Sudah saatnya peran agama dalam menopang perdamaian diingat kembali sebagai sesuatu yang menarik dan penting. Sebab, dukungan kepada perdamaian bukan saja sudah ada dalam tradisi agama-agama, atau telah terparti dalam sejarah para nabi atau sahabat mereka, tetapi dan masih dipraktikkan oleh para aktornya di tempat dan konteks tertentu.
Melalui buku berjudul Barangsiapa Memelihara Kehidupan: Esai-Esai tentang Nirkekerasan dan Kewajiban Islam. Prof. Chaiwat Satha-Anand, seorang pemikir dan aktivis perdamaian Muslim, selama lebih dari tiga dasawarsa berusaha menjawab dilema yang dihadapi kaum Muslim, yaitu kaum Muslim saat ini menurut Prof. Chaiwat menghadapi dilema besar: di satu sisi, Islam mengajarkan mereka untuk melawan ketidakadilan. Namun, di sisi lain, Islam juga mengatur tata tindakan mana yang diperbolehkan dalam melakukan perlawanan sekaligus memelihara nyawa orang lain.
Buku Barangsiapa Memelihara Kehidupan: Esai-Esai Nirkekerasan dan Kewajiban Islam
Buku ini disiapkan dalam rangka menyambut kedatangan Prof. Chaiwat Satha-Anand ke Indonesia untuk menyampaikan gagasan-gagasannya tentang nirkekerasan dalam kegiatan tahunan Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML), di yayasan Paramadina, Jakarta.
Buku setebal 245 ini terdiri dari sembilan bab dan dua bagian: 1). Bagian tentang nirkekerasan dan kewajiban Islam, (enam bab) 2). Mengatasi para pembunuh dan konflik kekerasan dengan nirkekerasan: pelajaran dari tiga nabi (tiga bab).
Awal bagian pertama buku ini sendiri memperlihatkan mengenai sosok Prof. Chaiwat Satha-Anand. Prof. Chaiwat merupakan seorang pengajar di Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand. Ia sekaligus juga seorang aktivis dan peneliti dalam bidang perdamaian dan nirkekerasan baik di Thailand maupun negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Oleh pemerintah Thailand, ia dipercaya menjadi Ketua Komisi Nirkekerasan Strategis, Thailand Research Fund, sebuah lembaga pemikiran yang mengusulkan alternatif-alternatif kebijakan nirkekerasan kepada pemerintah.
Selain itu, ia dipercaya juga menjabat sebagai Senior Research Fellow pada Toda Institute for Global Peace and Policy Research dan penasihat akademis pada Internasional Center for Nonviolent (ICNC).
Berkat jasa-jasanya mengampanyekan nirkekerasan dalam tradisi agama-agama dan budaya perdamaian, pada tahun 2012, ia dianugerahi “Sri Burapa National Award” karena sumbangannya dalam bidang perdamaian dan hak-hak asasi manusia.
Nirkekerasan dalam Islam
Dalam buku ini, Prof. Chaiwat berusaha mencari alternatif nirkekerasan berdasarkan perintah Islam dan teladan kenabian untuk menjalankan politik tanpa kekerasan sehingga tidak perlu ada nyawa yang melayang karena kekerasan, baik langsung maupun tidak langsung.
Nirkekerasan sendiri secara teknis dimaknai sebagai payung bagi aneka metode perlawanan yang tidak menggunakan kekerasan setidaknya terhadap orang lain.
Selain itu, dalam buku ini, Prof. Chaiwat mengajukan dua tesis penting, yaitu: pertama untuk menghancurkan mitos atau citra-citra buruk terhadap Islam, seperti Islam adalah agama pedang.
Kedua, melawan ketidakadilan sekaligus melindungi atau memelihara nyawa orang-orang tak berdosa. Dalam mengajukan tesis itu, Prof. Chaiwat berangkat berdasarkan sebuah ayat Al-Qur’an ke-32 dari surah al-Maidah yang berbunyi: “Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Aksi-aksi kekerasan dalam perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan memang tidak bisa dihindari. Namun, menurut Prof. Chaiwat kita harus mencari jalan lain di luar kekerasan, jika kehidupan yang suci itu hendak dipelihara.
Sebab sebagaimana dikatakan oleh salah satu hadis nabi yang mengatakan bahwa; “setiap kali kekerasan memasuki sesuatu, ia (akan) mencemarinya, dan setiapkali kelembutan memasuki sesuatu, ia (membawa) rahmat kepadanya. Sesungguhnya Allah memberkahi sikap lembut sesuatu yang tidak Dia berkahi pada sikap yang keras”.
Untuk itulah Prof. Chaiwat menekankan arti pentingnya aksi-aksi nirkekerasan. Bahkan dalam buku ini Prof. Chaiwat mendefinisikan jihad sebagai “upaya mengejar keadilan dan kebenaran tanpa harus menggunakan atau melalui kekerasan”.
Di sini, Prof. Chaiwat juga memberikan syarat untuk menjalankan aksi-aksi nirkekerasan melalui pemikiran Mahatma Gandhi, yang mengatakan bahwa; “keyakinan pada aksi-aksi nirkekerasan didasarkan pada anggapan bahwa sifat manusia pada dasarnya tunggal dan arena itu terbuka tanpa terkecuali pada sentuhan-sentuhan cinta kasih”.
Pelajaran dan Contoh-Contoh Aksi Nirkekerasan
Setelah menjelaskan tesisnya tentang nirkekerasan, pada bagian kedua buku ini, Prof. Chaiwat mencoba memperlihatkan beberapa contoh tentang aksi nirkekerasan. Protes nirkekerasan untuk membela jalan hidup minoritas Muslim dalam demokrasi cenderung ditempuh dengan “persuasi dan protes nirkekerasan”. Umumnya lewat aski-aksi opisisi damai yang simbolis. Prof. Chaiwat mencontohkan bagaimana kaum Muslim Thailand dalam melakukan nirkekerasan terhadap masalah narkoba, masalah pembangunan dan ketamakan industri.
Dalam Handbook of Interethnic Coexistence, Gene Sharp, pakar aksi nirkekerasan, berargumen bahwa kelompok etnis yang sedang berkonflik dapat mempraktikkan aksi nirkekerasan sambil tetap berpegang teguh pada tujuan dan keyakinan.
Pendekatan ini memang tidak serta merta “menciptakan masyarakat welas asih, namun setidaknya mengurangi tingkat kekerasan”. Selain itu, Prof. Chaiwat juga mencontohkan tentang berbagai hal terkait aksi nirkekerasan, seperti mentransformasi aksi-aksi jihad kepada aksi nirkekerasan.
Dan yang lebih penting dalam buku ini Prof. Chaiwat mengambil contoh nirkekerasan dari kisah hidup Buddha, Yesus, dan Nabi Muhammad. Adapun pemilihan kisah ini merupakan kriteria paling penting dalam memahami nirkekerasan.
Sebab para nabi mencampuri konflik yang berpotensi keras dan dapat membalikkannya dengan aksi nirkekerasan mereka. Pihak-pihak yang bertikai dicegah menggunakan kekerasan melalui intervensi nirkekerasan para nabi.
Salah satunya adalah kebijaksanaan Nabi Muhammad Saw dalam menyelesaikan konflik antar klan yang saat itu siap bertarung dalam perebutan siapa yang paling berhak meletakkan batu hajar aswad ke Kabah.
Di tengah situasi yang hampir perang itu, Nabi Saw hadir dengan mengusulkan untuk meletakkan batu hajar aswad itu di tengah-tengah kain. Dan dari tiap-tiap klan itu memegang ujung kain. Setelah batu itu sampai di Kabah, Nabi Saw pun kemudian mengambil dan meletakkannya di Kabah. Itulah salah satu kisah intervensi nirkekerasan tentang bagaimana Nabi Saw dapat menyelesaikan konflik yang hampir menuju perang tanpa cara kekerasan.
Manfaat Buku
Dari buku ini setidaknya kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya cipta-damai nirkekerasan, yaitu intervensi tanpa senjata dalam situasi konflik keras atau mengarah ke kekerasan. Sebab jenis aktivitas ini memiliki tujuan ganda mengurangi kekerasan dan melindungi hak-hak berbagai pihak yang terlibat konflik. Lebih jauh, istilah cipta-damai memiliki konotasi religius “diberkahilah para pencipta perdamaian”.
Judul : “Barangsiapa Memelihara Kehidupan” (Esai-Esai Tentang Nirkekerasan dan Kewajiban Islam
Penulis : Chaiwat Satha-Anand
Penerbit : Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina
Tahun : 2015
ISBN : 978-979-772-051-3
Editor: Yahya FR