Berikut ini adalah contoh khutbah Idul Fitri yang dapat dipakai untuk memberikan khutbah Idul Fitri di masjid- masjid dan di lapangan. Tema yang dimuat dalam khutbah Idul Fitri ini adalah tentang Merayakan Idul Fitri di Tengah Keberagaman sebagaimana tertulis di judul khutbah.
Teks Khutbah Idul Fitri
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ اِلآّ اَللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُهَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. اَمَا بَعْدُ. اُوْصِيكُمْ عِبَادَ اللهِ وَاِيآيَ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah…
Pertama-tama, marilah kita mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillah, atas nikmat dan karunia-Nyalah, di pagi hari yang cerah ini kita masih diberi nafas kehidupan untuk meningkatkan kadar ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Ibarat mudik ke kampung halaman yang memerlukan bekal, taqwa adalah bekal terbaik untuk mudik sesungguhnya ke kampung halaman abadi, negeri akhirat.
وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal sehat.” (Al-Baqarah [2]: 197)
Shalawat dan salam, marilah kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman, pembangun peradaban, penerang kegelapan, penuntun jalan kebenaran.
Jamaah Shalat Idul Fitri yang Berbahagia…
Setiap tahun di Indonesia, antara pemerintah dan beberapa ormas Islam dan juga di belahan dunia lainnya sering terjadi perbedaan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Perbedaan ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi, khususnya di Indonesia. Jangan sampai perbedaan ini menimbulkan perpecahan dan kegaduhan. Perbedaan ini harus disikapi sebagai sebuah keberkahan. Dengan demikian, perbedaan perayaan hari raya bukanlah sebuah musibah, melainkah anugrah. Karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejatinya terlahir dari keberagaman.
Untuk mewujudkan kebersamaan dan persatuan di tengah keberagaman, langkahnya adalah dengan mencari titik temu persamaan. Jika yang dicari adalah perbedaannya, maka hanya akan menimbulkan kerenggangan. Mari kita cari titik persamaannya. Misal, perbedaan penggunaan metode penentuan awal bulan Syawal jangan sampai membuat antar umat saling bermusuhan. Toh masih sama-sama satu iman dan sama-sama satu bangsa. Contoh perbedaan kecil tersebut jangan sampai dibesar-besarkan, sehingga mengganggu ketidakharmonisan.
اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Jamaah Shalat Idul Fitri yang Berbahagia…
Menerima dan Menghormati
Keberagaman ini harus kita terima dan kita rayakan. Karena hakikat manusia dilahirkan penuh dengan keragaman; ragam agama, suku, bahasa, budaya, adat, makanan dan lain-lainya. Binatang dan tumbuh-tumbuhan pun diciptakan dalam bentuk yang beragam. Di bumi pertiwi Indonesia, keberagaman adalah bagian dari identitas bangsa. Keberagaman bukan hanya tentang perbedaan. Namun konsep keberagaman adalah mencakup penerimaan dan penghormatan. Menerima bahwa umat manusia dilahirkan dalam wujud yang berbeda-beda. Penghormatan dalam arti bahwa manusia harus saling menghargai satu sama lain.
Bukankah Al-Qur’an telah menegaskan,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujarat [49]: 13).
Saling mengenal (ta’aruf) ini tentu tidak mungkin bisa terwujud tanpa dilandasi saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Sebagai elemen bangsa, saling mengenal satu sama lain menjadi sangat penting. Sebab dengan saling mengenal, maka kita akan saling memahami. Dengan saling memahami, kita akan hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Keragaman adalah mutlak rahmat dari Tuhan. Memaksa yang berbeda harus sama dengan diri kita dalam semua hal berarti melawan ketentuan Tuhan. Bukankah Tuhan telah menegaskan bahwa:
وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (QS. Yunus [10]: 99).
Dalam memeluk agama pun tidak ada paksaan. Semua harus dilandasi kerelaan, bukan memaksakan. Firman Allah:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)” (QS. Al-Baqarah [2]: 256).
Sebagai sesama suku bangsa kita juga tidak perlu saling menyerang dan menyalahkan satu sama lain, termasuk dalam masalah penggunaan lapangan atau tempat ibadah untuk melaksanakan salat ied.
Inilah etika dalam menerima keberagaman. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain. Namun, menerima dan menghormati pilihan orang lain yang berbeda dengan diri kita. Dengan sikap menerima dan saling menghormati ini, maka akan terwujud kebersamaan, persatuan, kerukunan, dan kedamaian antar umat beragama di Indonesia. Sikap inilah yang saat ini benar-benar kita perlukan. Bukan hanya dalam momentum perayaan hari raya, namun juga tidak kalah penting adalah perbedaan pilihan dalam politik.
اَللهُ اَكْبَرُاللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Jamaah Shalat Idul Fitri Rakhimakumullah…
Etika Publik
Penerimaan dan penghormatan terhadap keberagaman merupakan nilai-nilai kesalehan sosial yang diajarkan oleh agama-agama di dunia. Nilai-nilai kesalehan sosial inilah yang juga diajarkan melalui puasa Ramadhan selama satu bulan penuh oleh umat Islam. Sebab hakikat puasa bukan hanya mengajarkan kesalehan individual semata, namun juga mengajarkan kesalehan sosial.
Kesalehan sosial merupakan etika di ruang publik yang harus menjelma dalam kehidupan sehari-hari (practical etics). Sehingga etika bukan hanya sekedar teori yang biasa didiskusikan dalam ruang-raung akademik (theoretical ethics). Namun etika publik harus menjelma dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Menurut Prof M Amin Abdullah (2020), ada tiga etika di ruang publik sebagai indikator kesalehan sosial. Pertama, menjaga ketertiban umum (public order). Menjaga ketertiban umum merupakan etika yang harus dijunjung tinggi sebagai warga negara yang baik. Orang yang saleh secara sosial harus menjaga ketertiban umum, yaitu patuh terhadap peraturan dan norma-norma yang berlaku.
Tidak melanggar ketentuan dan tidak membuat gaduh di tengah-tengah masyarakat, namun sebaliknya berkontribusi dan memberikan solusi. Menjaga dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan, baik kerusakan moral, sosial, dan lingkungan. Koruptor, misalnya, jelas mereka tidak menjaga public order ini.
Kedua, menjaga keselamatan publik (public safety). Keselamatan di ruang publik harus menjadi skala prioritas. Jangan sampai sikap dan perbuatan kita di ruang publik justru menimbulkan kegaduhan yang dapat mengancam dan membahayakan keselamatan orang lain. Agama juga mengajarkan bahwa orang yang baik adalah orang lain merasa aman dari gangguannya lisan dan tangannya. Dengan demikian teroris, misalnya, jelas mereka tidak mengedepankan public safety ini.
Ketiga, menjaga kesehatan publik (public health). Kesehatan publik, terlebih sepanjang hantaman wabah dalam kurang lebih tiga tahun ini, merupakan prioritas utama. Menjaga kesehatan publik juga dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan sikap solidaritas dan empati. Saling membantu dan mengulurkan tangan adalah salah satu sikap dalam menjaga kesehatan publik.
Sebagai elemen bangsa kita harus menempatkan diri seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lainnya. Sikap ini harus dimiliki oleh seluruh elemen bangsa. Sebagaimana ungkapan Gus Dur “tidak penting apapun agama atau sukumu, jika kamu bisa berbuat baik kepada semua orang, orang tidak akan bertanya apa agamamu”.
Etika di ruang publik inilah yang saat ini benar-benar kita butuhkan dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri di tengah keberagaman. Saling menghormati dan saling menghargai perbedaan dalam perayaan hari raya dan dalam hal apapun adalah langkah penting dan strategis dalam mewujudkan persatuan dan perdamaian Indonesia.
Demikianlah khutbah hari raya Idul Fitri yang dapat kami sampaikan, semoga ada manfaatnya, kurang dan lebihnya mohon maaf. Marilah kita tutup khutbah ini dengan berdoa:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَلّلَهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسِلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَ لْمُسلِمِين اللَّهُمَّ انْصُرْإِخْوَاننَاَ الْمُسلِمِين المُجَاهِدِينَ فِي فِلِسْطِين اللَّهُمَّ ثَبِّتْإِ يمَانَهُمْ وَأَ نْزِلِ السَّكِينَةَ عَلَىقُلُوبِهِم
اَلَّلهُمَّ تَقَبَّلْ مِنّآ صَلاَتَنا َوَجَمِيعَ عِبآدَتِنآ بِرِضآكَ وَفَضْلِكَ الْكَرِيْم وَتُبْ عَلَيْنآ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَابَ النَّار
سُبْحَانَ رَبكَ رَبّ الْعِزَةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمُ عَلىَ الْمُرْسَلِيْن وَالحَمْدُ ِللهِ رَبّ ِاْلعآلَمِيْن
Editor: Soleh