Nafsiyah

Islam: Melebur dalam Seni dan Budaya Indonesia

4 Mins read

Islam Budaya | Indonesia dengan puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke memiliki beragam budaya dan adat istiadat. Keragaman budaya itu menghasilkan tradisi sosial, kebiasaan, serta karya-karya seni yang amat kaya dalam berbagai bentuk.

Mulai dari alat musik, lagu-lagu, tari-tarian, pakaian, bahasa, permainan, bentuk bangunan, makanan, dan berbagai hasil kreasi seni-budaya lainnya. Ketika Islam datang ke Indonesia berabad-abad yang lalu, semua kekayaan budaya setempat tidak dihancurkan atau digantikan.

Bahkan, para tokoh Islam pada zaman itu memandang pentingnya kebudayaan setempat sebagai media strategis untuk menyebarkan agama Islam, sehingga kekayaan budaya bangsa tetap lestari sampai saat ini.

Melalui sejarah, kita melihat masyarakat dari berbagai belahan dunia datang ke Indonesia dan kemudian hidup berdampingan di bumi Pertiwi.

Mereka diterima dengan tangan terbuka untuk secepatnya dapat menyatu dengan masyarakat Indonesia yang juga sudah beragam. Bersama dengan mereka, datang pula agama-agama besar yang ada di dunia yang semuanya hampir dapat ditemukan hidup berdampingan di negara ini.

Semangat ‘Bhinneka Tunggal Ika’ memang ada sejak dahulu. Islam yang arif pada masa lampau meneruskan keterbukaan dan kemajemukan tersebut, sehingga kemudian Islam diterima sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia.

Tantangan Keharmonisan Masyarakat

Akhir-akhir ini, tatanan sosial yang rukun dan harmonis antar umat beragama banyak mengalami tantangan, terusik oleh aksi-aksi teror yang sering dikaitkan dengan isu agama.

Kemudian yang menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah apakah benar budaya Muslim Indonesia sekarang ini sudah berubah dari wajah aslinya?

Dalam pandangan K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus) terdapat semangat yang berlebihan dalam beragama, namun tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap nilai-nilai atau ajaran agama itu sendiri. “Layaknya seorang suami yang mencintai istrinya, namun tidak mengenal istrinya tersebut. Mencintai Tuhan luar biasa, tetapi tidak mengenal Tuhan.”

Baca Juga  Reinterpretasi Makna Kewalian

Padahal, ketegangan ini tidak perlu terjadi apalagi dalam kalangan umat Islam. Sebab di masa lalu Islam datang ke Indonesia melalui cara dakwah. Sementara itu, Buya Haedar Nashir mengartikan dakwah sebagai sikap mengajak dengan penuh kearifan, kelembutan, dan kebijaksanaan, tanpa tendensi paksaan.

Sementara itu, dalam kacamata masyarakat modern, telah terjadi distorsi luar biasa terhadap pemaknaan istilah ‘dakwah’ dan ‘amar ma’ruf nahi munkar’.

Pada dasarnya memang akan selalu terdapat ketegangan bila ada kesalahpahaman atau paksaan dalam kehidupan beragama, agama apa pun juga. Di Indonesia walaupun mayoritas penduduknya beragama Islam, dari dulu kita mampu untuk menjalani hidup dengan rukun.

Toleransi dalam Beragama

Sebetulnya, bangsa kita telah sampai kepada taraf di mana semua Muslim bisa berbangga hati akan tingkat toleransi tinggi, yang akhirnya mampu melahirkan kerukunan umat itu.

Memang kerukunan ini menjadi terusik ketika banyak aksi-aksi teror yang merusak citra Islam. Padahal, aksi tersebut tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam sendiri, yang semestinya membawa rahmat bagi alam dan seluruh isinya.

Tetapi, gejala tersebut pada akhirnya mampu melahirkan dampak positif dalam tatanan sosial bangsa Indonesia. Pertemuan dan dialog antar umat beragama saat ini sering diupayakan, terutama dari kalangan tokoh-tokoh agama.

Melalui dialog tersebut, diharapkan dapat menciptakan jaring pengikat yang halus demi menciptakan tatanan sosial masyarakat Indonesia agar tetap berada di atas landasan nilai-nilai kebangsaan dan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.

Bagaimanapun juga, kerukunan umat beragama adalah kondisi yang pernah ada selama berabad-abad di bumi Indonesia dan harus kita upayakan kembali. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan manakala umat beragama mempunyai semangat yang menggebu untuk belajar tentang agamanya.

Baca Juga  Kisah Soebono: Andai Tuhan Lupa Mencatat

Namun, yang perlu dikhawatirkan adalah manakala mereka berhenti untuk belajar dan menganggap bahwa pemahaman agamanya telah paripurna (baca: sempurna). Pada akhirnya, menumbuhkan suatu sikap apriori dan penolakan terhadap kelompok agama yang berbeda dengan dilandasi kebencian yang membabi-buta.

Peleburan antara Islam dan Budaya

Di Indonesia kemampuan budayawan dan seniman Muslim untuk meleburkan pengaruh agama dan ekspresi budaya berjalan secara halus dan konsisten sejak awal penyebaran agama.

Sehingga, hukuman masyarakat yang beragam tetap mampu terpelihara, sementara kebebasan berkarya tidak terganggu. Warna budaya dan seni Indonesia menjadi unik  dan khas karena proses peleburan tersebut dan tercermin menjadi kepribadian bangsa Indonesia.

Bagi seniman Muslim Indonesia, kontribusi agama pada seni dan perang budaya sangat penting artinya untuk menjadikan karya seni mereka lebih bermakna. Dalam bidang seni, walaupun hasil yang diperoleh dalam bidang masih relatif rendah, semangat para seniman untuk tetap memberikan kontribusi untuk masyarakat tidak sirna.

Dalam melihat karya busana misalnya, sosok seorang Muslim yang melihat keragaman dan kebebasan sebagai dasar kebersmaan dalam hidup akan melahirkan peluang untuk berkarya dan sekaligus beribadah.

Sebuah kombinasi yang lahir dari umat yang menghargai alam dan isinya. Perkembangan aktifitas seni dan budaya Islam di Indonesia cukup tinggi. Beragam karya di bidang tulis, lukis, dan teater tumbuh dengan pesat.

Kebanyakan seniman dan budaya Muslim juga melihat bahwa karya-karya hasil kebebasan umat Muslim Indonesia sebetulnya mampu membuka wawasan, ditambah dengan hadirnya buku-buku yang mulanya dilarang untuk terbit dan beredar di Indonesia.

Dunia Islam dipandang oleh sebagian kelompok kecil penuh dengan misteri, aturan yang ketat, mengungkung, dan seakan-akan tidak mampu untuk ditembus. Namun, seiring perubahan anak zaman, anggapan tersebut perlahan mulai memudar.

Baca Juga  Festival HAM 2021: Tegaknya HAM adalah Ukuran Kemajuan Bangsa

Eksistensi Islam yang terbuka dan moderat adalah Islam yang dibutuhkan untuk bangsa Indonesia di masa kini dan akan datang. Sebab, Islam model inilah yang justru memiliki sikap ingin maju, terbuka terhadap pengetahuan, mampu menghargai perbedaan dan hak-hak manusia lain.

Belajar dari Masa Lalu

Kini, ketika masyarakat Islam di berbagai belahan dunia sedang menghadapi tantangan berat dalam menghadapi persepsi yang salah, kita sebagai Muslim Indonesia perlu belajar dari masa lalu untuk berjalan ke depan dengan lebih pasti.

Apa yang dapat kita lakukan untuk memelihara kekayaan budaya dan kesenian bangsa Indonesia demi mampu menjembatani dan memelihara kerukunan antar umat beragama. Bagaimana kita bisa melestarikan keragaman bangsa yang besar ini.

Jadi, bagi sebagian besar kaum Muslim Indonesia, Islam tidak hanya diamalkan sebagai ritus ritual (baca: ibadah individu), tetapi pengamalannya mewarnai proses-proses kreatif manusia.

Islam bagi kita benar-benar menjadi sebuah agama yang menyempurnakan dan membebaskan untuk menjadi manusia seutuhnya, yang mampu menghayati kemanusiaan dirinya dan menghargai kemanusiaan orang lain, tanpa mempersoalkan perbedaan yang melatarbelakanginya.

Editor: Yahya FR

Ali Ridho
15 posts

About author
Penggiat Literasi dan Pendidik
Articles
Related posts
Nafsiyah

Empat Penyebab Intoleransi kepada Minoritas

3 Mins read
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia sering kali dilanda oleh berbagai macam fenomena keagamaan, terutama pada umat Muslim. Intoleransi dan diskriminasi golongan tertentu…
Nafsiyah

Potret Pembelajaran Islam di Rusia

1 Mins read
Dilansir dari World Population Review, jumlah pemeluk agama Islam di muka bumi ini pada tahun 2020 yakni sebanyak 1,91 miliar orang. Dengan…
Nafsiyah

Moderasi Beragama: Bukan Ekstrem Kanan dan Kiri

3 Mins read
Anugrah besar yang dimiliki Indonesia sebagai potensi luar biasa yang harus kita syukuri. Cara mensyukurinya yakni dengan menjaga dan merawatnya jangan sampai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds