Review

Buya Syafii: Perbaikan Moral adalah Hal Fundamental

3 Mins read

Kiprah Ahmad Syafii Maarif (biasa dipanggil Buya Syafii) sudah membumi di Indonesia hingga disebut sebagai Sang Guru Bangsa. Sebutan tersebut tak lepas dari perannya dalam menorehkan karya-karya yang membangun kesadaran kolektif melawan berbagai bentuk ketidakadilan.

Dalam bukunya yang berjudul Menerobos Kemelut tertuang pemikiran-pemikirannya yang kritis menanggapi isu sosial-politik di Indoenesia. Tulisan di dalamnya dikemas dengan cara melacak sisi historis yang kemudian dikomparasikan dengan isu kontemporer; membuat narasi yang disampaikan semakin hidup.

Meskipun buku ini disusun dari potongan-potongan tulisan Buya di berbagai media, tapi pengelompokkannya berdasarkan isu cukup berurutan. Kontekstualisasi per masalah disajikan secara empiris dari pengalaman Buya yang melalangbuana ke berbagai tempat demi menanggapi isu demi isu, baik nasional maupun global.

Buku ini cukup dapat meyakinkan pembaca agar selalu memandang setiap hal dengan rasa optimis di tengah himpitan berbagai macam dinamika sosial.

Buya Syafii dengan intelektualitasnya mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi. Buya mengetahui bahwa banyak sekali masalah keindonesiaan dari masa ke masa. Maka, Buya selalu mencoba memperbaikinya dimulai dari hal fundamental masyarakat yakni perbaikan kemanusiaan.

Rasa kemanusiaan ini menurutnya adalah hal yang akan membangkitkan rasa saling peduli dan berbenah ketika melakukan kesalahan. Sikap kemanusiaan, misalnya dalam aspek politik, dapat menurunkan ego manusia supaya tidak saling menjatuhkan, melainkan saling kritik secara sehat demi membangun iklim komunikasi yang baik.

Dilema Perbaikan Peradaban

Menurut Buya, manusia tidak hanya menghancurkan hal yang besar-besar, tetapi juga diri dan keluarga. Bahkan, tetangganya juga tak mustahil pula untuk disakiti dan dizalimi… (h.17). Dari pernyataan tersebut, jika dikaitkan dengan kemajuan peradaban, terdapat beberapa kontrakonsepsi.

Di satu sisi, manusia menginginkan kemajuan, seperti teknologi. Di sisi lain, justru teknologi yang dibuat manusia merusak proses sosial mereka. Buya menganalogikan semut yang tenang tanpa persoalan kecuali jika dibuat gaduh oleh makhluk lain, tapi memilih bertahan dengan kesederhanaan. Tidak ada jenis makhluk lain yang mengalami stroke, kencing manis, ataupun penyakit lain, malahan penyakit-penyakit tersebut diidap oleh manusia modern yang mengaku berperadaban tinggi.

Baca Juga  Merawat Pemikiran Buya Syafii ala Kaum Muda

Sementara itu, kaum muslim juga masih mengahadapi masalah dengan pribadinya sendiri. Banyak dari kita yang mengaku muslim yang menghendaki perbaikan moral hingga kemajuan peradaban, tapi masih saja terjebak dalam sikap yang destruktif. Sebagian besar umat Islam tidak berorientasi ke depan, tetapi tenggelam dalam imajinasi kebesaran masa lampau yang bukan mereka sendiri penciptanya (h. 57).

Dalam kasus ini, umat Islam sibuk dalam romantisme masa lalu sehingga tidak mmedulikan nasibnya sendiri di masa sekarang ataupun untuk masa depan. Maka, kemudian segelintir kelompok melakukan tindakan terorisme karena ketidakmampuannya secara kapasitas menghadapi realitas sekarang.

Sikap Politik dan Telaah Kondisi Demokrasi

Buya Syafii mengajarkan kepada kita bahwa dalam menghadapi dinamika persoalan politik, kita harus memiliki kapasitas intelektual yang mapan. Bukan hanya dari segi keilmuan, tapi juga terhadap implementasi ilmu yang didapat.

Diundangnya Buya Syafii dalam berbagai kegiatan dialog kebangsaan maupun event internasional, pastinya Buya sudah cukup berperan ikut menyumbang ide dan solusi menyelesaikan masalah berdasar pengalaman yang didapat. Apalagi sebagai warga Muhammadiyah, Buya memberikan sikap yang profesional dalam memberikan jawaban dari masalah yang dihadapi yang bebas dari kepentingan seseorang ataupun kelompok. Hal tersebut diperoleh dari niat dan tujuan yang tulus atas dasar kemanusiaan.

Keberhasilan menerapkan demokrasi sebagai sistem yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila adalah suatu pencapaian besar bangsa Indonesia dalam membangun negara. Pengalaman demokrasi bukan seperti yang dilihat negara lain sebagai demokrasi yang sebenar-benarnya.

Dalam praktiknya, demokrasi di Indonesia seakan-akan dimainkan sebagai slogan saja oleh pemimpin yang serba ndoro (ingin diperlakukan sebagai tuan). Buya menyampaikan bahwa pada saat mendektai pilpres, mereka yang mengelilingi capres dan cawapres memperagakan mental-mental budak. Para pengeliling ini hanya menyampaikan hal-hal “manis” saja tanpa menyampaikan hal-hal “pahit” kepada yang dipegangi. Padahal berita “pahit” diperlukan untuk menyelamatkan bangsa dan negara (h. 172). Jika perilaku seperti itu dibiarkan, maka akan menimbulkan budaya semi-feodal (ndoroisme) yang akan merusak demokrasi itu sendiri.

Baca Juga  Peluncuran Jurnal Maarif: Mewarisi Legacy Ahmad Syafii Maarif

Perbaikan Moral

Buku ini menjadi pemantik untuk mendalami pemikiran Buya Syafii yang begitu luas, terutama tentang keindonesiaan. Pemikiran Buya terhadap kebangsaan cukup membuka mata kita atas realitas yang terjadi di lapangan.

Pelajaran dan hikmah dari setiap kejadian yang diuraikan oleh Buya mengandung semangat untuk terus menebarkan kebaikan kemanusiaan, apalagi dalam perbaikan moral. Buya memberikan petunjuk menjadi seorang muslim yang profesional dalam bersikap menghadapi permasalahan agar tetap berjalan pada niat kemanfaatan orang banyak dan selalu mendorong berpikirian optimis.

Judul: Menerobos Kemelut: Catatan-Catatan Kritis Sang Guru Bangsa
Editor: Hery Sucipto, Anton Syafriuni, dan Husni Amriyanto
Penerbit: IRCiSoD: Banguntapan Yogyakarta
Jumlah Hal: 345 hlmn
Tahun Terbit : Desember, 2019

Editor: Yahya

Arkan Labib Afkari
2 posts

About author
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *