kontra yang menganggap istilah sunnah ghairu tasyri’iyyah itu tidak dikenal pada masa salaf al-salih.

Sebagian Ulama menganggap bahwa hal tersebut merupakan rekayasa kaum modernis dan rasionalis. Namun, setelah dilakukan kajian yang mendalam, ada beberapa ulama yang mendukung pemahaman tentang adanya sunnah ghairu tasyri’iyyahiyyah.

Namun, mereka berbeda-beda dalam mendefinisikan sunnah ghairu tasri’iyah itu sendiri. Sebab, tidak ada rambu-rambu yang jelas yang bisa dijadikan pedoman untuk distingsi antara sunnah tasyri’iyyah dan ghairu tasyri’iyah.

Maka dari itu, masing-masing memiliki standar yang berbeda dan tidak ada kesepakatan bersama dalam memberikan satu definisi yang jelas (jami’ mani’) (Imam, 2013).

Definisi

Sunnah ghairu tasyri’iyyah memiliki beberapa istilah yang dipakai para ulama yang dapat di katagorikan yaitu sunah yang tidak harus diteladani (sunnah laisa fihi uswah). Sunah yang tidak harus ditiru (laisa fihi ta’assin). Sunah yang tidak harus diikuti (la biha iqtida’). Sunah yang tidak mengandung taqarrub kepada Allah (laisat bi qurbah), la istimsaka bih, dan lain-lain.

Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa sunnah ghairu tasyri’iyyah adalah sunah Nabi yang tidak memiliki ketetapan hukum yang mengikat (Imam 2013).

Pembagian Sunnah Ghairu Tasyri’iyyah

Al-Dahlawi membagi sunnah ghairu tasyri’iyyah menjadi beberapa ketegori.

Pertama, Ilmu-ilmu tentang pengobatan (medis).

Contoh:

‏عَنْ عَبْدِ الله، قالَ قالَ رَسُولُ الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ “ عَلَيْكُمْ بالشِّفَاءَيْنِ الْعَسَلِ وَالْقُرْآنِ

Baca Juga  Siapa yang Bisa Dikategorikan Sahabat Nabi?

Dari Abdullah bin Umar, bersabda Rasulullah Saw, “Hendakalah kalian menggunakan dua obat penyembuh yakni madu dan Al-Quran (HR. Imam Hakim dan disahihkan oleh Imam Ad-Dzahabi).

Kedua, ilmu-ilmu yang didapatkan melalui pengalaman.

Contoh:

وَإِنَّ خَيْرَ أَكْحالِكُمُ الإثمدُ يَجْلُو الْبَصَرَ وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ

Sebaik-baik celak kalian adalah itsmid. Ia menerangkan pandangan dan menumbuhkan bulu mata (HR. Abu Dawud: 3878, An-Nasa’iy: 5113, Ibnu Majah: 3497, dan disahihkan oleh Syaikh Albaniy dalam shahih sunan Abu Dawud).

Ketiga, berbagai topik yang biasa Nabi bicarakan layaknya pembicaraan orang kebanyakan.

Keempat, segala hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang sifatnya juz’iyyah (temporal) dan bukan sebagai kebijakan yang berlaku selamanya bagi seluruh umat, seperti hadis tentang ramal.

Contoh:

Penaklukan Mesir. Nabi Saw mengumumkan kepada sahabatnya bahwa mereka akan menaklukkan Mesir. Dan ini dicapai oleh Amr bin Aas pada tahun ke-16 Hijriyah. Yaitu lima tahun setelah Nabi SAW wafat.

Kelima, segala hal yang berkaitan dengan adat kebiasaan Nabi dan bukan masalah ibadah (ritual keagamaan), misalnya cara tidur Nabi, cara berjalan, cara berpakaian, dan lain-lain.

Contoh:

عَنْ أَبِي رِمْثَةَ قالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ بُرْدَانِ أَخْضَرَانِ

Artinya: Abu Rimtsah berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW berkhutbah dengan memakai dua selendang yang berwarna hijau.” (HR An-Nasa’i).

Apakah Mengamalkan Sunnah Ghairu Tasyri’iyyah Mendapat Pahala?

Sunnah ghairu tasyri’iyyah menurut Ad-Dahlawi dan para ulama yang Pro terhadap klaim sunah tersebut, menganggap bahwa sunah jenis ini tidak memiliki otoritas dalam syariat.

Oleh sebab itu, maka sunnah tersebut tidak ada sangkut paut dengan konsep pahala dan amal. Namun mereka berpendapat bahwa, jika sunah tersebut diamalkan semata-mata karena taqlid kepada Rasulullah Saw dan tidak membebani dirinya, maka sunah tersebut bernilai sebuah ibadah. Pendapat tersebut di dasarkan atas ibadah karena di anggap telah mengikuti Rasulullah (Arifin and Hasbi 2019).

Baca Juga  Mengenal Lebih Jauh Ilmu Mustholah Hadits

Seperti contohnya, Rasulullah senantiasa mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan rumahnya. Kemudian, menggunakan kaki kiri ketika masuk kamar mandi. Selanjutnya, Rasulullah senang menggunakan pakaian putih. Atau, Rasulullah tidak suka makanan yang berbau menyengat.

Maka, jika sunah tersebut diamalkan berdasarkan karena mengikuti rasul tanpa ada beban, maka hal tersebut bersifat sebuah Ibadah.

Pentingnya Memahami Sunnah Tasyri’iyyah dan Ghairu Tasyri’

Di era sekarang, kecenderungan sebagian umat Islam adalah memberikan tekanan kepada sunah yang bersifat permanen (al-tsawabit)ketimbang dinamis (al-mutaghayyarat). Oleh sebab itu, pemahaman tipologi sunnah tasyriiyyah dan ghoiru tasyri’iyyah sangatlah efektif.

Karena, tidak semua yang datang dari Nabi Muhammad Saw adalah bersifat tsabit. Namun, ada hal-hal yang bersifat mutaghayyarot. Maka, keduanya harus dipahami dengan baik. Selain itu juga, agar sebuah kelompok tidak selalu mem-bid’ah-kan kelompok lainnya.

Karena pemahaman sunnah tasyri’iyyah dan ghairu tasyri’iyyah bukan hanya mengacu pada pola verbal, tetapi juga mengacu pada nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya.

Daftar Rujukan

Arifin, Johar, and Muhammad Ridwan Hasbi. 2019. “Klasifikasi Sunnah tasyri’iyyah Dan Ghairu Tasyri’iyah Prespektif Pemikiran Ahmad Syah Wakiyullah Al-Dahlawi.” Jurnal An-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam 43 (01): 17–37.

Imam, Muhammad Aniq. 2013. “Problematika Sunnah tasyri’iyyah Dan Gairu Tasyri’iyah.” Addin 7 (2): 381–404.

Editor: Yahya FR

Miftakhul Huda
2 posts

About author
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadits UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Articles
Related posts
Hadis

Transmisi Hadits Era Tabi’in

4 Mins read
Pengetahuan tentang proses penyebaran hadits menjadi sangat penting, mengingat rentang waktu antara umat dengan Nabi-nya. Akan tetapi keterbatasan ruang dan waktu tersebut…
Hadis

Sunan Asy-Syafi'i, Kitab Hadis yang Ditulis Langsung oleh Imam Syafi'i

2 Mins read
Tentang Kitab Sunan Syafi’i Sesungguhnya kitab As-Sunan karya Imam Asy-Syafi’i ditulis langsung oleh beliau. Kitab Sunan ini merupakan kitab yang terbilang “…
Hadis

Hadis Daif: Haruskah Ditolak Mentah-mentah?

4 Mins read
Dalam diskursus kajian hadis, masalah autentisitas selalu jadi perhatian utama. Bagaimana tidak, dalam konstruksi hukum Islam sendiri menempatkan hadis pada posisi yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds